Kepala Biro Kedokteran dan Kepolisian (Pusdokkes) Polri, Brigadir Jenderal Nyoman Eddy Purnama Wirawan, telah mengonfirmasi penyebab tragis kematian 22 korban insiden kebakaran kantor Terra Drone. Peristiwa nahas yang terjadi pada Selasa, 9 Desember 2025, menyisakan duka mendalam dengan jumlah korban jiwa yang sangat banyak.
Berdasarkan pemeriksaan menyeluruh oleh tim forensik, seluruh korban dipastikan meninggal dunia akibat keracunan gas karbon monoksida (CO) yang terhirup saat api melahap gedung. Penemuan krusial ini diperkuat oleh serangkaian uji laboratorium sederhana yang menunjukkan hasil konsisten. “Hasil pemeriksaan mengarah kepada terhirupnya asap dan kemudian gas CO, karbon monoksida. Itu dari hasil pemeriksaan. Ada juga pemeriksaan lab sederhana yang menunjukkan mengarah ke situ,” jelas Eddy dalam konferensi pers yang digelar di RS Polri, Jakarta, pada Rabu, 10 Desember 2025.
Kesimpulan ini diperoleh dari serangkaian pemeriksaan eksternal dan internal jenazah. Mulai dari analisis tanda lebam mayat hingga uji laboratorium terhadap sampel darah korban, semua menunjukkan kandungan CO dengan kadar yang sangat tinggi. Gas berbahaya ini muncul dari proses pembakaran yang terjadi di dalam gedung, dan secara umum, insiden kebakaran seperti yang menimpa Terra Drone memang memicu produksi gas beracun tersebut dalam jumlah besar.
Eddy menjelaskan lebih lanjut mengenai bahaya gas karbon monoksida. Korban yang terlalu banyak menghirup CO akan menderita sesak napas yang fatal karena gas ini sangat-sangat beracun. Gas CO memiliki kemampuan untuk berkompetisi dengan oksigen yang seharusnya dihirup tubuh, sehingga mengakibatkan kekurangan oksigen parah yang berujung pada kematian.
Di samping keracunan karbon monoksida, tim juga menemukan bahwa sebagian korban mengalami luka bakar derajat dua. Luka lepuhan pada tubuh dan jari-jari ini sempat menyulitkan proses identifikasi. Namun, meskipun ada luka bakar, bukti-bukti forensik dengan jelas menyimpulkan bahwa gas karbon monoksida memegang peran paling dominan dalam menyebabkan kematian para korban dalam kondisi seperti ini.
Hingga saat ini, tim DVI RS Polri berhasil mengidentifikasi 10 dari 22 jenazah yang diterima. Berkat kondisi sebagian besar korban yang relatif utuh dan metode identifikasi forensik yang cermat, identifikasi dapat dilakukan secara efektif, bahkan tanpa selalu memerlukan tes DNA yang kompleks. Rencananya, para korban yang telah teridentifikasi akan segera dipulangkan kepada keluarga masing-masing untuk dimakamkan. Eddy juga memastikan bahwa seluruh proses, termasuk biaya pemulangan, tidak akan membebani keluarga korban. “Kita maksimalkan jenazah kita bisa kirim ke keluarga untuk dimakamkan hari ini. Untuk biaya, kita tidak mengenakan biaya sama sekali kepada keluarga. Gratis,” pungkas Eddy.








