Wakil Presiden Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM), Datuk S. Sivasundaram, baru-baru ini melontarkan pernyataan yang cukup mengejutkan. Ia mengungkapkan bahwa akar mula dari seluruh skandal naturalisasi Timnas Malaysia, yang kini menjadi sorotan tajam, berasal dari sebuah pengaduan yang diajukan oleh seorang warga negara Vietnam.
Seperti yang telah ramai diperdebatkan belakangan ini, skandal naturalisasi Timnas Malaysia telah mengguncang persepakbolaan negeri jiran. FIFA, melalui investigasinya, menemukan bukti kuat bahwa FAM dan tujuh pemain naturalisasi Malaysia terbukti terlibat dalam praktik pemalsuan dokumen, sebuah pelanggaran serius yang mengancam integritas olahraga.
Sebelum terungkapnya fakta ini, berbagai spekulasi beredar luas mengenai pemicu investigasi FIFA terhadap keabsahan dokumen para pemain naturalisasi Malaysia. Ketika kasus ini pertama kali mencuat pada akhir September, media-media Malaysia sempat menuding Indonesia sebagai pihak yang mengajukan tuntutan. Dugaan ini tak lepas dari rivalitas sengit yang telah lama terjalin antara kedua negara serumpun tersebut di kancah sepak bola.
Namun, spekulasi terhadap Indonesia mereda setelah Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, secara tegas membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kepentingan untuk mencampuri urusan negara lain. Sejak saat itu, fokus media Malaysia bergeser, dan mereka mulai berasumsi bahwa Vietnam-lah yang berada di balik pengaduan tersebut. Bahkan, muncul klaim bahwa Malaysia merasa dicurangi karena adanya warga Vietnam yang bertugas di Komite Disiplin FIFA.
Kecurigaan ini kini diperkuat dengan pernyataan Datuk S. Sivasundaram. Ia secara spesifik menyebutkan bahwa kasus ini bermula dari pengaduan yang diajukan oleh seorang warga Vietnam pada tanggal 11 Juni lalu. Menurut Sivasundaram, keluhan tersebut disampaikan kepada FIFA hanya sehari setelah Timnas Vietnam menelan kekalahan telak 0-4 dari Malaysia.
Dalam pernyataannya yang dikutip oleh SuperBall.id dari Makan Bola, Sivasundaram menjelaskan, “Pada 11 Juni, seorang warga negara Vietnam mengajukan pengaduan. Orang ini mempertanyakan keaslian dokumen terkait pemain naturalisasi Malaysia.” Ini menunjukkan betapa cepatnya reaksi setelah pertandingan tersebut.
Tekanan untuk meraih prestasi di kancah regional, seperti di ajang SEA Games 2025, kerap menjadi sorotan utama bagi Timnas Malaysia. Isu-isu seperti skandal naturalisasi ini tentu menambah kompleksitas dalam upaya mencapai target, dan bahkan bisa memengaruhi persepsi terhadap kinerja tim di kompetisi mendatang.
Meski demikian, pernyataan Sivasundaram tersebut memicu perdebatan lebih lanjut, mendorongnya untuk memberikan klarifikasi. Ia mengakui bahwa, meskipun dirinya menyebutkan pengaduan dilakukan oleh warga Vietnam, pihaknya belum memiliki bukti konkret. Sivasundaram secara terbuka membenarkan bahwa tuduhan terhadap warga Vietnam itu hanyalah sebuah asumsi yang didasarkan pada pemberitaan media sebelumnya, bukan fakta yang telah diverifikasi.
“Kami yakin pengaduan tersebut diajukan oleh seseorang (dari Vietnam),” kata Sivasundaram seperti dikutip dari Arena Metro, saat ditanya mengenai dasar keyakinan FAM. Ketika media menanyakan apakah FAM setuju jika pemberitaan menyebut ini hanya asumsi, ia menjawab tegas, “Ya, ya.” Ini menunjukkan bahwa kecurigaan tersebut belum didukung oleh verifikasi resmi.
Di tengah spekulasi yang belum terbukti ini, FIFA dalam laporan resminya tidak pernah menyebutkan identitas individu yang melayangkan pengaduan. FIFA hanya fokus pada rincian putusan sanksi yang dijatuhkan terhadap FAM dan para pemain yang terlibat.
Secara tegas, FIFA menyimpulkan bahwa FAM dan ketujuh pemain naturalisasi Malaysia tersebut telah melanggar Pasal 22 Kode Disiplin FIFA, yang secara spesifik mengatur tentang pemalsuan dokumen. Sebagai konsekuensi dari pelanggaran serius ini, FIFA menjatuhkan denda sebesar CHF350.000 kepada FAM. Selain itu, ketujuh pemain yang terlibat masing-masing didenda CHF2.000 dan dijatuhi larangan untuk terlibat dalam segala aktivitas sepak bola selama 12 bulan, sebuah hukuman yang cukup berat.
Kasus ini tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi persepakbolaan Malaysia, terutama dalam hal integritas dan proses administrasi. Di tengah tantangan ini, seringkali muncul perbandingan dengan negara tetangga. Bahkan, ada pandangan dari beberapa pihak, termasuk eks bintang Malaysia, yang menyatakan bahwa “Harimau Malaya harus belajar dari Timnas Indonesia” dalam pengelolaan sepak bola, menekankan pentingnya pengembangan yang berkelanjutan dan bersih.










