Kapal yang membawa aktivis lingkungan Greta Thunberg, yang berusia 22 tahun, bersama dengan 11 aktivis lainnya, telah ditangkap oleh pasukan Israel. Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Pemerintah Israel, meningkatkan tensi seputar upaya pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Melalui pernyataan di Telegram, Kementerian Luar Negeri Israel menjelaskan bahwa kapal tersebut dicegat sebelum mencapai garis pantai Gaza. “Kapal pesiar swafoto para selebriti dalam perjalanan menuju pantai Israel yang aman. Para penumpang diharapkan untuk kembali ke negara asal mereka,” demikian pernyataan Kemlu Israel seperti dikutip dari Reuters pada Senin (9/6), menyiratkan sinisme terhadap misi tersebut.
Lebih lanjut, Kemlu Israel memastikan bahwa seluruh penumpang kapal dalam keadaan selamat dan tidak terluka. “Mereka bahkan diberi roti lapis dan air. Pertunjukan telah usai,” imbuh pernyataan tersebut, yang terkesan meremehkan upaya kemanusiaan yang dilakukan.
Perjalanan Greta Thunberg dan rombongannya merupakan bagian dari misi kemanusiaan yang bertujuan mengirimkan bantuan simbolis dan meningkatkan kesadaran internasional terhadap krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza. Mereka menaiki kapal Madleen, yang dioperasikan oleh Koalisi Freedom Flotilla, sebuah kelompok pro-Palestina yang aktif menyuarakan dukungan bagi warga Gaza.
Selain Greta Thunberg, anggota Parlemen Eropa asal Prancis, Rima Hassan, juga turut serta dalam misi pelayaran tersebut. Hassan menyampaikan bahwa seluruh awak Freedom Flotilla ditangkap oleh pasukan Israel di perairan internasional sekitar pukul 02.00 dini hari. “Semua awak Freedom Flotilla ditangkap oleh pasukan Israel di perairan internasional sekitar pukul 02.00 (malam),” tulis Hassan dalam unggahan di platform X, menandakan keprihatinannya atas tindakan tersebut.
Sebuah foto yang beredar menunjukkan para awak kapal duduk bersama mengenakan jaket penyelamat dengan tangan terangkat ke atas, sebuah visual yang kontras dengan klaim Israel bahwa mereka diperlakukan dengan baik.
Bantuan yang dibawa oleh Greta Thunberg dan para aktivis lainnya termasuk beras dan susu formula, barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan di Gaza. Kemlu Israel menyatakan bahwa bantuan tersebut akan dibawa ke Gaza melalui “saluran kemanusiaan yang sebenarnya,” meskipun sebelumnya mereka mencibir misi tersebut. “Sejumlah kecil bantuan ditemukan di kapal dan tidak dikonsumsi oleh selebriti itu akan dibawa ke Gaza lewat saluran kemanusiaan yang sebenarnya,” kata Kemlu Israel.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, telah memerintahkan militer untuk mencegah kapal Madleen mencapai Gaza pada hari Minggu (8/6). Ia menuduh bahwa misi yang dilakukan oleh Greta Thunberg dan para aktivis lainnya sebagai “upaya propaganda” untuk mendukung Hamas, sebuah tuduhan yang sering dilontarkan Israel terhadap aktivis pro-Palestina.
Di sisi lain, Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina, Francesca Albanese, memberikan dukungan terhadap operasi yang dilakukan oleh Koalisi Freedom Flotilla. Ia bahkan mendesak kapal-kapal lain untuk menentang blokade yang diberlakukan Israel terhadap Gaza. “Perjalanan Madleen mungkin berakhir, tapi misi belum selesai. Setiap pelabuhan Mediterranean harus mengirim kapal dengan bantuan dan solidaritas untuk Gaza,” tegasnya dalam unggahan di X, menunjukkan bahwa dukungan internasional untuk Gaza tetap kuat meskipun ada tindakan dari Israel.
Ringkasan
Aktivis lingkungan Greta Thunberg, bersama 11 aktivis lainnya, ditangkap oleh pasukan Israel saat berlayar menuju Gaza. Pemerintah Israel mengkonfirmasi penangkapan kapal tersebut, yang dicegat sebelum mencapai pantai Gaza. Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa seluruh penumpang selamat dan akan dikembalikan ke negara asal mereka, serta bantuan akan disalurkan melalui jalur kemanusiaan yang sebenarnya.
Misi ini bertujuan mengirimkan bantuan simbolis dan meningkatkan kesadaran tentang krisis kemanusiaan di Gaza. Selain Thunberg, anggota Parlemen Eropa Rima Hassan juga turut serta. Menteri Pertahanan Israel menyebut misi ini sebagai “upaya propaganda” untuk mendukung Hamas, sementara Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina mendukung operasi ini.









