Bolsonaro Divonis 27 Tahun Penjara oleh MA Brasil!

Mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, divonis hukuman 27 tahun tiga bulan penjara, tak lama setelah mayoritas hakim Mahkamah Agung memutuskan dirinya bersalah atas tuduhan terkait upaya kudeta militer. Putusan ini menandai babak baru dalam sejarah politik Brasil, mengingat Bolsonaro adalah mantan presiden pertama yang dihukum atas percobaan penggulingan kekuasaan.

Seperti dilansir Al Jazeera, empat dari lima hakim agung sepakat bahwa Bolsonaro bersalah karena mencoba mempertahankan kekuasaan secara ilegal setelah kekalahannya dalam pemilihan umum 2022 dari Presiden Luiz Inácio Lula da Silva. Keputusan ini didasarkan pada bukti yang dianggap kuat bahwa Bolsonaro bertindak “dengan tujuan mengikis demokrasi dan institusi,” seperti yang diungkapkan oleh Hakim Carmen Lucia.

Bolsonaro sendiri tidak menghadiri persidangan. Pada hari Kamis, ia terlihat di garasi rumahnya, namun memilih untuk tidak memberikan komentar kepada media. Sementara itu, Hakim Luiz Fux menjadi satu-satunya yang berbeda pendapat, memilih untuk membebaskan mantan presiden berusia 70 tahun itu dari semua tuduhan. Namun, suara Fux ini diperkirakan dapat memicu gugatan terhadap putusan tersebut. Pengacara Bolsonaro telah menyatakan niat mereka untuk mengajukan banding atas putusan ini, seperti yang dilaporkan oleh Sky News.

Saat ini berstatus tahanan rumah, Bolsonaro menghadapi ancaman hukuman penjara hingga 40 tahun setelah dinyatakan bersalah atas lima tuduhan, termasuk memimpin “organisasi kriminal” untuk berkonspirasi menggulingkan Lula. Dakwaan tersebut meliputi percobaan kudeta, menjadi bagian dari organisasi kriminal bersenjata, berupaya menghapuskan supremasi hukum demokratis dengan kekerasan, terlibat dalam kekerasan, dan menimbulkan ancaman serius terhadap aset negara serta warisan budaya yang terdaftar.

Meskipun terjerat kasus hukum, Bolsonaro tetap bersikeras untuk mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2026. Namun, ambisinya ini terhalang oleh larangan dari pengadilan pemilihan umum tertinggi Brasil yang melarangnya mengikuti pemilihan umum hingga tahun 2030, akibat penyebaran klaim tak berdasar tentang sistem pemungutan suara elektronik Brasil.

Selain Bolsonaro, Mahkamah Agung juga menghukum tujuh rekan konspiratornya, termasuk mantan menteri pertahanan dan calon wakil presiden Bolsonaro pada 2022, Walter Braga Netto; mantan Menteri Pertahanan Paulo Sergio Nogueira; Mantan ajudan Bolsonaro, Mauro Cid; penasihat militernya Augusto Heleno Ribeiro; mantan Menteri Kehakiman Anderson Torres; mantan kepala angkatan laut Almir Garnier Santos; dan mantan petugas polisi Alexandre Ramagem.

Lucia Newman dari Al Jazeera melaporkan dari Brasilia bahwa vonis ini, yang awalnya dijadwalkan pada hari Jumat, datang secara tak terduga. “Ini sangat penting dan juga mengejutkan,” ujarnya. “Hakim terakhir dari lima hakim agung baru saja memberikan vonis bersalahnya, dan kemudian ia dan empat hakim lainnya harus menghitung berapa hukumannya.” Newman menambahkan bahwa proses hukum masih panjang dan para pendukung Bolsonaro di Kongres telah mengajukan undang-undang amnesti yang diharapkan dapat membebaskan Bolsonaro.

Reaksi keras atas vonis Bolsonaro juga datang dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyebut persidangan sekutunya itu sebagai “perburuan penyihir”. Trump bahkan menjatuhkan tarif 50 persen kepada Brasil, menjatuhkan sanksi kepada hakim ketua, Alexandre de Moraes, dan mencabut visa bagi sebagian besar anggota pengadilan tinggi Brasil.

Trump mengatakan bahwa ia sangat tidak senang dengan vonis Bolsonaro. Berbicara kepada wartawan di luar Gedung Putih, Trump mengatakan selalu menganggap Bolsonaro “luar biasa” dan mengatakan hukuman itu “sangat buruk bagi Brasil”. Senada dengan Trump, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan AS akan “menanggapi perburuan penyihir ini dengan semestinya”. Rubio menuding Alexandre de Moraes, yang disebutnya sebagai pelanggar hak asasi manusia yang dijatuhi sanksi, telah melakukan “penganiayaan politik” dengan memenjarakan Bolsonaro.

Vonis terhadap Bolsonaro ini merupakan puncak dari perjalanan politik yang penuh kontroversi. Sebagai mantan kapten tentara dan penerjun payung, Bolsonaro dikenal karena pembelaannya terhadap kediktatoran militer Brasil setelah terpilih menjadi anggota Kongres pada 1990. Ia tidak pernah menyembunyikan kekagumannya terhadap rezim militer yang telah menewaskan ratusan warga Brasil dari 1964 hingga 1985. Bahkan, ia pernah menyatakan bahwa Brasil hanya akan berubah “pada hari ketika meletus dalam perang saudara di sini dan melakukan pekerjaan yang tidak dilakukan oleh rezim militer: menewaskan 30.000 orang”, merujuk pada kaum kiri dan lawan politik.

Bolsonaro kemudian memanfaatkan kemarahan publik atas skandal suap “cuci mobil” yang melibatkan ratusan politisi, termasuk Lula, untuk mendulang dukungan. Gelombang anti-kemapanan membawanya meraih kursi kepresidenan pada 2018, dan mengantarkan puluhan anggota parlemen ekstrem sayap kanan ke kursi legislatif, menciptakan hambatan bagi agenda progresif Lula. Menjelang pemilihan ulang 2022, komentar-komentar Bolsonaro semakin bernada mesianis, menimbulkan kekhawatiran tentang kesediaannya untuk menerima hasil pemilu. “Saya punya tiga alternatif untuk masa depan saya: ditangkap, dibunuh, atau menang,” ujarnya dalam pidato di sebuah pertemuan para pemimpin Kristen evangelis pada 2021.

Meskipun kalah dalam pemilihan, Bolsonaro tetap mempertahankan basis politik yang kuat di Brasil. Vonis terhadapnya diperkirakan akan memicu gejolak yang meluas. Sekitar 40.000 pendukungnya turun ke jalan di Brasilia selama akhir pekan untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka, mendukung klaimnya bahwa ia menjadi sasaran politik.