News Stream Pro – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim. Keputusan ini diumumkan oleh Hakim Tunggal I Ketut Darpawan, yang menyatakan bahwa proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook adalah sah.
“Menolak permohonan praperadilan pemohon,” tegas Hakim Tunggal I Ketut Darpawan saat membacakan amar putusan di ruang sidang Oemar Seno Adji PN Jaksel, pada Senin (13/10). Putusan ini sekaligus memperkuat langkah Kejagung dalam mengusut dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri tersebut.
Hakim berpendapat bahwa Kejagung telah memiliki dasar bukti yang cukup dalam melakukan penyidikan. Proses pengumpulan bukti-bukti tersebut, menurut hakim, telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, sehingga penyidikan tersebut sah secara hukum. “Hakim Praperadilan berpendapat penyidikan yang dilakukan oleh termohon untuk mengumpulkan bukti-bukti agar menjadi terang tindak pidana guna menemukan tersangka sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” lanjutnya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Nadiem Makarim, yang dipimpin oleh Hotman Paris, telah mengajukan permohonan praperadilan dengan mempersoalkan alat bukti yang digunakan Kejagung dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Mereka berargumentasi bahwa penetapan tersangka tersebut tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. “Penetapan Tersangka terhadap Pemohon sebagaimana tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 a.n. Nadiem Anwar Makarim tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” ungkap tim kuasa hukum Nadiem di PN Jaksel, Jumat (3/10).
Selain mempersoalkan alat bukti, tim kuasa hukum juga berupaya menunjukkan bahwa tidak ada kerugian negara dalam pengadaan laptop Chromebook ini. Mereka mengacu pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek yang tidak menemukan indikasi kerugian negara. “Hasil audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2020-2022 yang dilakukan BPKP dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek tidak menemukan adanya indikasi kerugian negara yang diakibatkan oleh Perbuatan Melawan Hukum,” papar mereka.
Argumentasi tersebut diperkuat dengan laporan keuangan Kemendikbudristek tahun anggaran 2019 hingga 2022 yang secara berturut-turut memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini WTP ini tercantum dalam Undang-Undang Pertanggungjawaban APBN Tahun Anggaran 2019-2022.
Dengan demikian, tim kuasa hukum berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim seharusnya didasarkan pada hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang nyata oleh BPKP. “Padahal, Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang bersifat nyata (actual loss) tersebut merupakan syarat mutlak sebagai salah satu dari dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014 sehingga Penetapan Tersangka terhadap Pemohon harus dinyatakan tidak sah dan tidak mengikat secara hukum,” tegas kuasa hukum.
Permohonan praperadilan ini diajukan setelah Nadiem Anwar Makarim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022. Program ini melibatkan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Kejagung menemukan bahwa pengadaan laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook, yang dinilai tidak efektif untuk menunjang pembelajaran di daerah 3T karena keterbatasan akses internet.
Selain Nadiem, Kejagung juga telah menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Mulyatsyah (Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021), Sri Wahyuningsih (Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021), Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek), serta Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek).
Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun. Kerugian ini terdiri dari dugaan penyimpangan pada pengadaan item software berupa Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp 480 miliar dan praktik mark up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.
Ringkasan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem Makarim terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Hakim menilai proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menetapkan Nadiem sebagai tersangka adalah sah dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Sebelumnya, kuasa hukum Nadiem Makarim mempersoalkan alat bukti yang digunakan Kejagung dan mengklaim tidak ada kerugian negara dalam pengadaan tersebut, merujuk pada hasil audit BPKP dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek. Kasus ini terkait Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022 yang melibatkan pengadaan laptop untuk sekolah-sekolah, dan Kejagung menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 1,98 triliun.








