JAKARTA, KOMPAS.com – Kabar duka menyelimuti Pulau Sumatera. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan perkembangan terkini terkait dampak banjir dan tanah longsor yang menerjang Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat. Data yang dihimpun hingga Jumat (28/11/2025) sore menunjukkan angka yang memprihatinkan, dengan total 174 jiwa dilaporkan meninggal dunia dan 12.546 kepala keluarga (KK) terpaksa mengungsi.
Kepala BNPB, Suharyanto, dalam keterangan resminya menyampaikan bahwa jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah. Hal ini dikarenakan akses ke beberapa wilayah terdampak masih terhambat, sehingga proses pendataan terus diintensifkan.
Provinsi Sumatera Utara menjadi wilayah dengan dampak paling signifikan. Tercatat 116 orang meninggal dunia dan 42 lainnya masih dalam pencarian. “Untuk Provinsi Sumatera Utara, per hari ini, per sore ini, kami mendata untuk seluruh Provinsi Sumatera Utara, korban meninggal dunia ada 116 jiwa, kemudian 42 jiwa masih dalam pencarian,” ujar Suharyanto dalam konferensi pers daring, Jumat. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada laporan korban meninggal dunia dari wilayah Mandailing Natal akibat bencana ini. Namun, beberapa titik longsor yang masih belum dapat diakses berpotensi menambah jumlah korban jiwa. “Tentu data ini akan berkembang terus karena kami informasikan juga masih ada titik-titik yang belum bisa ditembus,” tambahnya. Sementara itu, pengungsi di Sumatera Utara tersebar di berbagai wilayah dengan total 3.840 KK.
Selain Sumatera Utara, banjir juga menyebabkan dampak yang signifikan di Aceh. BNPB mencatat 35 orang meninggal dunia, 25 orang hilang, dan 8 orang mengalami luka-luka. “Sementara yang terdata ada 35 jiwa yang meninggal dunia, 25 hilang, dan 8 luka-luka,” jelas Suharyanto. Sama seperti Sumatera Utara, pendataan di Aceh juga terkendala akibat sejumlah wilayah yang masih terisolasi. “Ada beberapa kabupaten/kota yang masih terputus… Ini masih belum bisa tembus sampai seluruh kabupaten/kota di wilayah Aceh, Provinsi Aceh,” jelasnya. Hingga Jumat sore, jumlah pengungsi di Aceh mencapai 4.846 KK.
Di Sumatera Barat, meskipun jumlah korban jiwa lebih rendah dibandingkan dua provinsi lainnya, dampak bencana tetap dirasakan sangat besar. Tercatat 23 orang meninggal dunia, 12 orang hilang, dan 4 orang luka-luka. “Untuk korban jiwa di seluruh Sumatera Barat itu 23 meninggal dunia, 12 hilang, dan 4 jiwa luka,” ungkap Suharyanto. Ia menambahkan, “Kalau dibandingkan dengan skala bencananya, misalnya Sumatera Barat sendirian, ya ini sangat-sangat besar dan sangat masif.” Jumlah pengungsi di Sumatera Barat mencapai 3.900 KK, dengan Padang Pariaman menjadi daerah yang paling parah terdampak. Bencana ini terjadi bersamaan dengan momen penemuan Bunga Langka Rafflesia Hasseltii di Hutan Sumatera Barat.
Suharyanto menekankan bahwa data korban dan pengungsi bersifat dinamis dan akan terus diperbarui seiring dengan perkembangan di lapangan. Saat ini, tim gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Basarnas, dan pemerintah daerah terus berupaya membuka akses ke wilayah-wilayah yang terisolir dan melakukan pencarian korban. BNPB juga telah menyalurkan bantuan logistik dan fasilitas komunikasi darurat untuk mendukung upaya penanganan bencana di lapangan. Pendataan akan terus dilakukan secara menyeluruh hingga seluruh wilayah terdampak dapat dijangkau.
Ringkasan
Banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat telah menyebabkan 174 orang meninggal dunia dan 12.546 kepala keluarga mengungsi. Sumatera Utara menjadi wilayah terdampak paling parah dengan 116 korban jiwa dan 42 orang masih dalam pencarian, sementara Aceh mencatat 35 korban meninggal dan 25 hilang.
Proses pendataan korban masih terus dilakukan karena akses ke beberapa wilayah terpencil masih terhambat. Sumatera Barat melaporkan 23 korban meninggal dunia dan 12 hilang, dengan Padang Pariaman menjadi daerah yang paling terdampak. Tim gabungan terus berupaya membuka akses dan melakukan pencarian, serta bantuan logistik telah disalurkan ke wilayah terdampak.








