YOGYAKARTA mengambil langkah berbeda dalam menyikapi perayaan malam tahun baru. Pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kota tidak mengeluarkan surat larangan atau edaran spesifik terkait pelaksanaan pesta kembang api untuk menyambut 2026. Meskipun demikian, ditegaskan bahwa pemerintah sendiri tidak akan menyelenggarakan acara pesta kembang api secara resmi.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, pada Selasa, 23 Desember 2025, menjelaskan bahwa tidak ada rencana dari pemerintah kota untuk menggelar pesta kembang api. Menurutnya, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melarang jika masyarakat atau pihak swasta berencana memeriahkan pergantian tahun baru dengan kembang api. “Kami tidak melarang karena tidak ada kewenangan untuk itu. Jika ada larangan, tentu harus disertai sanksi, padahal kami tidak bisa memberikan sanksi tersebut,” ujarnya.
Kendati demikian, Hasto mengimbau agar perayaan malam tahun baru, termasuk pesta kembang api, tidak dilakukan secara berlebihan. Ia berharap warga dapat mengedepankan rasa empati terhadap sesama yang saat ini tertimpa bencana, seperti banjir di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. “Kami mengimbau agar memiliki empati. Daripada dana digunakan untuk membeli kembang api, lebih baik disalurkan untuk membantu saudara-saudara kita di daerah bencana,” tegasnya. Senada dengan Wali Kota, Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi, juga memastikan bahwa Pemerintah Daerah DIY tidak akan mengadakan pesta kembang api saat pergantian tahun baru.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resort Kota Yogyakarta Komisaris Besar Polisi Eva Guna Pandia mengungkapkan bahwa hingga saat ini, baru ada dua pihak swasta yang mengajukan izin untuk menyelenggarakan pesta kembang api. “Dari kalangan perhotelan sudah ada yang mengajukan izin ke Polda DIY,” jelasnya. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, masyarakat biasanya memilih titik-titik tertentu seperti Tugu dan Titik Nol Kilometer sebagai pusat berkumpul untuk menyalakan kembang api saat menanti pergantian tahun baru.
Pendekatan Yogyakarta ini berbeda dengan beberapa kota besar lainnya. Sejumlah daerah seperti Jakarta dan Surabaya sebelumnya telah menyatakan larangan pesta kembang api saat pergantian tahun baru, bahkan berlaku menyeluruh untuk kegiatan pemerintah daerah maupun pihak swasta. Kondisi ini menempatkan Yogyakarta dalam posisi unik dengan memberikan keleluasaan namun tetap mengedepankan imbauan moral.
Di tengah situasi tersebut, momentum liburan Natal dan Tahun Baru ini menyaksikan Yogyakarta dibanjiri wisatawan. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyatakan optimisme bahwa tingkat okupansi hotel dapat melampaui target 80 persen untuk seluruh hotel di lima kabupaten/kota se-DIY. “Target rata-rata hanya 80 persen, tapi kelihatannya target ini bisa naik dengan tingginya kunjungan kali ini,” ucapnya.
Deddy tidak menampik kemungkinan bahwa sebagian besar wisatawan yang memadati Yogyakarta adalah limpahan dari mereka yang awalnya berencana mengunjungi destinasi lain seperti Bali, namun akhirnya membatalkan niat karena adanya bencana banjir. “Banyak wisatawan yang kami temui rencana awalnya ke Bali, namun mengurungkan niatnya dan akhirnya ke Yogya,” imbuhnya. Fenomena lonjakan wisatawan ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan pelaku usaha pariwisata. Deddy mengimbau agar pelaku wisata tidak mengambil keuntungan secara berlebihan saat kunjungan ramai, sementara pemerintah diharapkan mampu menata lalu lintas untuk menghindari kemacetan akibat padatnya kunjungan. Guna menjamin keamanan dan kenyamanan wisatawan yang memadati area publik, seperti di kawasan Malioboro, pemerintah juga telah menyiagakan alat kejut jantung (AED) sebagai bagian dari kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat medis.








