News Stream Pro – Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, kini menjadi sorotan tajam publik dan pemerintah pusat. Keberangkatannya untuk menunaikan ibadah umrah dinilai sangat kontroversial, sebab ia meninggalkan wilayahnya yang sedang porak-poranda dilanda banjir dan longsor. Tindakan ini memicu gelombang kritik keras, mengingat status darurat bencana yang masih berlangsung di Aceh Selatan dan sebagian besar wilayah Sumatera.
Situasi darurat ini semakin pelik karena sebelumnya Mirwan MS sendiri telah menandatangani surat resmi, menyatakan ketidaksanggupan Aceh Selatan dalam menangani bencana tanpa uluran bantuan dari pemerintah provinsi dan pusat. Kontras yang mencolok ini membuat kepergiannya viral, mempertanyakan komitmennya sebagai pemimpin di tengah penderitaan warganya.
Di tengah badai kritik, Mirwan membantah tudingan mengabaikan rakyatnya, berdalih bahwa keberangkatannya merupakan nazar pribadi yang telah ia tunaikan setelah penanganan bencana. Namun, pembelaannya langsung dipatahkan oleh fakta dari pusat. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian secara tegas meminta klarifikasi, mengingat izin umrah Mirwan ternyata telah ditolak oleh gubernur setempat dan juga tidak disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, mengonfirmasi bahwa “Yang bersangkutan tidak ada izin (untuk pergi umrah),” sebagaimana dikutip dari Kompas.com pada Jumat, 5 Desember 2025. Penolakan izin ini sudah tertuang dalam surat resmi, mengingat status darurat bencana yang meliputi seluruh Aceh, termasuk Aceh Selatan. Ironisnya, di saat yang sama, sejumlah negara dan lembaga asing turut menyatakan kesediaan mereka untuk membantu meringankan beban korban banjir Sumatera, menunjukkan skala bencana yang membutuhkan koordinasi maksimal dari seluruh elemen pemerintah.
Kini, seluruh mata publik tertuju pada konsekuensi yang akan diambil oleh pemerintah pusat terhadap Mirwan MS. Keputusan nekatnya untuk tetap berangkat tanpa izin di tengah situasi kritis ini telah membuka babak baru dalam perjalanan karier politiknya. Sejumlah fakta krusial yang menyelimuti keberangkatan Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, saat wilayahnya dilanda banjir besar, mulai terkuak satu per satu, membentuk gambaran jelas mengenai nasib yang menantinya.
Nasib Politik Bupati Mirwan MS Pasca-Umrah di Tengah Banjir Sumatera
Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, kini terperosok ke dalam pusaran konsekuensi panjang yang mengancam karier politiknya, setelah keputusannya berangkat umrah saat wilayahnya luluh lantak diterjang banjir besar di Sumatera. Mulai dari pencopotan jabatan strategis di partai, ancaman sanksi berat dari Kemendagri, hingga penyelidikan mendalam terhadap aliran dana umrahnya, masa depan politiknya kini berada di ujung tanduk.
Keputusan Mirwan untuk meninggalkan daerah saat krisis juga menjadi sorotan tajam, terutama saat kondisi korban banjir Sumatera yang menghadapi krisis air bersih, kepungan sampah, dan ancaman serius berbagai penyakit menular. Realitas pahit ini semakin menegaskan urgensi kehadiran seorang pemimpin di lapangan.
1. Mirwan MS Dicopot dari Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan
Dampak pertama yang langsung terasa adalah keputusan tegas dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra yang secara resmi mencabut jabatan Mirwan MS sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan. Keputusan penting ini diambil setelah Mirwan, yang juga menjabat sebagai Bupati Aceh Selatan, kedapatan tetap berangkat umrah di saat daerahnya dirundung bencana banjir dan longsor. Sekjen Gerindra, Sugiono, menyampaikan kekecewaannya yang mendalam, menilai tindakan Mirwan tidak mencerminkan sikap dan kepemimpinan yang diharapkan dari seorang kepala daerah sekaligus kader partai. Oleh karena itu, Gerindra memutuskan untuk memberhentikan Mirwan dari seluruh jabatan struktural partai di tingkat kabupaten, seperti yang dilansir dari Kompas.com pada Jumat, 5 Desember 2025.
2. Terancam Sanksi Fatal dari Kementerian Dalam Negeri
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, tidak ragu melabeli keputusan Bupati Aceh Selatan, Mirwan, sebagai “kesalahan besar” atau “kesalahan fatal” lantaran tetap berangkat umrah di tengah kondisi darurat bencana. Bima Arya, dikutip dari Kompas.com pada Senin, 8 Desember 2025, dengan tegas menyatakan bahwa seorang bupati, wali kota, dan gubernur merupakan pemimpin utama yang wajib berada di garda terdepan bersama jajaran Kapolres dan Dandim saat wilayah mereka menghadapi bencana. Peran krusial kepala daerah adalah mengoordinasikan seluruh langkah darurat guna memastikan penanganan bencana berjalan efektif dan cepat.
Di tengah kompleksitas penanganan bencana, para pakar dari UGM sebelumnya telah mengungkapkan beragam penyebab banjir di Sumatera, mulai dari dosa ekologis hingga anomali siklon, yang semuanya memerlukan respons terkoordinasi. Bahkan, Presiden Prabowo pun telah menyetujui bantuan signifikan berupa Rp 60 juta per rumah untuk pengungsi banjir Sumatera, menandakan seriusnya perhatian pemerintah pusat terhadap penanganan dampak bencana.
Bima Arya menambahkan bahwa Kemendagri dapat menjatuhkan sanksi jika Mirwan terbukti melanggar aturan yang berlaku selama masa tanggap darurat. Ia kembali menekankan betapa fatalnya tindakan tersebut, mengingat urgensi peran kepala daerah dalam mengambil keputusan strategis di tengah kondisi yang membutuhkan respons cepat. Kini, Kemendagri tengah melakukan pemeriksaan mendalam, mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan regulasi tersebut, Bima menjelaskan bahwa sanksi yang mungkin dikenakan bervariasi, mulai dari teguran, peringatan, pemberhentian sementara, hingga sanksi terberat berupa pemberhentian tetap. Jika sanksi terakhir dipilih, Kemendagri akan mengajukannya kepada Mahkamah Agung. Meski demikian, Bima meminta publik untuk bersabar menunggu hasil pemeriksaan resmi yang masih berlangsung.
3. Penelusuran Dana Umrah Bupati Aceh Selatan oleh Kemendagri
Tidak hanya soal izin dan tanggung jawab, Kementerian Dalam Negeri juga kini menyoroti aspek finansial dari perjalanan umrah Bupati Mirwan. Menurut laporan Kompas.TV, Wamendagri Bima Arya Sugiarto menekankan bahwa sumber biaya keberangkatan umrah Bupati Mirwan menjadi fokus utama penyelidikan. “Apakah benar ini ibadah umrah, pergi dengan siapa, dan pembiayaannya dari mana, itu semua penting,” ujarnya di Kompleks Parlemen pada Senin, 8 Desember 2025.
Penelusuran dana ini menjadi krusial di tengah upaya berbagai pihak, termasuk sektor swasta seperti JNE yang menggratiskan ongkir bantuan hingga 10 Desember, untuk membantu para korban. Di sisi lain, isu-isu lingkungan seperti asal-usul gelondongan kayu di aliran banjir Sumatera, sebagaimana disorot oleh Menteri Lingkungan Hidup, menambah daftar panjang permasalahan yang seharusnya menjadi prioritas utama penanganan bencana di daerah.
Bima menyebut pemeriksaan tidak hanya berhenti pada Mirwan, tetapi Inspektorat Jenderal Kemendagri juga akan meminta keterangan dari seluruh pihak yang terlibat dalam keberangkatan tersebut, sebuah langkah komprehensif serupa yang pernah dilakukan saat memeriksa kasus Bupati Indramayu sebelumnya. Ia menambahkan, penyelidikan ini diperkirakan akan memakan waktu beberapa hari sebelum Kemendagri menetapkan keputusan akhir terkait kasus yang menarik perhatian nasional ini.
Dengan demikian, Bupati Mirwan MS kini menghadapi persimpangan jalan dalam karier politiknya. Keputusan nekatnya telah memicu rentetan konsekuensi serius yang tidak hanya mencoreng reputasi pribadinya tetapi juga mengancam posisinya sebagai kepala daerah. Publik kini menanti ketegasan pemerintah pusat dalam menegakkan aturan demi akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat.
(Sumber: Kompas.com/ Penulis: Irfan Kamil, Adhyasta Dirgantara, Fika Nurul Ulya | Editor: Dita Angga Rusiana, Dani Prabowo, Robertus Belarminus)









