Hari terakhir di Barcelona. Seperti pagi-pagi sebelumnya, saya sudah terjaga. Kali ini, kamar apartemen sederhana di kawasan Collblanc menjadi saksi. Cukup nyaman untuk beristirahat, tapi hari ini pikiran saya tertuju pada satu tempat: Park Güell. Taman impian yang katanya seperti dunia fantasi, hasil karya jenius Antoni Gaudí, sang maestro arsitektur organik.
Tiket masuk sudah aman di tangan, dibeli secara daring dengan slot waktu kunjungan jam 10 pagi. Memesan tiket jauh hari memang menenangkan, tinggal datang dan menikmati keajaiban Gaudí.
Setelah ritual pagi yang singkat, saya berjalan kaki menuju stasiun Metro Collblanc. Rute ini sudah familiar, bukan pertama kalinya saya menjelajahi Barcelona dengan metro. Turun di stasiun Diagonal, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki ke halte bus nomor 24. Udara Barcelona pagi itu masih terasa sejuk, namun matahari sudah mulai meninggi. Bus datang tak lama, saya memilih tempat duduk dekat jendela, siap menikmati pemandangan tanjakan menuju bukit El Carmel.
Bus mulai menanjak dan berkelok-kelok. Dari ketinggian, kota Barcelona tampak semakin mengecil. Rumah-rumah berdempetan di lereng bukit, diselingi hijaunya pepohonan yang semakin mendominasi. Suasana kota perlahan bertransformasi, berganti dengan nuansa taman yang berbeda dari taman biasa.
Turun dari bus, saya mengikuti arus orang-orang yang tampaknya memiliki tujuan yang sama: Park Güell. Setelah lima menit berjalan kaki, gerbang utama taman akhirnya terlihat. Dan di sanalah keanehan itu dimulai. Dua bangunan mungil menyambut, bagaikan rumah kue dari negeri dongeng. Atapnya tampak meleleh, dindingnya dihiasi pecahan keramik warna-warni. Rasanya seperti memasuki dunia film anak-anak, namun ini nyata.
Sekilas, bentuknya menyerupai rumah permen, namun dibangun oleh seorang seniman yang terinspirasi oleh warna dan bentuk yang tak terbatas.
Itulah Porter’s Lodge. Salah satunya dulunya berfungsi sebagai kantor tiket, sementara yang lain kini menjadi toko suvenir. Namun, saya tidak terburu-buru masuk. Saya berhenti sejenak, mengamati, dan tersenyum sendiri. “Gaudí memang gila,” gumam saya dalam hati.
Sempat duduk di bangku terdekat, saya mengamati para pengunjung yang sibuk berfoto, berswafoto, dan saling bertukar kamera. Saya pun ikut mengabadikan momen ini, karena tempat ini terlalu indah untuk dilewatkan. Namun, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk dan menikmati pemandangan.
Dengan langkah santai, saya menaiki anak tangga dan langsung berhadapan dengan “makhluk terkenal” taman ini: patung salamander warna-warni, yang dikenal sebagai El Drac. Orang-orang rela antre untuk berfoto bersamanya. Saya menunggu giliran untuk mendapatkan gambar tanpa terlalu banyak orang di latar belakang. El Drac ini dibuat dari mozaik pecahan keramik (trencadís) yang menjadi ciri khas Gaudí.
Patungnya memang menarik. Lucu, penuh warna, dan ternyata merupakan bagian dari sistem drainase air di taman ini.
Setelah beristirahat sejenak, perjalanan dilanjutkan. Saya menemukan bangunan bertiang besar yang memberikan keteduhan. Nama resminya lupa—nanti saya cari tahu—tapi yang jelas di dalamnya terdapat banyak tiang batu besar.
Melirik ponsel, saya akhirnya mengetahui nama tempat ini: Sala Hypostila. Ruang besar dengan 86 pilar Doric yang kokoh, namun tidak terasa mengintimidasi. Saya melangkah perlahan, seperti memasuki kuil. Konon, tempat ini awalnya dirancang sebagai pasar tertutup pada awal abad ke-20.
Di langit-langit, mozaik berbentuk matahari, bintang, dan lingkaran kehidupan menghiasi. Cahaya masuk melalui celah-celah, menciptakan bayangan yang bergerak perlahan. Orang-orang bersandar di pilar, duduk, dan berbicara dengan tenang. Saya ikut terdiam. Di tempat seperti ini, keheningan adalah cara terbaik untuk menghormati keindahan.
Bentuknya simetris, namun tetap terasa unik, terutama karena atapnya yang khas. Di sini, orang-orang duduk di tangga, sebagian mengobrol, sebagian lagi hanya diam seperti saya.
Saya menyukai tempat ini. Udara terasa sejuk, dan langkah kaki bergema pelan. Udara pagi masih segar, dan meskipun banyak orang, suasananya tidak terlalu ramai. Seandainya tidak harus meninggalkan Barcelona sore nanti, mungkin saya bisa duduk lebih lama di sini.
Saya melanjutkan perjalanan, kembali menanjak, hingga tiba di lapangan terbuka dengan bangku panjang yang melengkung mengikuti tepiannya. Tempat ini bernama Plaza de la Natura.
Permukaannya juga dihiasi mozaik keramik. Saya langsung mencari tempat duduk. Ternyata sangat nyaman duduk di bangku ini. Rasanya seperti punggung dipeluk.
Dari tempat duduk, saya bisa melihat sebagian besar kota Barcelona. Di kejauhan, tampak bangunan Sagrada Família yang masih dalam proses pembangunan. Angin bertiup sepoi-sepoi. Saya terdiam beberapa saat. Rasanya seperti waktu berhenti.
Saya melanjutkan perjalanan ke sisi taman yang lebih tenang. Di bagian ini, terdapat jalur setapak dengan dinding batu yang juga melengkung dan menyatu dengan bukit. Beberapa bagian menyerupai terowongan pendek, tempat orang bisa berjalan di bawah batu-batu lengkung. Sangat keren, seperti berjalan di antara akar-akar pohon raksasa.
Saya melewati beberapa titik pandang yang menghadap ke bukit dan laut. Namun, yang paling menarik adalah sudut-sudut sepi yang tidak banyak dilalui orang. Di sana terdapat pohon-pohon besar, bangku-bangku tersembunyi, dan satu dua musisi jalanan yang memainkan gitar dengan lembut.
Di bagian ini, alam dan arsitektur saling melengkapi, bukan saling menaklukkan. Gaudí membangun bukan di atas alam, melainkan bersama alam.
Langkah saya melambat. Tak ingin terburu-buru. Waktu seolah melambat di tempat yang tidak mengenal sudut tajam. Semuanya melengkung, mengingatkan pada iklan ponsel Nokia?
Tidak jauh dari sana, terdapat rumah berwarna merah muda yang dulunya merupakan tempat tinggal Gaudí sendiri. Inilah Casa Museu Gaudí.
Saya membayangkan seorang pria tua, sendirian, berjalan keluar rumah setiap pagi, mengamati taman yang ia bangun. Apakah ia bangga? Apakah ia merasa kesepian? Saya tidak tahu. Tapi yang pasti, saya sedang berada di tempat di mana sejarah bukan hanya dongeng.
Saya tidak masuk ke dalam, karena waktu yang terbatas dan rumah ini sedang direnovasi. Namun, saya duduk sejenak di depan rumah itu, membayangkan bagaimana rasanya hidup di tengah taman seperti ini. Bangun setiap pagi, melihat mozaik warna-warni, mendengar suara burung, dan menyaksikan kota di kejauhan. Mungkin terasa tenang, mungkin juga sepi.
Sebelum meninggalkan area taman utama, saya mampir ke kafe kecil di pojok. Saya memesan kopi dan duduk di meja luar. Di sekeliling saya, terdapat turis dari berbagai negara. Ada yang mengobrol, ada yang asyik dengan diri sendiri seperti saya.
Saya menyesap kopi perlahan. Ini adalah salah satu momen yang sulit untuk diulang. Bukan karena kopinya luar biasa, tetapi karena suasananya. Udara pagi yang segar, bayangan pepohonan yang meneduhkan, dan hati yang tenang. Padahal, sehari sebelumnya saya merasa lelah berjalan, namun pagi ini rasanya pulih sepenuhnya.
Saya menyadari waktu semakin siang. Jam di ponsel menunjukkan hampir pukul satu. Saya harus kembali ke penginapan, mengambil koper, dan bersiap menuju bandara. Sore ini, saya akan terbang ke Lisboa.
Dengan langkah pelan, saya berjalan menuju pintu keluar, sempat melihat-lihat toko suvenir, namun tidak membeli apa-apa. Rasanya, saya sudah cukup membawa pulang sesuatu: pengalaman. Kadang, yang paling berkesan justru bukan oleh-oleh yang bisa disentuh.
Perjalanan ke Park Güell bukan hanya tentang melihat bangunan unik. Tetapi juga tentang bagaimana kita perlahan merasa kecil di tengah karya besar seseorang. Gaudí bukan hanya seorang arsitek. Dia adalah seorang yang berhasil mengubah imajinasi menjadi ruang nyata. Lengkungan, warna, batu, semuanya memiliki makna, namun juga mengalir dengan bebas.
Saya kembali naik bus nomor 24, turun di bawah, lalu naik metro kembali ke Collblanc. Di kereta, saya duduk terdiam, memutar ulang semua yang saya lihat tadi pagi. Rasanya seperti mimpi yang singkat, namun nyata. Dan seperti mimpi indah lainnya, kita pasti ingin mengulanginya lagi suatu hari nanti.
Setiap orang yang berkunjung ke Barcelona, biasanya akan mengunjungi La Sagrada Família. Akan tetapi, luangkanlah satu pagi untuk menjelajahi Park Güell. Bukan karena sebuah kewajiban, tetapi karena terkadang kita perlu duduk di bangku melengkung, memandang kota dari kejauhan, dan menyadari bahwa tidak semua hal harus lurus. Selain itu, kunjungan ke Barcelona rasanya tidak lengkap jika sudah mampir ke La Sagrada Família tetapi melewatkan keindahan Park Güell.
Ringkasan
Park Güell di Barcelona adalah taman impian yang dirancang oleh Antoni Gaudí, seorang arsitek terkenal dengan gaya organiknya. Taman ini menawarkan pengalaman unik dengan bangunan-bangunan mungil yang menyerupai rumah kue, patung salamander warna-warni (El Drac), dan Sala Hypostila dengan pilar-pilar besar serta mozaik indah di langit-langit. Tiket masuk sebaiknya dipesan secara daring jauh hari untuk menghindari antrian.
Selain arsitektur unik, Park Güell juga menawarkan pemandangan kota Barcelona yang menakjubkan dari Plaza de la Natura. Bagian taman yang lebih tenang menampilkan jalur setapak dengan dinding batu melengkung dan pepohonan besar, menciptakan suasana yang menyatu dengan alam. Casa Museu Gaudí, bekas tempat tinggal Gaudí, juga berada di area taman ini.









