PRESIDEN Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan bahwa ia telah menyetujui permintaan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk terlibat dalam konflik melawan Iran. Melalui platform Truth Social, Trump dengan bangga mengklaim telah melancarkan serangan yang “sangat sukses” terhadap tiga situs nuklir Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Minggu, Trump menyatakan bahwa “serangan tersebut merupakan keberhasilan militer yang spektakuler.” Pernyataan ini disambut baik oleh Perdana Menteri Netanyahu, yang menyebut tindakan Trump sebagai “kekuatan yang luar biasa dan benar” dan akan “mengubah sejarah.”
Trump, tak mau kalah, memuji Netanyahu dan menyatakan bahwa kedua pemimpin telah “bekerja sebagai satu tim yang mungkin belum pernah terjadi sebelumnya,” dan telah mengambil langkah besar menuju “menghapus ancaman mengerikan ini terhadap Israel.”
Meskipun Iran selama ini menghindari serangan terhadap kepentingan AS, keputusan Trump untuk terlibat langsung dalam konflik Iran-Israel memicu kekhawatiran serius akan eskalasi di seluruh Timur Tengah. Berikut adalah fakta-fakta mengenai serangan AS terhadap Iran, yang dirangkum dari laporan Al Jazeera dan Middle East Eye:
Tiga Fasilitas Nuklir Menjadi Target Utama
Tiga fasilitas utama Iran menjadi sasaran pengeboman oleh pasukan AS: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Natanz, kompleks pengayaan uranium terbesar di Iran, memiliki ruang-ruang sentrifugal yang luas, sebagian di antaranya terletak di bawah tanah. Sebagai pusat utama program nuklir Iran, Natanz telah menjadi target berbagai upaya sabotase di masa lalu, termasuk serangan Israel pada gelombang serangan pertama pada 13 Juni.
Isfahan, pusat penelitian dan produksi nuklir yang penting, mencakup fasilitas konversi uranium dan pabrik fabrikasi bahan bakar. Fasilitas ini memainkan peran krusial dalam menyiapkan bahan baku untuk pengayaan dan penggunaan reaktor nuklir.
Fordow, yang dianggap sebagai salah satu fasilitas Iran yang paling dibentengi, terletak 80-90 meter di bawah tanah di daerah pegunungan. Israel sebelumnya menghindari serangan ke Fordow karena keterbatasan amunisi yang mampu menembus kedalaman tersebut.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa pesawat tempur Israel telah menyerang Natanz, memutus aliran listrik ke ruang sentrifugal dan berpotensi merusak peralatan di dalamnya.
Senjata dan Bom yang Digunakan AS
Meskipun Trump tidak memberikan rincian spesifik mengenai jenis senjata yang digunakan dalam operasi yang ia sebut sebagai “serangan presisi besar-besaran,” laporan media AS menyebutkan bahwa tentara AS menjatuhkan bom “bunker buster” dan kapal selam angkatan laut menembakkan sejumlah rudal jelajah.
Massive Ordnance Penetrator (MOP) GBU-57, bom penghancur bunker terkuat dalam persenjataan militer AS, memiliki berat hampir 13.000 kg. Bom ini mampu menembus beton setebal 18 meter atau tanah setebal 61 meter, kemampuan yang tidak dimiliki oleh bom konvensional.
B-2 Spirit, pesawat pengebom siluman AS, saat ini merupakan satu-satunya pesawat yang dirancang untuk membawa GBU-57. Pesawat ini dapat membawa dua bom bunker buster sekaligus dan, menurut Angkatan Udara AS, dapat menjatuhkan beberapa bom secara berurutan untuk meningkatkan kedalaman penetrasi.
Intervensi AS dipandang penting untuk keberhasilan kampanye Israel melawan fasilitas nuklir Iran, terutama Fordow, mengingat kedalamannya. Serangan Israel sebelumnya belum berhasil menghancurkan situs tersebut.
Dilaporkan bahwa sekitar setengah lusin pesawat pengebom B-2 menjatuhkan selusin bom bunker buster seberat 13.000 kg di lokasi Fordow. Sementara itu, kapal selam angkatan laut dikatakan telah mengoordinasikan serangan rudal jelajah di lokasi Natanz dan Isfahan, menurut laporan media. Serangan ini menandai pertama kalinya AS menggunakan MOP dalam pertempuran.
Dampak Serangan AS
Trump mengklaim bahwa “fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah dilenyapkan secara menyeluruh dan total.” Namun, belum ada verifikasi independen mengenai tingkat kerusakan yang terjadi pada fasilitas nuklir tersebut.
Mehdi Mohammadi, penasihat ketua parlemen Iran, mengklaim bahwa Iran telah mengantisipasi serangan AS dengan mengevakuasi fasilitas Fordow sebelumnya. “Iran telah memperkirakan serangan terhadap Fordow selama beberapa hari. Fasilitas nuklir ini telah dievakuasi, tidak ada kerusakan permanen yang terjadi selama serangan hari ini,” ujar Mohammadi dalam sebuah pernyataan yang diposting di X.
Badan nuklir Iran melaporkan bahwa data sistem radiasi dan survei lapangan tidak menunjukkan tanda-tanda kontaminasi atau bahaya bagi penduduk di sekitar lokasi. “Menyusul serangan ilegal AS terhadap situs nuklir Fordow, Natanz, dan Isfahan, survei lapangan dan data sistem radiasi menunjukkan: Tidak ada kontaminasi yang tercatat,” demikian pernyataan dari Organisasi Energi Atom Iran (AEOI).
Senada dengan pernyataan AEOI, IAEA (Badan Energi Atom Internasional) juga tidak menemukan adanya peningkatan tingkat radiasi di dekat lokasi-lokasi yang menjadi sasaran. “Menyusul serangan terhadap tiga situs nuklir di Iran – termasuk Fordow – IAEA dapat mengonfirmasi bahwa tidak ada peningkatan tingkat radiasi di luar situs yang dilaporkan pada saat ini,” kata badan tersebut dalam sebuah unggahan di media sosial pada hari Minggu.
Tanggapan Iran
Organisasi Energi Atom Iran mengutuk serangan itu sebagai “tindakan biadab” dan pelanggaran hukum internasional, termasuk Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi memperingatkan bahwa serangan itu akan memiliki “konsekuensi abadi” dan mengatakan Iran “menyimpan semua opsi” dalam tanggapannya.
Araghchi menulis di X, “Peristiwa pagi ini keterlaluan. Setiap anggota PBB harus waspada dengan perilaku berbahaya, melanggar hukum, dan kriminal ini.”
Media pemerintah melaporkan bahwa Iran telah secara resmi meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan bahwa mereka memiliki hak untuk melawan “agresi” semacam itu. “Dunia tidak boleh lupa bahwa Amerika Serikat-lah yang, di tengah-tengah proses diplomatik, mengkhianati diplomasi” dengan mendukung “tindakan agresif” Israel, dan sekarang mengobarkan “perang yang berbahaya terhadap Iran.”
Situasi yang memanas di Timur Tengah ini tentu menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai dampaknya terhadap negara lain, termasuk Indonesia. Lantas, apa saja dampak perang Iran-Israel terhadap ekonomi Indonesia?
Ringkasan
Artikel ini membahas klaim serangan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran, yaitu Fordow, Natanz, dan Isfahan, atas permintaan Perdana Menteri Israel. Serangan ini dilakukan menggunakan bom “bunker buster” dan rudal jelajah, menargetkan fasilitas-fasilitas penting dalam program nuklir Iran. Meskipun Trump mengklaim keberhasilan total, belum ada verifikasi independen mengenai tingkat kerusakan yang sebenarnya.
Iran mengutuk serangan tersebut sebagai tindakan biadab dan pelanggaran hukum internasional, sementara badan nuklir Iran dan IAEA menyatakan tidak ada peningkatan tingkat radiasi di sekitar lokasi yang diserang. Iran juga telah meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB dan menyatakan haknya untuk melawan agresi tersebut, memicu kekhawatiran serius akan eskalasi konflik di Timur Tengah dan dampaknya secara global, termasuk pada ekonomi Indonesia.









