TOKYO, KOMPAS.TV – Jepang mencatat sejarah baru. Parlemen negeri sakura itu secara resmi memilih Sanae Takaichi, seorang politikus konservatif, sebagai Perdana Menteri, menggantikan Shigeru Ishiba pada Selasa (21/10/2025). Dengan demikian, Takaichi menjadi perdana menteri perempuan pertama dalam sejarah panjang Jepang.
Penetapan Takaichi sebagai perdana menteri tak lepas dari keberhasilan partainya, Partai Demokrat Liberal (LDP), membangun koalisi solid dengan Partai Inovasi Jepang (JIP) yang berhaluan kanan. Koalisi ini sekaligus mengakhiri periode ketidakpastian politik yang melanda Jepang setelah LDP mengalami kekalahan dalam pemilihan majelis tinggi pada Juli lalu.
Kekuatan oposisi yang tidak terkonsolidasi menjadi faktor utama yang melancarkan jalan koalisi LDP dan JIP di parlemen. Meskipun demikian, koalisi ini belum sepenuhnya menggenggam suara mayoritas. Situasi ini mengindikasikan bahwa perdebatan sengit dengan pihak oposisi masih akan mewarnai proses legislasi ke depan.
Menjelang dimulainya pemerintahan barunya, Takaichi menekankan pentingnya stabilitas politik dalam acara seremonial bersama mitra koalisinya pada Senin (20/10/2025). “Stabilitas politik sangat penting saat ini. Tanpa stabilitas, kita tidak bisa mendorong kebijakan untuk mewujudkan ekonomi atau diplomasi yang kuat,” tegas Takaichi, seperti dikutip Associated Press.
Di tengah euforia terpilihnya perdana menteri wanita pertama, penting untuk menelisik rekam jejak politik Takaichi. Walaupun menjadi perempuan pertama yang memimpin Jepang, Takaichi tidak dikenal sebagai tokoh yang vokal memperjuangkan kesetaraan atau keberagaman gender.
Sebaliknya, perempuan berusia 64 tahun ini justru dikenal sebagai anak didik mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, yang tragisnya dibunuh pada tahun 2022. Takaichi juga dikenal luas karena pandangan revisionisnya dan sering mengunjungi Kuil Yasukuni, sebuah tempat yang sarat kontroversi karena dianggap sebagai simbol persetujuan atas agresi Jepang selama Perang Dunia Kedua.
Selain itu, Sanae Takaichi merupakan pendukung setia tradisi suksesi Kekaisaran Jepang yang hanya diperuntukkan bagi laki-laki. Ia juga menolak wacana untuk mengizinkan pasangan suami istri memiliki nama keluarga yang berbeda.
Ajaib, Pria Ini Selamat usai Bergulat dengan Beruang saat Jogging di Hutan Jepang. Terlepas dari tantangan dan kontroversi yang mungkin menyertainya, terpilihnya Sanae Takaichi sebagai perdana menteri menandai babak baru dalam sejarah politik Jepang. Perjalanan kepemimpinannya akan menjadi sorotan, terutama dalam menghadapi isu-isu kompleks baik di dalam maupun luar negeri.
Ringkasan
Sanae Takaichi terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang, menjadi wanita pertama yang menduduki jabatan tersebut. Kemenangannya diraih berkat koalisi antara Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Partai Inovasi Jepang (JIP), mengakhiri periode ketidakpastian politik setelah kekalahan LDP dalam pemilihan majelis tinggi.
Meskipun bersejarah, Takaichi tidak dikenal sebagai pejuang kesetaraan gender. Ia merupakan anak didik Shinzo Abe dan dikenal dengan pandangan konservatifnya, termasuk dukungan terhadap tradisi suksesi kekaisaran yang hanya diperuntukkan bagi laki-laki dan penolakannya terhadap izin penggunaan nama keluarga yang berbeda bagi pasangan suami istri.









