DENPASAR, KOMPAS.com – Bencana banjir bandang yang menerjang Bali dalam sepekan terakhir menarik perhatian media internasional. Curah hujan ekstrem yang mengguyur sejak awal minggu ini memicu serangkaian peristiwa tragis, mulai dari meluapnya sungai dan tanah longsor hingga pemukiman warga yang terendam. Dampaknya tak hanya memutus akses jalan dan merusak infrastruktur jembatan, tetapi juga merenggut nyawa.
Banjir bandang ini mengingatkan kita pada pentingnya pengelolaan lingkungan dan penanggulangan bencana. Sayangnya, di beberapa negara, proyek pengendalian banjir justru menjadi lahan korupsi, seperti yang terjadi di Filipina, yang memicu kemarahan publik dan aksi demonstrasi.
BBC menyoroti bahwa banjir kali ini merupakan yang terparah dalam satu dekade terakhir. Dalam laporannya yang berjudul “Bali’s worst floods in a decade kill 14”, BBC mengabarkan bahwa sedikitnya 14 orang meninggal dunia, dengan Denpasar menjadi wilayah yang paling merasakan dampak terburuk. Dua orang dilaporkan hilang, dan ratusan warga terpaksa dievakuasi ke tempat yang lebih aman. Selain korban jiwa, BBC juga menyoroti kerusakan infrastruktur yang signifikan, termasuk jembatan dan jalan utama yang tertutup material longsor. Media asal Inggris ini mengutip kesaksian Tasha, seorang warga yang terkejut dengan skala banjir yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. “Orang-orang di sini terkejut. Banjirnya sangat parah,” ungkapnya. Lebih lanjut, BBC menyoroti bahwa permasalahan sampah dan buruknya sistem drainase turut memperparah dampak banjir, masalah yang telah lama menghantui pulau dewata ini.
The Guardian, media Inggris lainnya, dalam artikel berjudul “Flash floods in Indonesia leave at least 15 people dead and 10 missing”, memperluas cakupan laporan dengan menyoroti bahwa banjir bandang tidak hanya melanda Bali, tetapi juga Nusa Tenggara Timur. Laporan tersebut menyebutkan setidaknya 15 orang tewas dan 10 lainnya masih hilang. The Guardian menggambarkan kondisi dramatis di Denpasar, di mana sungai meluap dan menghanyutkan bangunan, termasuk di kawasan Pasar Kumbasari yang ikonik. Kepala Basarnas Bali, Nyoman Sidakarya, dikutip mengatakan bahwa empat korban ditemukan di sebuah bangunan yang tersapu banjir di Denpasar. Gubernur Bali, Wayan Koster, menegaskan bahwa bencana ini tidak hanya menyebabkan hilangnya nyawa, tetapi juga kerugian ekonomi yang signifikan, terutama bagi para pedagang dan pelaku usaha pariwisata.
Selain dampak bagi warga lokal, banjir juga menyulitkan wisatawan. Philipp Peltz, seorang produser musik asal Jerman, menceritakan pengalamannya yang sulit menuju bandara. Ia terpaksa menempuh perjalanan selama tiga setengah jam dengan skuter, menerjang genangan air setinggi pinggang. “Saya sudah mengunjungi Bali selama lebih dari satu dekade dan saya belum pernah melihat banjir seperti ini,” ujarnya dengan nada heran.
Kisah penyelamatan dramatis juga datang dari seorang warga Australia yang tinggal di Denpasar. ABC News, dalam artikel berjudul “Indonesia floods death toll rises as Australian woman thanks her dogs for saving her life”, memberitakan bagaimana anjing peliharaan Shelly Anissa Sulatumena menjadi pahlawan saat air bah tiba-tiba menerjang rumahnya. Anjing-anjing tersebut memberikan peringatan dini yang menyelamatkan nyawa Sulatumena. “Anjing-anjing saya membuat suara aneh, dan ketika saya cek, ternyata air sudah masuk begitu deras. Kalau saya tidak mendengar mereka, mungkin kami semua sudah tenggelam,” kata Sulatumena dengan suara bergetar. Sebagai seorang penyandang disabilitas, Sulatumena menceritakan bagaimana ia terpisah dari kursi rodanya dan terpaksa berlindung di kamar tidur, berusaha menahan masuknya air dengan selimut dan handuk. Untungnya, seorang tetangga datang menembus banjir dan memanjat pagar untuk membukakan pintu rumahnya, memungkinkannya untuk menyelamatkan diri. Meskipun selamat, ia mengakui bahwa banyak perabotan rumahnya yang rusak, terutama yang berbahan kayu.
ABC News juga menyoroti keluhan Sulatumena tentang tidak adanya peringatan dini resmi sebelum banjir besar terjadi. Jalanan di sekitar rumahnya pun masih rusak berat, dengan lubang-lubang besar yang menganga akibat erosi air. Selain kisah Sulatumena, media Australia tersebut juga melaporkan bahwa jumlah korban terus meningkat hingga mencapai 19 orang, dengan 14 korban jiwa di Bali dan 5 lainnya di Pulau Flores.
Banjir yang melanda Bali dan wilayah lain di Indonesia ini menambah daftar panjang bencana alam yang terjadi di berbagai belahan dunia. Tragedi ini mengingatkan kita akan pentingnya mitigasi bencana. Di Eropa, meskipun banjir semakin parah, jumlah korban jiwa cenderung menurun berkat sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik.
Ringkasan
Banjir bandang yang melanda Bali dalam sepekan terakhir menjadi sorotan media internasional. Curah hujan ekstrem menyebabkan sungai meluap, tanah longsor, dan pemukiman warga terendam, mengakibatkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Media asing seperti BBC dan The Guardian melaporkan bahwa banjir ini merupakan yang terparah dalam satu dekade terakhir, dengan Denpasar menjadi wilayah yang paling terdampak.
Selain menyoroti korban jiwa dan kerusakan, media asing juga memberitakan pengalaman wisatawan dan kisah penyelamatan dramatis. Buruknya sistem drainase dan permasalahan sampah di Bali disebut memperparah dampak banjir. Tragedi ini kembali mengingatkan pentingnya mitigasi bencana dan kesiapsiagaan, serta pengelolaan lingkungan yang lebih baik.









