Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikbud) menegaskan komitmennya terhadap program pengadaan smart TV untuk sekolah-sekolah di Indonesia. Program yang digadang-gadang sebagai upaya percepatan digitalisasi pembelajaran ini diyakini mampu meningkatkan kualitas pendidikan secara signifikan. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto, mengungkapkan sejumlah manfaat penggunaan interactive flat panel (IFP) atau smart TV dalam proses belajar mengajar. Menurutnya, teknologi ini mampu meningkatkan motivasi siswa, meningkatkan pemahaman materi, dan mengembangkan keterampilan yang relevan dengan tuntutan zaman. “Digitalisasi memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah,” tegas Gogot dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 13 September 2025.
Program satu sekolah satu smart TV, yang digagas Presiden Prabowo, dirancang tidak hanya untuk mendukung pembelajaran jarak jauh, tetapi juga untuk mengatasi permasalahan kekurangan guru kompeten. Harapannya, guru-guru berkualitas tinggi dapat menjangkau lebih banyak siswa, termasuk di daerah-daerah terpencil. Gogot memastikan bahwa program ini tidak mengabaikan pembangunan infrastruktur sekolah dan kesejahteraan guru. “Pembangunan fisik infrastruktur tetap berjalan, begitu pula komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru,” tambahnya.
Bantahan juga dilontarkan terkait tudingan penyaluran smart TV yang tidak tepat sasaran. Gogot menjelaskan bahwa Kemendikbud melakukan verifikasi kesiapan sarana dan prasarana sekolah berdasarkan data portal Pendidikan. Penyaluran bantuan, katanya, hanya diberikan kepada sekolah yang menyatakan kesiapan dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan. “Selama sekolah menyatakan siap menerima dan memenuhi kriteria tersebut, maka sekolah tersebut akan menjadi sasaran penerima program digitalisasi pembelajaran,” jelas Gogot. Program yang dimulai sejak Mei 2025 ini ditargetkan menjangkau seluruh Indonesia pada pertengahan 2026. Hingga akhir tahun ini, sebanyak 330 smart TV akan disalurkan ke berbagai jenjang pendidikan.
Namun, program ini menuai kritik. Banyak pihak menilai penyaluran bantuan tidak sesuai kebutuhan, terutama dengan adanya bantuan yang diberikan kepada sekolah-sekolah swasta elit seperti SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti pembagian bantuan tanpa syarat dan identifikasi kebutuhan yang memadai. Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan banyak sekolah di daerah yang masih kekurangan sarana pendukung digitalisasi, sementara sekolah-sekolah elite yang sudah memiliki fasilitas memadai justru turut menerima bantuan. “Ini menyebabkan pemanfaatan hanya sesaat dan tidak optimal,” ungkapnya pada Jumat, 12 September 2025.
Ubaid mengingatkan potensi korupsi jika program dengan anggaran triliunan rupiah ini terus berlanjut tanpa peningkatan transparansi. “Kita semua tidak ingin sektor pendidikan terus berlumuran kasus-kasus korupsi,” tegasnya. “Harus diakhiri praktik-praktik seperti ini.” Kekhawatiran ini menjadi sorotan penting mengingat kebutuhan akan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Dengan demikian, evaluasi menyeluruh dan pengawasan yang ketat sangat dibutuhkan untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program digitalisasi pendidikan ini.
Pilihan editor: Setelah Pagar Laut, Kini Tanggul Beton Cilincing Jadi Sorotan
Ringkasan
Kemendikbud menegaskan program pengadaan smart TV untuk sekolah bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan melalui digitalisasi pembelajaran. Program ini diharapkan meningkatkan motivasi siswa, pemahaman materi, dan keterampilan, serta mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil. Penyaluran smart TV dilakukan setelah verifikasi kesiapan sekolah dan hanya diberikan kepada sekolah yang memenuhi kriteria.
Namun, program ini menuai kritik karena dianggap tidak tepat sasaran, dengan beberapa sekolah swasta elit juga menerima bantuan. JPPI menyoroti kurangnya identifikasi kebutuhan dan potensi korupsi dalam program beranggaran besar ini. Transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi dibutuhkan untuk memastikan efektivitas program dan mencegah penyalahgunaan anggaran.









