Tragedi banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera terus menyisakan duka mendalam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Minggu malam, 30 November 2025, memperbarui data korban jiwa dan hilang, mengungkapkan skala bencana yang mencengangkan.
Bencana ini telah memporak-porandakan tiga provinsi di Pulau Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kepala BNPB, Letnan Jenderal Suharyanto, dalam konferensi pers daring menyampaikan bahwa Sumatera Utara menjadi wilayah yang paling terdampak. “Dibandingkan dengan Sumatera Barat dan Aceh yang kondisinya sudah mulai pulih dalam tiga hari terakhir, apalagi saat ini sudah tidak ada hujan,” ungkap Suharyanto.
Kabar terkini dari BNPB mencatat jumlah korban meninggal dunia mencapai 442 jiwa, tersebar di ketiga provinsi terdampak. Lebih menyayat hati, 402 orang lainnya masih dinyatakan hilang, menambah panjang daftar pilu akibat bencana ini.
Suharyanto merinci data korban di masing-masing provinsi. Sumatera Utara mencatat angka tertinggi dengan 217 korban meninggal dunia dan 209 orang hilang. Angka ini menggambarkan betapa dahsyatnya dampak bencana di wilayah tersebut.
Sementara itu, Sumatera Barat melaporkan 129 korban meninggal dunia dan 118 orang masih dalam proses pencarian. Di Aceh, BNPB mencatat 96 korban jiwa dan 75 orang hilang. Angka-angka ini menjadi pengingat akan kerentanan wilayah Sumatera terhadap bencana alam.
Selain korban jiwa, bencana ini juga menyebabkan ribuan warga mengungsi. Pemerintah telah menyiapkan hunian sementara (Huntara) sebagai tempat berlindung bagi para korban banjir bandang dan tanah longsor. Prioritas utama saat ini adalah memastikan kebutuhan dasar para pengungsi terpenuhi.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, menekankan bahwa pemerintah fokus untuk mempercepat operasi tanggap darurat. “Bersamaan dengan tanggap darurat, kami juga sudah mulai merencanakan rehabilitasi dan rekonstruksi,” kata Pratikno saat berada di Sumatera Utara, dalam konferensi pers daring pada Minggu, 30 November 2025.
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi, lanjut Pratikno, mencakup pembangunan Huntara serta perbaikan dan pembangunan hunian tetap bagi warga terdampak. Pemerintah berupaya secepat mungkin membangun kembali infrastruktur dan fasilitas yang rusak akibat bencana.
Pratikno berharap tahap tanggap darurat dapat segera diselesaikan agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi dapat berjalan lancar. Tujuannya, agar masyarakat dapat segera pulih, beraktivitas seperti biasa, dan lebih siap menghadapi potensi bencana di masa depan. Pemulihan ini bukan hanya tentang membangun kembali fisik, tetapi juga memulihkan mental dan sosial masyarakat.
Dampak cuaca ekstrem yang disebabkan oleh Siklon Tropis Senyar di Sumatera dinilai sangat luar biasa. Oleh karena itu, Pratikno menjanjikan pemerintah akan bekerja keras untuk membantu masyarakat yang terdampak. Pemerintah menyadari bahwa penanganan bencana ini membutuhkan upaya bersama dan berkelanjutan.
Besarnya dampak dan skala kehancuran yang disebabkan oleh banjir bandang di Sumatera menimbulkan pertanyaan, mengapa bencana ini belum ditetapkan sebagai darurat nasional? Pemerintah tentu memiliki pertimbangan tersendiri dalam menentukan status kedaruratan suatu bencana.
Ringkasan
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) telah menyebabkan 442 korban meninggal dunia dan 402 orang hilang, berdasarkan data BNPB per 30 November 2025. Sumatera Utara menjadi wilayah dengan dampak terparah, mencatat jumlah korban meninggal dan hilang tertinggi dibandingkan provinsi lainnya.
Pemerintah fokus pada tanggap darurat, termasuk penyediaan hunian sementara (Huntara) bagi ribuan pengungsi dan pemenuhan kebutuhan dasar. Selain itu, perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sudah dimulai, meliputi pembangunan Huntara dan perbaikan infrastruktur yang rusak, dengan tujuan memulihkan kondisi masyarakat secepat mungkin.









