JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, menegaskan bahwa surat edaran yang menginformasikan dirinya tidak lagi menjabat sebagai Ketum PBNU adalah tidak sah. Penegasan ini sekaligus membantah keabsahan peredaran surat tersebut.
“Masalahnya kemudian, dokumen yang tidak sah itu sudah diedarkan ke sana kemari. Itu berarti dokumen itu diedarkan secara tidak sah,” ujar Gus Yahya di Jakarta, seperti dilansir dari Kompas TV, Rabu (26/11/2025).
Gus Yahya menjelaskan bahwa dokumen resmi NU yang sah seharusnya didistribusikan melalui platform digital resmi milik NU, bukan melalui pesan singkat di aplikasi WhatsApp (WA).
“Seharusnya, di dalam sistem digital yang kita miliki, begitu dokumen itu selesai diproses menjadi dokumen sah, otomatis akan diedarkan kepada penerima yang dituju melalui saluran sistem digital,” jelasnya.
Ia menambahkan, “Yang diterima oleh banyak teman-teman itu adalah draf yang tidak sah, biasanya melalui WA dan lain-lain. Padahal, kalau pengurus akan mendapatkannya melalui saluran digital milik NU sendiri, bukan melalui WA, yaitu apa yang kita sebut platform Digdaya, digital data, dan layanan NU.”
Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya kembali memastikan bahwa surat edaran pemberhentian dirinya adalah dokumen tidak sah dan masih berupa draf. Hal ini dikarenakan surat edaran tersebut tidak memiliki stempel digital dan nomor surat yang tercantum di bagian bawah surat tidak tercatat dalam sistem.
“Tidak mendapatkan stempel digital dan apabila dicek di link di bawah surat itu, akan diketahui bahwa nomor surat yang dicantumkan di situ juga tidak dikenal sehingga surat itu memang tidak memenuhi ketentuan, dengan kata lain tidak sah dan tidak mungkin digunakan sebagai dokumen resmi,” tegas Gus Yahya.
Sebelumnya, beredar Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang menyebutkan bahwa Gus Yahya tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas, atau hal-hal yang melekat pada jabatan Ketua Umum PBNU, maupun bertindak untuk dan atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama. Dalam surat edaran itu tertulis bahwa Gus Yahya tidak lagi menjabat Ketum PBNU terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH. Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB,” demikian bunyi surat edaran tersebut.
Di tengah isu ini, pemerintah terus mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji. Informasi terkait pelunasan biaya haji 2026 sudah mulai disosialisasikan. Masyarakat dapat mengecek Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) per embarkasi untuk mempersiapkan diri. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui sistem Coretax telah mencapai 8,2 juta hingga November 2025, menunjukkan peningkatan signifikan dalam kepatuhan wajib pajak.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2025/11/26/17315181/gus-yahya-sebut-pengedaran-surat-pemberhentianya-tidak-sah.
Ringkasan
Ketua Umum PBNU, Gus Yahya, menyatakan bahwa surat edaran yang menginformasikan pemberhentian dirinya sebagai Ketum PBNU adalah tidak sah. Menurutnya, dokumen resmi NU seharusnya didistribusikan melalui platform digital resmi milik NU, bukan melalui aplikasi WhatsApp seperti yang beredar.
Gus Yahya menegaskan bahwa surat edaran pemberhentian dirinya adalah draf yang tidak sah karena tidak memiliki stempel digital dan nomor surat yang tercantum tidak tercatat dalam sistem. Sementara itu, pemerintah terus mempersiapkan penyelenggaraan ibadah haji dan DJP mencatat peningkatan pelaporan SPT melalui sistem Coretax.








