BALKOT, KOMPAS.com – Gelombang unjuk rasa di Nepal mencapai puncaknya pada Selasa (9/9/2025) ketika massa menyerbu dan membakar rumah pribadi mantan Perdana Menteri KP Sharma Oli, serta merusak kediaman mantan Presiden Ram Chandra Poudel. Aksi demonstrasi ini dipicu oleh pemblokiran 26 platform media sosial oleh pemerintah dan kemarahan publik yang mendalam terhadap korupsi yang melibatkan para pejabat.
Kemarahan publik di Nepal memang telah membara sejak Jumat (5/9/2025), menyusul keputusan pemerintah untuk memblokir akses ke sejumlah platform media sosial. Namun, akar masalahnya jauh lebih dalam, yakni akumulasi kekecewaan terhadap praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara.
Menurut laporan Times of India, massa yang marah di Kota Balkot bahkan nekat membakar rumah pribadi Oli. Pada saat kejadian, Oli yang baru saja mengundurkan diri dari jabatannya sedang berada di rumah dinas. Para demonstran menuntut pertanggungjawaban Oli atas jatuhnya korban jiwa dalam aksi demo yang hingga saat ini telah merenggut 22 nyawa.
Tidak hanya kediaman mantan perdana menteri yang menjadi sasaran amuk massa. Media setempat melaporkan bahwa kediaman mantan Presiden Poudel di Bohoratpur juga tak luput dari serangan. Massa merusak properti dan melemparkan potret Poudel ke tangga sebagai bentuk protes.
Selain kediaman para pejabat tinggi negara, kantor pusat Kongres Nepal di wilayah Sanepa juga menjadi sasaran kemarahan massa. Gedung tersebut dibakar, menambah daftar panjang kerusakan akibat kerusuhan ini.
Gelombang amuk massa juga menyasar bangunan pemerintah lainnya, termasuk rumah mantan Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak di Naikap, Kathmandu. Para pengunjuk rasa, yang didominasi oleh anak muda, juga melempari rumah Menteri Komunikasi Prithvi Subba Gurung di Sunakothi, Distrik Lalitpur, dengan batu.
Prithvi Subba Gurung merupakan sosok kontroversial di balik pemblokiran media sosial. Ia memerintahkan pemblokiran tersebut dengan alasan platform-platform tersebut belum mendaftar ke Kementerian Informasi dan Teknologi. Pemerintah Nepal berdalih bahwa pendaftaran media sosial diperlukan untuk mencegah penyebaran identitas palsu, ujaran kebencian, dan kejahatan siber lainnya.
Namun, bagi generasi muda Nepal, pemblokiran media sosial bukan hanya sekadar hilangnya hiburan digital. Mereka merasa bahwa identitas mereka telah dihapus dan kebebasan berekspresi mereka telah dirampas. Beberapa platform media sosial populer yang diblokir meliputi Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, Snapchat, Pinterest, X (sebelumnya Twitter), dan aplikasi-aplikasi buatan Tencent, perusahaan teknologi raksasa asal China.
Selain isu pemblokiran media sosial, amarah massa juga dipicu oleh gaya hidup mewah para pejabat, terutama anak-anak mereka yang kerap disebut “Nepo Kids”. Di tengah kesulitan ekonomi yang dihadapi rakyat, para “Nepo Kids” ini gemar memamerkan kemewahan dan kekayaan mereka, yang semakin memperburuk rasa ketidakadilan di masyarakat. Fenomena ini menjadi bahan bakar tambahan bagi kobaran amarah yang telah lama terpendam.
Situasi demonstrasi yang berubah menjadi kerusuhan ini semakin meluas dan menjalar ke berbagai kota di Nepal, tidak hanya terpusat di Kathmandu.
Selain rumah para pejabat dan gedung pemerintah, Menteri Keuangan Bishnu Paudel juga dilaporkan menjadi sasaran pengeroyokan massa. Bentrokan antara polisi dan demonstran semakin memperparah kondisi yang sudah sangat tegang.
Menanggapi situasi yang semakin memburuk, Oli mengundang semua partai politik untuk bertemu pada pukul 18.00 waktu setempat pada hari Selasa. Tujuannya adalah untuk meredakan ketegangan dan menyerukan ketenangan kepada masyarakat.
“Saya sedang berdiskusi dengan partai-partai terkait untuk menilai situasi dan mengambil kesimpulan. Untuk itu, saya mengadakan pertemuan partai pada pukul 18.00 hari ini. Saya sangat memohon saudara-saudara sekalian tetap tenang di situasi sulit ini,” ujarnya.
Bahkan, dalam aksi demonstrasi ini, sempat terlihat bendera One Piece berkibar, menjadi simbol perlawanan generasi Z terhadap ketidakadilan dan penindasan. Hal ini menunjukkan bahwa demonstrasi di Nepal bukan hanya sekadar masalah politik, tetapi juga mencerminkan aspirasi dan semangat perlawanan dari generasi muda yang menginginkan perubahan.
Ringkasan
Gelombang unjuk rasa besar melanda Nepal, memuncak dengan pembakaran rumah mantan Perdana Menteri KP Sharma Oli dan perusakan kediaman mantan Presiden Ram Chandra Poudel. Aksi ini dipicu oleh pemblokiran 26 platform media sosial oleh pemerintah serta kemarahan publik terhadap korupsi dan gaya hidup mewah para pejabat.
Selain kediaman pejabat tinggi, kantor pusat Kongres Nepal dan rumah mantan menteri juga diserang. Demonstrasi, yang didominasi anak muda, meluas ke berbagai kota dan melibatkan bentrokan dengan polisi. Oli mengundang semua partai politik untuk berdiskusi dan meredakan ketegangan.








