Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan pada Senin, 13 Oktober 2025, bahwa dirinya tidak akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perdamaian internasional mengenai Gaza yang akan diselenggarakan di Sharm el-Sheikh, Mesir, di tepi Laut Merah. Informasi ini dilansir oleh kantor berita Anadolu.
Menurut pernyataan resmi dari kantor Netanyahu, undangan untuk menghadiri KTT perdamaian Gaza di Mesir tersebut datang langsung dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
“Perdana Menteri (Israel) berterima kasih kepada Presiden Trump atas undangannya, tetapi menyatakan bahwa ia tidak dapat hadir karena acara tersebut berdekatan dengan awal liburan (Yahudi),” demikian bunyi pernyataan tersebut. Netanyahu juga menyampaikan apresiasinya kepada Trump “atas upayanya untuk memperluas lingkaran perdamaian – perdamaian melalui kekuatan.”
Ketidakhadiran Netanyahu juga telah dikonfirmasi oleh Kepresidenan Mesir. Sebelumnya, Mesir mengumumkan bahwa Netanyahu dan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dijadwalkan hadir dalam KTT perdamaian tersebut dengan tujuan “mengkonsolidasikan perjanjian gencatan senjata untuk menghentikan perang di Gaza, dan menegaskan komitmen mereka terhadapnya.”
Ketidakhadiran Netanyahu terjadi di tengah sorotan internasional yang semakin intensif terhadap dirinya, terutama sejak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya pada 21 November 2024.
ICC menuduh Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant melakukan kejahatan perang, termasuk penggunaan kelaparan sebagai metode peperangan dan dengan sengaja mengarahkan serangan terhadap warga sipil Palestina di Gaza. Selain itu, mereka juga dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya, yang diduga dilakukan antara 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024.
ICC, yang berpusat di Den Haag, memiliki yurisdiksi untuk mengadili individu yang dituduh melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mesir sendiri telah menandatangani Statuta Roma, perjanjian yang membentuk ICC, pada Desember 2000, namun belum meratifikasinya. Hal ini berarti bahwa meskipun Mesir mengakui perjanjian pendirian ICC, negara tersebut tidak terikat secara hukum oleh yurisdiksinya dan memiliki opsi untuk mengabaikan surat perintah penangkapan Netanyahu, seperti yang dilaporkan oleh laman berita Egyptian Street.
Lebih dari 20 pemimpin dunia diperkirakan akan menghadiri KTT Sharm el-Sheikh, yang akan dipimpin bersama oleh Trump dan Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi.
Mesir menyatakan bahwa KTT ini bertujuan “untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza, meningkatkan upaya untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah, dan mengawali babak baru keamanan dan stabilitas regional.”
Tahap pertama perjanjian gencatan senjata Gaza mulai berlaku pada hari Jumat, yang merupakan bagian dari rencana Trump untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama dua tahun di wilayah tersebut.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah menyebabkan lebih dari 67.800 warga Palestina di Gaza kehilangan nyawa. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak, yang mengakibatkan kondisi wilayah tersebut menjadi sangat memprihatinkan dan sebagian besar tidak layak huni.
Di tengah upaya mencari solusi damai untuk konflik Gaza, sebuah perkembangan mengejutkan datang dari Presiden Trump yang mengubah proposal damai Gaza demi kepentingan Israel. Informasi ini sebelumnya telah menjadi sorotan dan menjadi perhatian para pemimpin Timur Tengah.
Ringkasan
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak undangan untuk menghadiri KTT perdamaian Gaza di Sharm el-Sheikh, Mesir, yang diinisiasi oleh Presiden AS Donald Trump. Alasan penolakan ini adalah karena acara tersebut berdekatan dengan liburan Yahudi. Meskipun demikian, Netanyahu menyampaikan apresiasinya kepada Trump atas upayanya dalam mencari perdamaian.
Ketidakhadiran Netanyahu terjadi di tengah sorotan internasional terhadapnya, terutama sejak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait konflik di Gaza. KTT tersebut bertujuan untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza dan mengupayakan perdamaian di Timur Tengah, namun ketidakhadiran Netanyahu menimbulkan pertanyaan tentang masa depan upaya perdamaian tersebut.








