PRESIDEN Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas yang krusial untuk membahas penanganan banjir di wilayah Sumatra. Pertemuan yang melibatkan sejumlah menteri dari Kabinet Merah Putih ini berlangsung di kediaman Presiden di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Rapat di akhir pekan tersebut digelar dengan tujuan utama memastikan percepatan respons terhadap bencana yang melanda beberapa provinsi di Sumatra. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang turut hadir dalam pertemuan, menegaskan bahwa Presiden menuntut laporan yang paling terkini dan terperinci dari seluruh jajaran terkait situasi di lapangan, khususnya di daerah-daerah yang masih terisolasi di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
“Bapak Presiden ingin mendapatkan laporan dari seluruh jajaran mengenai update penanganan tanggap darurat bencana yang menimpa saudara-saudara kita di Provinsi Aceh, Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi Sumatera Barat,” ungkap Prasetyo dalam keterangan resminya, Sabtu, 6 Desember 2025, menyoroti urgensi informasi dari wilayah terdampak.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Prabowo langsung menginstruksikan seluruh jajaran terkait untuk memprioritaskan pemulihan akses jalur darat. Selain itu, percepatan suplai logistik, terutama bahan bakar minyak (BBM), juga menjadi perhatian utama mengingat distribusinya sempat terhambat parah akibat putusnya sejumlah ruas jalan dan jembatan vital. “Bapak Presiden langsung memberikan petunjuk untuk mempercepat daerah-daerah yang masih terisolasi, kemudian juga mempercepat untuk distribusi BBM yang karena beberapa jalur terputus, sehingga distribusi terganggu,” jelas Prasetyo.
Tak hanya itu, Presiden Prabowo turut menyoroti kebutuhan mendesak untuk memulihkan pasokan listrik, yang merupakan salah satu layanan vital bagi masyarakat terdampak. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, secara khusus diminta untuk mengambil tindakan cepat agar pemulihan jaringan listrik dapat diselesaikan dalam waktu singkat. “Tadi ada Dirut PLN, Presiden meminta untuk dalam dua hari ke depan diharapkan seluruh wilayah di tiga provinsi listrik sudah bisa menyala,” kata Prasetyo.
Langkah cepat Presiden ini mencerminkan kesadaran akan urgensi penanganan bencana, sekaligus upaya proaktif untuk meminimalisasi potensi celah yang kerap muncul dalam respons darurat di masa lalu. Prasetyo menambahkan bahwa Presiden Prabowo akan terus memantau situasi lapangan dari waktu ke waktu, serta memastikan kesiapan untuk kembali meninjau daerah terdampak jika kondisi diizinkan. “Jika memungkinkan, Bapak Presiden ada keinginan untuk kembali berkunjung ke daerah terdampak bencana. Nanti kami lihat situasinya,” ujarnya.
Di tengah upaya pemerintah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan data korban meninggal akibat bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, yang hampir menyentuh angka 1.000 jiwa per Sabtu sore, 6 Desember 2025.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, memaparkan bahwa temuan terbaru ini adalah hasil operasi pencarian dan pertolongan yang dikoordinasikan oleh Basarnas bersama tim gabungan di ketiga provinsi. “Inalillahi wa inailihi roji’un, tentu saja simpati yang sangat mendalam kepada para korban. Hari ini, Sabtu 6 Desember 2025, jumlah korban meninggal secara total itu 914 jiwa,” kata Abdul Muhari dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube BNPB Indonesia pada tanggal yang sama.
Angka tragis ini menunjukkan penambahan 47 jiwa dari total kematian 867 jiwa yang dirilis sehari sebelumnya. Abdul menegaskan bahwa BNPB akan terus mengoptimalkan dan mempercepat operasi pencarian dan pertolongan untuk meminimalkan jumlah korban hilang. Rincian korban meninggal tercatat sebanyak 359 jiwa di Provinsi Aceh, 329 jiwa di Sumatra Utara, dan 226 jiwa di Sumatra Barat. Selain itu, BNPB juga mencatat total korban hilang dari tiga provinsi tersebut mencapai 389 jiwa.
Di tengah upaya masif penanganan bencana dan pencarian korban, isu lain terkait tata kelola dan akuntabilitas juga mencuat, menunjukkan kompleksitas tantangan di daerah terdampak. Salah satunya terkait laporan dari Kemendagri mengenai Bupati Aceh Selatan yang disebutkan meninggalkan wilayah tanpa izin resmi, sebuah aspek yang turut menjadi sorotan publik di tengah krisis yang sedang berlangsung.









