POLITIKUS PDI Perjuangan, Guntur Romli, melontarkan kritik keras terhadap pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Ia menilai langkah ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat Reformasi 1998 yang diperjuangkan dengan susah payah.
Guntur Romli menegaskan bahwa partainya secara tegas menolak pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto. “Bagi kami, pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto itu sama saja dengan pengkhianatan terhadap Reformasi 1998,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Selasa, 11 November 2025.
Lebih lanjut, Guntur menjelaskan bahwa PDIP mendukung pemberian gelar pahlawan kepada tokoh-tokoh lain yang dianggap berjasa bagi bangsa dan negara, seperti mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah. Namun, nama Soeharto menjadi pengecualian yang tidak bisa diterima.
“Bagaimana mungkin sosok yang telah digulingkan oleh rakyat Indonesia tiba-tiba disebut pahlawan?” tanya Guntur, menyuarakan keheranannya atas keputusan tersebut. Ia menyoroti ironi yang terjadi ketika Soeharto disejajarkan sebagai pahlawan dengan Marsinah dan Gus Dur, yang justru menjadi korban kekerasan dan penindasan selama masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. “Pelaku dan korbannya sama-sama ditempatkan sebagai pahlawan?” imbuhnya.
Menurut Guntur, negara seharusnya terlebih dahulu mengadili Soeharto atas dugaan kasus korupsi dan pelanggaran berat hak asasi manusia yang terjadi selama masa pemerintahannya.
Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dilakukan bersamaan dengan sembilan tokoh lainnya pada peringatan Hari Pahlawan, Senin, 10 November 2025. Presiden Prabowo Subianto secara langsung menyerahkan gelar tersebut kepada para ahli waris penerima dalam sebuah upacara di Istana Kepresidenan Jakarta.
Keputusan ini menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil. Mereka menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto seharusnya tidak memberikan gelar tersebut kepada mantan mertuanya, mengingat catatan kelam Soeharto selama 32 tahun berkuasa.
Menanggapi berbagai tuduhan yang dilayangkan kepada mantan presiden Soeharto, putri sulungnya, Siti Hardijanti Rukmana atau akrab disapa Tutut Soeharto, menyatakan bahwa keluarganya tidak merasa perlu untuk membela diri. Ia meyakini bahwa masyarakat kini semakin cerdas dalam melihat dan menilai jasa-jasa Soeharto selama memimpin Indonesia.
“Saya rasa rakyat juga makin pintar. Jadi, bisa melihat apa yang Soeharto lakukan, dan bisa menilai sendiri ya. Kami tidak perlu membela diri atau bagaimana,” ujar Tutut usai menghadiri Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 10 November 2025.
Ringkasan
Politisi PDIP, Guntur Romli, mengecam pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto, menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap Reformasi 1998. PDIP mendukung pemberian gelar pahlawan kepada tokoh lain seperti Gus Dur dan Marsinah, namun menolak Soeharto karena rekam jejaknya, dan mempertanyakan bagaimana bisa seorang yang digulingkan rakyat tiba-tiba menjadi pahlawan.
Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bersamaan dengan sembilan tokoh lain pada Hari Pahlawan memicu kritik dari masyarakat. Putri Soeharto, Tutut Soeharto, menanggapi kritik tersebut dengan menyatakan bahwa keluarga tidak merasa perlu membela diri, karena ia yakin masyarakat dapat menilai jasa-jasa Soeharto sendiri.








