TikTok Shop AS Ganti Bos: Orang China ‘Dekat’ BByteDance Pimpin

News Stream Pro JAKARTA — TikTok Shop, platform e-commerce milik raksasa teknologi ByteDance, tengah menghadapi perubahan signifikan di Amerika Serikat. Guna mendongkrak penjualan yang belum mencapai target, perusahaan dikabarkan mengganti sejumlah staf yang berbasis di AS dengan pemimpin yang lebih dekat dengan strategi penjualan dari China.

Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya untuk meniru kesuksesan Douyin, aplikasi TikTok versi China, yang sangat berjaya di pasar domestik. Sumber anonim yang dikutip Bloomberg (8/6/2025) mengungkapkan bahwa TikTok Shop awalnya menargetkan peningkatan penjualan sepuluh kali lipat di AS, mencapai US$17,5 miliar pada tahun lalu. Namun, target ambisius ini terpaksa diturunkan secara drastis.

Perubahan ini tak hanya berdampak pada struktur kepemimpinan, tetapi juga budaya kerja. Rapat yang sebelumnya rutin dilakukan dalam bahasa Inggris, kini semakin sering menggunakan bahasa Mandarin. Bahkan, komunikasi internal di Feishu, aplikasi mirip Slack yang digunakan ByteDance, juga didominasi bahasa Mandarin. Akibatnya, karyawan yang tidak fasih berbahasa Mandarin terpaksa mengandalkan fitur terjemahan untuk dapat mengikuti perkembangan pekerjaan.

Transformasi ini turut memicu kebingungan dan ketidakpastian di kalangan karyawan. Lebih dari seratus karyawan TikTok Shop di AS dilaporkan telah dipecat atau mengundurkan diri akibat lingkungan kerja yang semakin menantang.

Selain perubahan internal, TikTok juga menghadapi tantangan eksternal terkait hubungannya dengan pemerintah China. Undang-undang keamanan nasional yang disahkan Kongres AS pada tahun sebelumnya mewajibkan TikTok untuk memisahkan operasinya di AS dari perusahaan induknya di China, atau menghadapi larangan total. Para legislator khawatir bahwa hubungan TikTok dengan China dapat mengancam keamanan data dan privasi pengguna Amerika.

Sebelumnya, TikTok sempat membuka suara mengenai migrasi *seller* dari Tokopedia, dan isu perang harga disebut menjadi penyebab badai PHK massal yang melanda TikTok-Tokopedia dan Shopee. Kisah ini menjadi bagian dari dinamika persaingan sengit di dunia *e-commerce.*

Di tengah ketidakpastian ini, TikTok terus berupaya meyakinkan pemerintah dan pengguna AS bahwa data mereka aman. Perusahaan telah mengumumkan rencana keamanan yang disebut “Project Texas,” yang bertujuan untuk memisahkan data dan operasi TikTok di AS dari pengawasan pemerintah China.

Namun, keraguan tetap ada. Peningkatan pengaruh eksekutif dari China atas operasi TikTok di AS memicu pertanyaan tentang komitmen perusahaan untuk memisahkan diri dari Beijing. Situasi ini diperumit oleh fakta bahwa TikTok Shop merupakan sumber pendapatan utama bagi perusahaan, selain iklan. Keberhasilan TikTok Shop sangat penting bagi ambisi ByteDance untuk menantang dominasi Amazon di pasar *e-commerce* global.

Untuk mewujudkan ambisi tersebut, TikTok Shop telah secara agresif merekrut karyawan di wilayah Seattle, menargetkan para profesional yang memiliki pengalaman di Amazon. Bahkan, beberapa karyawan menggambarkan suasana kerja di kantor TikTok di Bellevue, Washington, sebagai perpaduan antara budaya TikTok dan Amazon.

Namun, sejak Januari 2025, ketegangan internal antara tim di bawah kepemimpinan Bob Kang, kepala global divisi *e-commerce* TikTok yang berbasis di China, dan Nico Le Bourgeois, yang mengawasi operasi *e-commerce* TikTok di AS, semakin meningkat. Situasi ini diperparah oleh ketidakpastian mengenai masa depan TikTok di AS, yang menyebabkan gelombang PHK pada April dan Mei 2025.

Sebagai bagian dari restrukturisasi, Mu Qing, seorang eksekutif dari platform *e-commerce* Douyin, ditunjuk untuk memimpin TikTok Shop di AS. Langkah ini semakin memperkuat indikasi bahwa ByteDance ingin menerapkan strategi yang telah terbukti berhasil di China ke pasar Amerika.

Dengan perubahan ini, para pemimpin ByteDance berharap dapat membawa strategi yang telah sukses di China, di mana Douyin telah menjadi fenomena belanja senilai US$490 miliar. Selain Mu, enam pemimpin lain dengan latar belakang China ditunjuk pada April, menurut memo internal dari Kang.

Namun, adopsi strategi ala Douyin di AS bukan tanpa tantangan. Kebiasaan pengguna Amerika yang lebih suka menggulir TikTok secara pasif daripada berbelanja di aplikasi menjadi kendala tersendiri. Selain itu, beberapa penjual AS enggan berinvestasi di *platform* tersebut karena khawatir akan kemungkinan larangan.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, TikTok Shop tetap optimistis tentang prospek jangka panjangnya. Pada tahun 2021, perusahaan telah meluncurkan layanan *e-commerce* di berbagai negara, termasuk Indonesia, Vietnam, dan Inggris. Di Asia Tenggara, TikTok Shop telah menjadi *platform* belanja terbesar kedua setelah Shopee. Tahun lalu, TikTok Shop juga diluncurkan di lima negara di Eropa, termasuk Jerman dan Spanyol.

TikTok akan mengadakan pertemuan dengan pedagang dan kreator di Los Angeles minggu depan untuk sebuah summit yang menampilkan beberapa pemimpin baru unit *e-commerce*.

Sementara itu, batas waktu bagi ByteDance untuk menjual operasi TikTok di AS adalah 19 Juni, dan beberapa pihak telah menyatakan minatnya. Perusahaan hampir mencapai kesepakatan *spin-off* pada April dengan konsorsium investor yang termasuk Oracle Corp., tetapi kesepakatan itu gagal sebagian karena perang dagang Trump dengan China.

Di tengah dinamika ini, persaingan di sektor *e-commerce* terus memanas. Karyawan dan mantan karyawan TikTok Shop melaporkan bahwa mereka terus-menerus menerima pesan perekrutan dari Temu, pesaing *e-commerce* asal China lainnya. Persaingan talenta ini semakin memperketat pasar tenaga kerja di sektor *e-commerce*.