TREND Asia menyoroti bahwa hilangnya jutaan hektare hutan di Sumatera dalam satu dekade terakhir berkorelasi erat dengan penerbitan izin pemanfaatan kawasan hutan. Temuan ini dipublikasikan di tengah duka mendalam atas bencana banjir yang melanda Sumatera, khususnya Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang merenggut nyawa 867 jiwa (data per 5 Desember 2025).
Amalya Reza, Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia, mengungkapkan bahwa selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah kehilangan hutan alam seluas 3.678.411 hektare. Sumatera Utara mencatatkan angka deforestasi tertinggi, mencapai 1.608.827 hektare, disusul Sumatera Barat dengan 1.049.833 hektare, dan Aceh dengan 1.019.749 hektare.
Ironisnya, menurut Reza, pemerintah cenderung mereduksi fakta kerusakan lingkungan ini. “Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni justru membanggakan penurunan angka deforestasi di daerah terdampak bencana dalam setahun terakhir. Padahal, penurunan tersebut tidak sebanding dengan tren kenaikan deforestasi yang berlangsung selama satu dekade. Akibatnya, dampaknya kita rasakan hari ini,” tegas Reza dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 5 Desember 2025.
Reza menambahkan, terdapat 31 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang diterbitkan di ketiga provinsi tersebut, mencakup total luas mencapai 1.019.287 hektare. Dari jumlah tersebut, Sumatera Utara menerima izin terbanyak, yaitu 15 izin dengan cakupan lahan 592.607 hektare.
Penerbitan izin ini juga bertepatan dengan lonjakan deforestasi yang signifikan. Data Trend Asia mencatat bahwa deforestasi meningkat tajam dari 414.295 hektare pada tahun 2021 menjadi 635.481 hektare pada tahun 2022, atau naik hampir 54 persen dalam setahun setelah izin PBPH terbit.
Reza juga menggarisbawahi kaitan erat antara kerusakan hutan dan meningkatnya risiko banjir serta longsor di Sumatera. Laporan sebelumnya yang diterbitkan bersama JATAM dan Bersihkan Indonesia pada tahun 2021, menemukan bahwa 704 konsesi pertambangan berada di wilayah berisiko banjir seluas 1.491.263 hektare, serta 187 konsesi lain berada di kawasan rawan longsor. Temuan ini semakin memperkuat dugaan adanya hubungan sebab-akibat antara aktivitas industri ekstraktif dan bencana alam.
Oleh karena itu, Reza berpendapat bahwa bencana yang tengah berlangsung bukan semata-mata akibat cuaca ekstrem, melainkan merupakan akumulasi dari kebijakan yang mengabaikan daya dukung ekosistem. Peningkatan tajam izin industri ekstraktif tersebut tidak lepas dari sejumlah kebijakan pemerintah, seperti revisi UU Minerba dan Undang-Undang Cipta Kerja, yang melonggarkan persyaratan lingkungan demi kemudahan investasi. “Pemerintah harus tegas mencari penyebab bencana ekologis dengan mengevaluasi semua perizinan serta mencabut izin perusahaan bermasalah dan terbukti melanggar serta memicu banjir,” tegas Reza.
Menanggapi hal ini, Kementerian Kehutanan menyatakan tengah menyelidiki dugaan keterlibatan 12 perusahaan dalam kerusakan lingkungan yang memicu banjir Sumatera. Menteri Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa penelusuran dilakukan setelah ditemukan indikasi adanya aktivitas yang merusak kawasan hutan dan daerah aliran sungai.
“Tim Penegakkan Hukum Kementerian Kehutanan sedang melakukan penyelidikan terhadap subjek hukum yang terindikasi berkontribusi terhadap terjadinya bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar,” ujar Raja Juli dalam rapat bersama Komisi IV DPR, Kamis, 4 Desember 2025.
Dari hasil investigasi awal, ia mengatakan ditemukan indikasi pelanggaran di 12 lokasi yang melibatkan perusahaan di Sumatera Utara. Raja Juli memastikan proses penegakan hukum terhadap para pihak akan segera dilakukan. “Tim kami masih berada di lokasi untuk memperdalam temuan dan mencari subjek hukum lain yang terlibat. Nanti hasil lengkapnya akan kami sampaikan kepada Komisi IV dan publik,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa banjir besar yang melanda Sumatera bukan hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem, tetapi juga kerusakan ekosistem di kawasan strategis lingkungan. Menurutnya, siklon tropis Senyar memperparah kondisi daerah tangkapan air dan DAS yang sudah rusak.
Berikut 31 daftar Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) terbaru yang terbit di tiga provinsi terdampak banjir Sumatera yang dihimpun Trend Asia:
Aceh
* PT Multi Sibolga Timber (SK.1492/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 279,198892 hektare.
* PT Gunung Raya Timber Utama (SK.1186/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 30,449094 hektare.
* PT Rimba Wawasan Permai (SK.1494/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 6.171,977036 hektare.
* PT Rimba Timur Sentosa (SK.1495/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 6.671,851864 hektare.
* PT Tusam Hutani Lestari (SK.325/Menhut-II/2004)
Luas konsesi: 85.430,1768 hektare.
* PT Rencong Pulp & Paper Industry (SK.1138/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 8.972,779956 hektare.
* PT Aceh Nusa Indrapuri (SK.1483/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 97.768,56594 hektare.
* PD Pembangunan Tanoh Gayo (522.614/2014)
Luas konsesi: 4.744,298956 hektare.
Sumatera Utara
* PT Multi Sibolga Timber (SK.1492/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 28.094,50183 hektare.
* PT Barumun Raya Padang Langkat (SK.1089/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 14.812,83288 hektare.
* PT Teluk Nauli (SK.1087/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 83.293,5089 hektare.
* PT Gunung Raya Timber Utama (SK.1186/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 106.975,4667 hektare.
* PT Tanaman Industri Lestari Simalungun (SK.337/Menhut-II/2014)
Luas konsesi: 2.740,900649 hektare.
* PT Sinar Belantara Indah (SK.1489/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 4.716,519553 hektare.
* PT Hutan Barumun Perkasa (SK.1505/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 12.253,92209 hektare.
* PT Putra Lika Perkasa (SK.1488/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 9.980,91198 hektare.
* PT Sumatera Silva Lestari (SK.1490/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 1.081,801619 hektare.
* PT Sumatera Silva Lestari (SK.1490/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 31.734,58921 hektare.
* PT Toba Pulp Lestari Tbk (SK.1487/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 168.041,5613 hektare.
* PT Anugerah Rimba Makmur (SK.1486/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 49.412,22517 hektare.
* PT Ultra Sumatera Dairi Farm (SK.605/Menhut-II/2011)
Luas konsesi: 71,025887 hektare.
* PT Sumatera Riang Lestari (SK.645/MENLHK/SETJEN/HPL.2/6/2022)
Luas konsesi: 67.124,27698 hektare.
* PT Panei Lika Sejahtera (SK.1060/MENLHK/SETJEN/HPL.2/10/2023)
Luas konsesi: 12.273,00587 hektare.
Sumatera Barat
* PT Multikarya Lisun Prima (SK.773/MENLHK/SETJEN/HPL.0/9/2021)
Luas konsesi: 26.747,48051 hektare.
* PT Salaki Summa Sejahtera (SK.794/MENLHK/SETJEN/HPL.0/9/2021)
Luas konsesi: 47.813,49466 hektare.
* PT Minas Pagai Lumber (SK.781/MENLHK/SETJEN/HPL.0/9/2021)
Luas konsesi: 78.231,09325 hektare.
* PT Dhara Silva Lestari (SK.645/MENLHK/SETJEN/HPL.3/9/2021)
Luas konsesi: 14.174,82867 hektare.
* PT Sukses Jaya Wood (SK.1534/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021)
Luas konsesi: 1.580,305688 hektare.
* PT Bukit Raya Mudisa (SK.592/MENLHK/SETJEN/HPL.3/9/2021)
Luas konsesi: 28.003,58224 hektare.
* PT Biomass Andalan Energi (SK.593/MENLHK/SETJEN/HPL.3/9/2021)
Luas konsesi: 19.737,03644 hektare.
* PT Sipef Biodiversity Indonesia (SK.1094/MENLHK/SETJEN/HPL.0/11/2021)
Luas konsesi: 324,049013 hektare.
Tragedi banjir Sumatera ini menjadi pengingat yang pahit tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Untuk memahami lebih dalam akar permasalahan dan dampak yang ditimbulkan, penting untuk menelusuri penyebab musabab kerugian bencana Sumatera.
Ringkasan
TREND Asia menyoroti korelasi antara hilangnya jutaan hektare hutan di Sumatera dalam satu dekade terakhir dengan penerbitan izin pemanfaatan kawasan hutan, terutama di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, ketiga provinsi tersebut kehilangan hutan alam seluas 3.678.411 hektare, dengan Sumatera Utara mencatatkan deforestasi tertinggi. Penerbitan 31 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di ketiga provinsi tersebut mencakup total luas mencapai 1.019.287 hektare.
Peningkatan tajam izin industri ekstraktif, didukung oleh kebijakan seperti revisi UU Minerba dan Undang-Undang Cipta Kerja, diduga menjadi faktor pemicu longsor dan banjir. Kementerian Kehutanan tengah menyelidiki dugaan keterlibatan 12 perusahaan dalam kerusakan lingkungan yang memicu banjir Sumatera, dan akan menindak pihak yang terbukti melanggar serta memicu banjir.








