Jakarta, IDN Times – Dalam upaya mempercepat pemulihan pascabencana banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) secara resmi mengizinkan masyarakat untuk memanfaatkan tumpukan kayu hanyut. Kebijakan ini menegaskan bahwa kayu-kayu yang terbawa arus dapat digunakan sebagai material esensial untuk pembangunan kembali rumah, fasilitas umum, hingga sarana prasarana lainnya yang rusak akibat bencana.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Kemenhut, Lestari Laksmi Wijayanti, menegaskan bahwa langkah ini adalah wujud nyata kepedulian kemanusiaan pemerintah. “Ini adalah langkah kemanusiaan untuk membantu masyarakat bangkit kembali,” ujar Laksmi dalam keterangan tertulisnya pada Senin (22/12/2025), seraya menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung pemulihan wilayah terdampak.
Pemanfaatan kayu hanyut ini diatur secara detail melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) pada 8 Desember 2025. Surat edaran tersebut, yang berfokus pada “Pemanfaatan Kayu Hanyut untuk Pemulihan Pasca Bencana Banjir”, telah ditandatangani langsung oleh Dirjen PHL Laksmi Wijayanti, dengan sepengetahuan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki. Kemenhut kembali menegaskan bahwa tujuan utama edaran ini adalah untuk penanganan darurat bencana, rehabilitasi, dan pemulihan pascabencana. Inisiatif ini juga selaras dengan dorongan untuk mengurangi dampak lingkungan dari tumpukan kayu, sebuah aspek penting dalam strategi pemulihan.
Meskipun kebijakan ini bersifat suportif, Kemenhut menekankan pentingnya kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku dalam pemanfaatan kayu hanyutan. Kayu-kayu tersebut dikategorikan sebagai “kayu temuan”, dan pengelolaannya harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Pengelolaannya harus tetap menjunjung prinsip legalitas, ketelusuran, dan keterlacakan. Kita tidak ingin niat baik ini disalahgunakan,” tegas Laksmi. Untuk memastikan proses ini berjalan lancar dan sesuai aturan, warga di Sumatra diimbau untuk senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat bila ingin memanfaatkan kayu gelondongan yang ditemukan.
Sebagai langkah pengawasan ketat, pemerintah juga menghentikan sementara seluruh kegiatan pemanfaatan dan pengangkutan kayu bulat di ketiga provinsi terdampak banjir bandang. Kebijakan ini diterapkan untuk menutup celah bagi praktik penebangan liar dan indikasi pencucian kayu yang mungkin memanfaatkan situasi bencana. Laksmi menambahkan, “Kami hentikan sementara pemanfaatan dan pengangkutan kayu bulat, agar tidak ada celah bagi praktik ilegal. Negara hadir, tegas, dan adil dalam situasi ini.”
Kemenhut menjamin penyaluran dan pemanfaatan kayu hanyutan akan dilakukan secara terpadu dan diawasi dengan sangat ketat. Kerja sama erat dijalin dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, serta aparat penegak hukum. Kolaborasi ini bertujuan agar kebijakan pemanfaatan kayu hanyutan tepat sasaran, mencegah penyalahgunaan, dan mempercepat proses pemulihan pascabencana secara efektif.
Komitmen Kemenhut dalam penanganan pascabencana tidak hanya terbatas pada pemanfaatan kayu hanyut. Berbagai inisiatif lain juga telah dan terus dilaksanakan. Ini termasuk upaya relokasi 228 keluarga di Tesso Nilo, Riau, ke perhutanan sosial, pembangunan sumur bor di Aceh Tamiang sebagai bagian dari operasi pascabencana, serta tindakan tegas terhadap 4 korporasi dan 7 Perusahaan Hutan Alam Terpadu (PHAT) yang diduga terkait dengan bencana di Sumatra Utara, menunjukkan fokus pada rehabilitasi lingkungan dan penegakan hukum yang berkelanjutan.











