Paolo Di Canio menyoroti inkonsistensi performa AC Milan di Serie A, meyakini bahwa Rossoneri sangat bergantung pada keseimbangan tim, kedisiplinan, serta kontribusi pemain kunci. Ia secara khusus menyebut bahwa absennya Adrien Rabiot sangat memengaruhi performa tim.
Berbicara dalam acara Sky Sport 24, mantan striker yang pernah bermain di berbagai klub Eropa itu menyatakan bahwa Milan telah kehilangan keunggulan kolektif yang sempat membuat mereka tampil solid di awal musim.
“Absennya pemain kunci karena cedera sangat memengaruhi penurunan kualitas AC Milan. Sejak pertandingan melawan Cremonese, Milan menunjukkan peningkatan drastis, di mana sebelas pemain berlari, menekan, menjaga keseimbangan, dan disiplin,” ujar Di Canio. Ia menambahkan bahwa Milan, layaknya Manchester City, tampil lebih baik secara defensif ketika kualitas serangan mereka meningkat. “Mereka menyerang sebagai tim dan tidak kebobolan satu gol pun di beberapa pertandingan sebelumnya,” imbuhnya.
Namun, performa Milan belakangan ini justru menurun. Dalam lima pertandingan terakhir, mereka mencetak delapan gol tetapi kebobolan enam gol. Di Canio mempertanyakan ketergantungan Milan pada individu seperti Rafael Leao. “Jika Anda hanya menunggu Leao berlari, ia tidak memberikan titik acuan dan terkadang malah berjalan. Tanpa bantuan Rabiot, dari mana datangnya gol?” tanyanya retoris.
Di Canio berpendapat bahwa masalah yang dihadapi Rossoneri asuhan Massimiliano Allegri lebih bersifat struktural daripada individual. Kekuatan Milan terletak pada etos kerja kolektif, dan tanpa keseimbangan yang diciptakan oleh pemain seperti Rabiot, tim yang bermarkas di San Siro itu menjadi mudah ditebak. “Leao harus selalu bermain, dia pemain paling berbakat mereka, tetapi jika Milan bermain tanpa pemain dengan karakter seperti Rabiot di sisi itu, ini menjadi masalah besar,” tegas mantan pemain West Ham United tersebut.
Analisis Di Canio mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas mengenai evolusi taktik klub di bawah Allegri. Ia berpendapat bahwa kesulitan Rossoneri bukan disebabkan oleh kurangnya kualitas pemain, melainkan hilangnya sinergi tim.
Kondisi ini diperparah dengan absennya pemain berpengalaman seperti Rabiot, yang perannya harus digantikan oleh pemain seperti Samuele Ricci. Sayangnya, Ricci belum menunjukkan performa yang meyakinkan sebagai pelengkap Luka Modric dan Youssouf Fofana di lini tengah.
Performa kurang memuaskan ini berbanding terbalik dengan performa apik bomber anyar Inter Milan, Ange-Yoan Bonny, yang tampil gacor kontra Lazio dan siap meladeni AC Milan di pertandingan selanjutnya.
Meskipun belum terkalahkan dalam 10 pertandingan terakhir di kompetisi domestik, serangkaian hasil imbang terus mengganggu performa Milan dalam upaya mereka merebut puncak klasemen. Bahkan, Massimiliano Allegri sempat menyebut timnya “tertidur di lapangan” usai ditahan imbang Parma.
Untuk sementara, Leao dan kawan-kawan berada di posisi ketiga dengan koleksi 22 poin, sama dengan Napoli di peringkat keempat, tetapi unggul selisih gol. Namun, Rossoneri terpaut dua poin dari dua pemuncak klasemen, AS Roma dan Inter Milan, yang sama-sama mengoleksi 24 poin.
Ringkasan
Paolo Di Canio menyoroti inkonsistensi AC Milan di Serie A, menekankan pentingnya keseimbangan tim, disiplin, dan kontribusi pemain kunci. Ia menyebut hilangnya keunggulan kolektif dan performa yang menurun belakangan ini menjadi masalah utama bagi Rossoneri. Di Canio menyoroti absennya pemain kunci seperti Rabiot yang memengaruhi performa Milan.
Di Canio mempertanyakan ketergantungan Milan pada individu seperti Rafael Leao dan menekankan pentingnya etos kerja kolektif. Ia berpendapat masalah Milan lebih bersifat struktural daripada individual, dan hilangnya sinergi tim, diperparah absennya pemain berpengalaman, membuat Milan mudah ditebak. Inkonsistensi ini menghambat upaya Milan merebut puncak klasemen.








