Mengawali tahun 2026 dengan kontroversi, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang baru saja diteken oleh Presiden Prabowo Subianto menuai kritik tajam. Dadan Sudiana, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Barat, menyatakan keprihatinannya. Aturan ini dinilai berpotensi besar menekan laju kenaikan upah buruh, mengundang kekhawatiran di kalangan pekerja di seluruh Jawa Barat.
Ditandatangani pada Selasa malam, 16 Desember 2025, beleid tersebut mengatur formula perhitungan upah minimum 2026. Komponen utamanya meliputi pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan sebesar 5,04 persen, inflasi 2,65 persen, serta sebuah indeks tertentu atau ‘alfa’ dengan rentang nilai 0,5 hingga 0,9. Formula inilah yang kini menjadi sorotan utama dan pemicu protes.
Dadan menggarisbawahi kekhawatiran utamanya: penggunaan indeks ‘alfa’ tersebut justru akan memangkas besaran kenaikan upah yang seharusnya diterima buruh. “Jika pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, berarti kenaikannya hanya sekitar 4 persen setelah dikurangi indeks tertentu. Ini sangat memprihatinkan, mengingat tahun sebelumnya kenaikan upah mencapai 6,5 persen. Artinya, ada penurunan signifikan dalam persentase kenaikan upah,” jelas Dadan saat dihubungi pada Rabu, 17 Desember 2025. Situasi ini, menurutnya, menciptakan ketidakpastian yang besar bagi masa depan ekonomi para pekerja.
Ia melanjutkan, seharusnya angka indeks tertentu tidak pernah ditetapkan di bawah satu. Penetapan di bawah satu secara matematis akan mengurangi nilai kenaikan upah secara substansial. “Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan jelas mengamanatkan bahwa nilai indeks tertentu itu harus sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL), bukan malah menguranginya,” tegas Dadan, menekankan pentingnya kepastian dan keadilan bagi pekerja.
Isu kesejahteraan buruh memang multifaset, tidak hanya terfokus pada upah. Potret beragamnya perjuangan buruh juga terlihat dari berita tentang kompensasi untuk 1.004 buruh tani di Situbondo yang mendapatkan seekor sapi dan sepasang domba sebagai dampak pembangunan bandara militer, menunjukkan bahwa pendekatan terhadap kesejahteraan buruh bisa bervariasi sesuai konteks dan lokasi, namun fokus pada upah minimum tetap menjadi agenda utama bagi SPN Jabar.
Ketidakpuasan terhadap kebijakan pengupahan ini telah memicu gelombang protes. Sebelumnya, ratusan buruh yang tergabung dalam SPN Jabar menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, pada Selasa, 16 Desember 2025, bertepatan dengan hari penandatanganan PP tersebut.
Dalam demonstrasi tersebut, SPN Jabar dengan tegas menuntut agar kenaikan upah minimum tahun 2026 tidak lebih rendah dari kenaikan tahun sebelumnya. Dadan menambahkan, hingga kini, situasi buruh masih diselimuti ketidakpastian. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan serikat, kenaikan upah minimum idealnya berada di kisaran 8,5 hingga 10,5 persen. “Tuntutan kami adalah minimal sama dengan tahun kemarin. Kami telah menghitung bahwa kenaikan yang layak adalah 8,5 persen sampai 10,5 persen,” pungkasnya, menegaskan harapan dan desakan para pekerja untuk kebijakan yang lebih pro-buruh dan menjamin kesejahteraan.








