JAKARTA, KOMPAS.com – Kedatangan debt collector ke rumah ternyata meninggalkan trauma mendalam bagi Sarwendah. Dampaknya, ia bahkan sampai harus berkonsultasi dengan psikolog untuk mengatasi ketakutannya.
“Aku ke psikolog, iya,” ungkap Sarwendah dalam sebuah wawancara di acara Intens Investigasi, Jumat (21/11/2025), mengisyaratkan betapa seriusnya dampak peristiwa tersebut.
Meskipun tidak merinci kondisi yang dialaminya, Sarwendah meyakini bahwa rasa takut yang muncul akibat kejadian itu adalah reaksi yang wajar, terutama bagi seorang wanita.
“Aku cuma mau nanya, kalau kakak, seorang perempuan, tiba-tiba ada yang datang ke rumah,” ujarnya, seolah mengajak para wanita untuk berempati dengan situasinya.
“Kakak kaget enggak? Takut enggak? Gitu aja,” lanjutnya, mencoba menggambarkan perasaan yang berkecamuk dalam dirinya saat itu.
Apalagi, Sarwendah adalah seorang ibu. Naluri untuk melindungi anak-anaknya tentu semakin memperkuat rasa takut tersebut.
“Apalagi aku perempuan, aku punya anak-anak di rumah aku,” kata Sarwendah, dengan nada suara yang mencerminkan kekhawatiran seorang ibu.
Sarwendah menegaskan bahwa ia tidak memiliki niat buruk dengan menceritakan pengalamannya didatangi debt collector. Ia hanya berharap kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Aku harap semuanya bisa baik-baik, kalian tahu aku orangnya sangat private, aku sangat cinta damai,” ujarnya, menekankan keinginannya untuk hidup tenang dan harmonis.
Sebelumnya, polemik rumah tangga Sarwendah juga menjadi sorotan terkait nafkah yang diberikan Ruben Onsu. Sarwendah mengaku hanya diberi uang saku terbatas selama menikah. Terlepas dari isu tersebut, ketakutan Sarwendah akan teror debt collector menjadi fokus utama saat ini.
Kuasa hukum Sarwendah, Chris Sam Siwu, sebelumnya telah menjelaskan alasan kliennya menggelar konferensi pers terkait kedatangan debt collector ke rumah.
“Tujuan kami menyampaikan ke media terkait debt collector hanya satu, agar klien kami, Sarwendah tidak lagi didatangi debt collector,” kata Chris, menekankan bahwa keselamatan dan ketenangan kliennya adalah prioritas utama.
“Tujuannya hanya itu,” jelasnya, mempertegas bahwa tidak ada agenda tersembunyi di balik pengungkapan kasus ini.
Chris juga menegaskan bahwa kliennya tidak berniat untuk menyudutkan pihak manapun. Tindakan ini murni didorong oleh rasa takut dan keinginan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Tidak ada maksud lain, tidak ada tujuan lain yang menyudutkan salah satu pihak,” ucap Chris, berusaha meluruskan persepsi yang mungkin timbul di masyarakat.
“Klien kami ibu rumah tangga, klien kami adalah wanita, sangat-sangat takut. Ketakutan klien kami terhadap kedatangan debt collector nyata,” imbuhnya, menyimpulkan betapa traumatisnya pengalaman tersebut bagi Sarwendah.
Ringkasan
Sarwendah mengalami trauma mendalam akibat kedatangan debt collector ke rumahnya, hingga ia berkonsultasi dengan psikolog. Ia merasa takut dan khawatir, terutama sebagai seorang ibu yang memiliki anak-anak di rumah. Sarwendah berharap kejadian serupa tidak terulang kembali dan menekankan bahwa ia sangat cinta damai.
Kuasa hukum Sarwendah menjelaskan bahwa tujuan konferensi pers terkait debt collector adalah agar kliennya tidak lagi didatangi. Tindakan ini didorong oleh rasa takut dan keinginan untuk mencegah kejadian serupa, tanpa maksud menyudutkan pihak manapun. Mereka menekankan bahwa Sarwendah sangat takut dan ketakutannya terhadap kedatangan debt collector adalah nyata.
