News Stream Pro – Kabar gembira bagi para pekerja! Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi mengabulkan gugatan uji materi terkait Undang-Undang Nomor Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) pada Senin, 29 September 2025. Putusan ini membawa angin segar, karena pekerja tidak lagi diwajibkan menjadi peserta Tapera yang mengharuskan pembayaran iuran tabungan sebesar 3 persen dari total gaji setiap bulannya.
Menanggapi putusan yang membatalkan kewajiban tersebut, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Heru menjelaskan bahwa UU Tapera merupakan produk inisiatif dari kementerian teknis terkait, yang dulunya adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Kita lihat dulu. Kita belum bisa bicara terkait hal itu. Kita lihat dulu kemungkinan dampaknya, terutama terkait dengan eksistensi kelembagaan dan sebagainya, harus kita lihat,” ungkap Heru usai menghadiri acara Akad Massal 26.000 KPR FLPP di Cileungsi, Kabupaten Bogor, pada Senin (29/9/2025), seperti dikutip dari Antaranews.
BP Tapera menghormati keputusan MK terkait kepesertaan Tapera. Ke depannya, BP Tapera akan berupaya mencari solusi agar program ini tetap berjalan tanpa memberatkan masyarakat. “Nantikan kita lakukan, bagaimana supaya Tapera ini bisa berjalan, tapi tidak menjadi beban bagi rakyat, bagi masyarakat. Bagaimana ke depan bisa ada pembiayaan-pembiayaan kreatif yang bisa kita upayakan,” pungkas Heru.
Keputusan MK ini tentu menjadi sorotan utama. Lantas, apa yang mendasari putusan tersebut?
UU Tapera Bertentangan dengan UUD 1945
Ketua MK, Suhartoyo, menjelaskan bahwa Pasal 7 ayat (1) UU Tapera bertentangan dengan konstitusi, sehingga berdampak pada pasal-pasal lainnya dalam UU tersebut. Pasal tersebut mewajibkan setiap pekerja dan pekerja mandiri dengan penghasilan minimal sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera.
“Menyatakan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang, sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman,” tegas Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Namun, perlu dicatat bahwa UU Tapera dinyatakan tetap berlaku, dengan catatan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu maksimal 2 tahun sejak putusan diucapkan.
Tabungan yang Bersifat Wajib Tak Sesuai Konsep
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan bahwa hubungan hukum antara masyarakat dan lembaga keuangan seharusnya dibangun berdasarkan kepercayaan dan kesepakatan bersama. Unsur kesukarelaan dan persetujuan menjadi fondasi penting dalam pembentukan hukum dan konteks penyimpanan dana. Sementara itu, Pasal 7 ayat (1) UU Tapera mewajibkan pekerja dan pekerja mandiri berpenghasilan minimal upah minimum menjadi peserta.
MK menilai bahwa penyematan istilah “tabungan” dalam program Tapera menimbulkan persoalan, karena diikuti dengan unsur pemaksaan melalui kata “wajib.” “Sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas,” kata Saldi Isra.
Lebih lanjut, Tapera tidak termasuk dalam kategori “pungutan lain” yang bersifat memaksa, sebagaimana dimaksud Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 ataupun dalam kategori “pungutan resmi lainnya”. “Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan pemohon,” tandasnya.
Selain itu, MK juga menyoroti potensi tumpang tindih dan beban ganda yang mungkin timbul, mengingat berbagai alternatif dan akses pembiayaan perumahan yang sudah tersedia bagi berbagai kelompok pekerja dan warga negara. Sifat wajib dalam Pasal 7 ayat (1) UU Tapera juga dinilai tidak proporsional karena diberlakukan tanpa membedakan pekerja yang sudah memiliki rumah atau belum.
Ringkasan
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi UU Tapera, membatalkan kewajiban pekerja menjadi peserta dan membayar iuran 3% dari gaji. Keputusan ini didasari pertimbangan bahwa UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 karena mewajibkan tabungan yang seharusnya bersifat sukarela, serta berpotensi menimbulkan tumpang tindih pembiayaan perumahan.
BP Tapera menghormati keputusan MK dan akan berkoordinasi dengan Kementerian PKP untuk mencari solusi agar program tetap berjalan tanpa membebani masyarakat. UU Tapera tetap berlaku, namun harus dilakukan penataan ulang dalam waktu maksimal 2 tahun sejak putusan diucapkan. BP Tapera akan mengupayakan pembiayaan kreatif agar Tapera bisa berjalan tanpa bersifat memaksa.









