
Pernyataan tersebut bukan tanpa dasar. Dengan tegas, Said Iqbal menyoroti, “Upahnya lebih rendah dari pabrik panci di Karawang, lebih rendah dari pabrik plastik di Bekasi.” Ungkapan ini disampaikan di tengah aksi unjuk rasa yang berlangsung di sekitar Monas pada Senin, 29 Desember 2025, mencerminkan kekecewaan para pekerja.
Data menunjukkan adanya kesenjangan yang mencolok. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2026 di Kota Bekasi tercatat sebesar Rp 6.028.033, Kabupaten Bekasi Rp 5.941.759, dan Kabupaten Karawang Rp 5.910.371. Sementara itu, UMP 2026 di Jakarta ditetapkan hanya sebesar Rp 5.729.876, sebuah kenaikan sebesar 6,17 persen dari UMP 2025 yang dianggap belum memadai.
Said Iqbal lantas mengkritik keras argumentasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait penetapan UMP 2026. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, sebelumnya menyatakan bahwa pemberian insentif berupa subsidi transportasi umum, layanan kesehatan, dan air bersih adalah bagian dari upaya menyejahterakan pekerja. Namun, Said Iqbal menilai alasan tersebut jauh dari kata relevan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa insentif yang dijanjikan tersebut tidak bersifat universal. “Insentif yang diberikan oleh gubernur itu tidak berlaku untuk semua buruh penerima upah minimum,” tegas Said Iqbal. Ia menambahkan, skema insentif tersebut bersifat kuota dan sangat bergantung pada alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga tidak semua pekerja dapat merasakannya secara merata.
Ketidakpuasan ini memuncak dalam aksi demonstrasi yang melibatkan massa dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Mereka menuntut agar UMP di Jakarta dinaikkan menjadi Rp 5,89 juta, setara dengan angka KHL. Sebagai bentuk perlawanan, KSPI bahkan menyatakan akan mengajukan gugatan terhadap Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1142 Tahun 2025 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2026 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut Said Iqbal, esensi dari kenaikan upah minimum adalah untuk mendongkrak daya beli masyarakat, sebuah prinsip yang tidak terpenuhi dengan UMP Jakarta saat ini. Kenaikan upah yang minim di Ibu Kota tahun depan dinilai tidak akan mampu mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok, sehingga kesejahteraan pekerja tetap terancam.
Aksi protes tersebut, yang menarik sekitar 500 hingga 1.000 massa buruh, terpusat di samping BSI Tower, Jalan Medan Merdeka Selatan. Selain mendesak kenaikan UMP, para demonstran juga menyuarakan penolakan terhadap sikap kalangan pengusaha yang tidak setuju dengan besaran kenaikan UMP sesuai standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), menambah dimensi konflik dalam isu ini.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kenaikan UMP 2026 berdasarkan indeks tertentu sebesar 0,75. Penentuan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 yang memberikan fleksibilitas kepada pemerintah daerah untuk menyesuaikan kenaikan upah dengan indeks antara 0,5 hingga 0,9.
Menanggapi hal ini, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menjelaskan bahwa besaran alfa 0,75 tersebut telah disepakati bersama dalam forum Dewan Pengupahan. Ia menegaskan kembali komitmen Pemerintah Provinsi Jakarta untuk melanjutkan berbagai program subsidi bagi buruh dan pengusaha, yang akan berjalan beriringan dengan penerapan UMP 2026.
“Alhamdulillah sekarang ini sudah bisa diterima oleh semua pihak,” ujar Gubernur Pramono Anung, saat memberikan keterangan di Balai Kota Jakarta pada Rabu, 24 Desember 2025, menunjukkan keyakinan pemerintah bahwa keputusan tersebut telah mencapai konsensus.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Dinamika penetapan UMP di Jakarta ini mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam penentuan upah minimum di tingkat provinsi. Seringkali, proses penetapan ini diwarnai perdebatan sengit dan dapat menimbulkan dampak signifikan, bahkan jika terjadi penundaan pengumuman upah minimum provinsi.








