Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas memutuskan bahwa anggota kepolisian aktif dilarang menduduki jabatan sipil. Dalam putusan krusial mengenai uji materi tersebut, Mahkamah menggarisbawahi bahwa personel Polri hanya dapat mengisi posisi-posisi sipil setelah mereka resmi mengundurkan diri atau pensiun dari tugas kepolisian.
Keputusan fundamental ini dibacakan oleh majelis hakim MK pada Kamis, 13 November 2025. Melalui amar putusannya, Mahkamah secara lugas menyatakan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang sebelumnya termuat dalam Pasal 28 ayat 3 Undang-undang Polri, kini tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
MK beralasan, frasa tersebut berbenturan dengan esensi prinsip kepastian hukum. Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan pada tanggal yang sama, menjelaskan, “Frasa itu menimbulkan ketidakjelasan dan memperluas makna norma, sehingga harus dinyatakan inkonstitusional.” Penegasan ini mengakhiri ambiguitas yang selama ini ada dalam penafsiran pasal tersebut.
Menanggapi putusan bersejarah ini, Pemerintah menyatakan komitmennya untuk segera menindaklanjuti. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengumumkan bahwa pemerintah akan meminta para polisi aktif yang menjabat di bidang sipil untuk segera mengundurkan diri dari posisinya, menegaskan kepatuhan terhadap ketetapan hukum tertinggi.
Skala permasalahan ini terkuak dalam salah satu agenda persidangan, di mana Soleman Ponto, eks Kepala Badan Intelijen Strategis dan saksi ahli pemohon, mengungkapkan bahwa setidaknya ada 4.351 polisi yang saat ini bertugas di jabatan sipil. Catatan dari media Tempo juga memperkuat fakta bahwa banyak posisi di sektor sipil telah lama diisi oleh anggota kepolisian.
Fenomena penugasan polisi ke jabatan sipil ini bukan hal baru. Sebagai contoh, dalam kebijakan mutasi yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit pada 14 Februari 2025, tercatat setidaknya 10 perwira tinggi ditugaskan ke berbagai jabatan sipil. Setelah itu, Kapolri juga kembali melakukan rotasi dengan menempatkan sejumlah perwira polisi lainnya ke posisi sipil, menunjukkan praktik yang meluas.
Berikut adalah beberapa di antaranya yang terdaftar dalam mutasi tersebut:
1. Komisaris Jenderal Yan Sultra Indrajaya sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
2. Komisaris Jenderal I Ketut Suardana sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
3. Inspektur Jenderal Mashudi sebagai Direktur Jenderal Pemasyarakatan di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
4. Inspektur Jenderal Ratna Pristiana Mulya sebagai Staf Ahli Bidang Pelayanan Publik dan Reformasi Hukum di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
5. Inspektur Jenderal Alexander Sabar sebagai Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital di Kementerian Komunikasi dan Digital.
6. Inspektur Jenderal Ahmad Nurwakhid sebagai Staf Khusus Bidang Penegakan Keadilan dan Rekonsiliasi di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
7. Brigadir Jenderal Arif Fajarudin sebagai Inspektur V di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
8. Brigadir Jenderal Raja Sinambela sebagai Direktur Siber Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kementerian P2MI.
9. Brigadir Jenderal Frans Tjahyono sebagai Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup di Kementerian Lingkungan Hidup.
10. Brigadir Jenderal Achmadi di Kementerian Ekonomi Kreatif.
11. Inspektur Jenderal Prabowo Argo Yuwono sebagai Irjen di Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
12. Inspektur Jenderal Yudhiawan sebagai Irjen di Kementerian ESDM.
13. Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah.
14. Inspektur Jenderal Djoko Poerwanto sebagai Irjen di Kementerian Lingkungan Hidup.
15. Brigadir Jenderal Edi Mardianto sebagai Staf Ahli Menteri Dalam Negeri.
16. Brigadir Jenderal Rahmadi sebagai Staf Ahli di Kementerian Kehutanan.
17. Komisaris Besar Yulmar Try Himawan sebagai Kepala Divisi Pengelolaan Tanah di Badan Bank Tanah.
18. Brigadir Jenderal Raden Slamet Santoso sebagai Tenaga Ahli di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
19. Komisaris Besar Jamaludin bertugas di Kementerian Haji dan Umrah.
20. Brigadir Jenderal Sony Sanjaya sebagai Wakil Kepala Badan Gizi Nasional.
21. Brigadir Jenderal Dover Christian bertugas di Dewan Perwakilan Daerah.
22. Brigadir Jenderal Yuldi Yusman sebagai Pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Meskipun demikian, ada pengecualian tertentu terkait penempatan personel Polri. Misalnya, penugasan di pucuk pimpinan lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang saat ini dijabat oleh Komisaris Jenderal Setyo Budiyanto, masih dianggap sah. Jabatan di lembaga antirasuah ini termasuk dalam kategori posisi yang secara hukum memang bisa diisi oleh personel Polri aktif, menunjukkan adanya nuansa dalam penerapan aturan.
Ketentuan mengenai pengecualian ini diatur secara gamblang dalam Pasal 19 ayat 4 Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Pasal tersebut merinci sebelas kementerian dan lembaga di instansi pusat yang memang dapat dijabat oleh polisi aktif tanpa perlu mengundurkan diri atau pensiun.
Lembaga-lembaga yang dimaksud mencakup bidang-bidang strategis seperti urusan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian di sektor politik maupun keamanan negara. Selain itu, pengecualian juga berlaku untuk posisi di sekretariat militer presiden, intelijen negara, sandi negara, ketahanan negara, pencarian dan pertolongan nasional (SAR), penanggulangan narkotika, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, serta lembaga pemberantasan korupsi.
Putusan MK ini seakan menandai babak baru dalam sejarah tata kelola pemerintahan di Indonesia, mengingatkan kembali akan perdebatan panjang mengenai “dwifungsi”. Jika dulu dikenal istilah Dwifungsi TNI yang mengacu pada peran ganda militer di ranah sosial-politik, kini putusan ini secara implisit menyerukan agar praktik serupa yang kerap disebut “Dwifungsi Polri” tidak lagi merongrong prinsip profesionalisme dan independensi sipil.









