ANGGOTA Komisi VII DPR RI, Mafirion, menyoroti potensi pelanggaran hukum terkait sumber air yang digunakan oleh produk air mineral Aqua. Sorotan ini muncul setelah inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, di salah satu pabrik Aqua yang berlokasi di Subang.
Dalam inspeksi tersebut, ditemukan indikasi bahwa sumber air yang digunakan dalam proses produksi berasal dari sumur bor atau air tanah. Temuan ini bertentangan dengan klaim Aqua selama ini yang menyatakan bahwa sumber airnya berasal dari mata air pegunungan.
Mafirion berpendapat bahwa iklan yang selama ini ditampilkan Aqua dapat dikategorikan sebagai tindakan pemberian informasi yang menyesatkan dan melanggar hak asasi manusia. “Setiap orang berhak mendapatkan informasi yang benar, hidup sejahtera, dan menikmati lingkungan yang sehat. Dalam kasus ini, ada indikasi pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara,” tegas Mafirion dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa ini menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang benar dan lingkungan hidup yang sehat, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Hak ini menjadi krusial, mengingat kepercayaan konsumen dibangun atas dasar informasi yang akurat.
Tak hanya itu, Mafirion juga menduga Aqua telah melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ia menyoroti Pasal 9 ayat (1) yang melarang pelaku usaha membuat pernyataan yang menyesatkan mengenai asal, jenis, mutu, atau komposisi barang. Pasal 10 juga melarang produksi atau pemasaran barang yang tidak sesuai dengan keterangan pada label atau iklan.
“Tindakan produsen Aqua berpotensi melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen,” imbuhnya. Persoalan ini, menurutnya, berdampak besar pada keadilan sosial dan etika bisnis yang seharusnya dijunjung tinggi.
Mafirion menilai bahwa perusahaan telah mengeksploitasi kepercayaan publik dengan mengiklankan bahwa sumber air Aqua berasal dari mata air pegunungan, padahal kenyataannya berasal dari sumur air bor. Ia mengingatkan pemerintah untuk melakukan intervensi dan tidak membiarkan praktik bisnis yang menyesatkan publik. “Ini menyangkut integritas informasi, hak konsumen, dan tanggung jawab sosial korporasi. Negara tidak boleh diam terhadap praktik seperti ini,” tegas Mafirion.
Bagaimana media memberitakan kasus kekerasan seksual di pesantren? Isu ini penting untuk disoroti karena menyangkut perlindungan konsumen dan penyediaan informasi yang akurat.
Menanggapi hal ini, Danone Indonesia dalam keterangannya menyatakan bahwa pernyataan perwakilan Aqua di pabrik Subang tersebut belum lengkap. Manajemen Danone Indonesia menegaskan bahwa sumber air yang digunakan untuk memproses produksi Aqua bukanlah dari sumur bor biasa.
“Air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata Danone Indonesia melalui keterangan resmi pada Kamis, 23 Oktober 2025.
Danone menjelaskan bahwa air yang selama ini digunakan berasal dari akuifer dalam di kawasan pegunungan, bukan air permukaan atau air tanah dangkal. Air akuifer dalam merupakan air tanah yang tersimpan di dalam lapisan batuan atau sedimen bawah tanah yang berpori dan jenuh air. Lokasinya yang dalam memberikan perlindungan alami.
Danone menyatakan bahwa akuifer dalam yang digunakan berada pada kedalaman 60 hingga 140 meter. Air ini disebut terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia.
Aqua, kata Danone, memiliki kebijakan perlindungan air tanah dalam (Ground Water Resources Policy), yang mengatur bahwa pengelolaan sumber daya air harus menjamin kemurnian dan kualitas sumber air, menjaga kelestarian sumber daya air, dan berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan di wilayah operasional. Komitmen ini ditunjukkan dengan pengelolaan sumber air yang berkelanjutan.
Selain itu, menurut Danone, aktivitas yang mereka lakukan telah melalui hasil penelaahan ilmiah oleh ahli hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Padjadjaran. “UGM dan Unpad mengonfirmasi bahwa sumber air Aqua tidak bersinggungan dengan air yang digunakan masyarakat,” katanya. Penelaahan ini penting untuk memastikan keberlanjutan sumber daya air dan dampaknya bagi masyarakat sekitar.
Perusahaan air mineral kemasan ini kemudian mengklaim bahwa proses pengambilan air juga telah mendapatkan izin dari pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah serta pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pengawasan ini dilakukan untuk memastikan bahwa pengambilan air dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan kajian bersama UGM, misalnya, Danone Indonesia menyebutkan bahwa pengambilan air secara hati-hati tidak menyebabkan pergeseran tanah atau longsor. “Namun, faktor lain seperti perubahan tata guna lahan dan deforestasi juga berpengaruh,” katanya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan menyadari pentingnya menjaga lingkungan secara holistik, tidak hanya berfokus pada pengambilan air.
Dede Leni Mardianti dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Ringkasan
Anggota DPR RI, Mafirion, menyoroti potensi pelanggaran hukum dan HAM terkait sumber air Aqua setelah inspeksi menemukan indikasi penggunaan air tanah, bertentangan dengan klaim penggunaan mata air pegunungan. Hal ini berpotensi menyesatkan konsumen dan melanggar hak atas informasi yang benar dan lingkungan yang sehat, sebagaimana dijamin UUD 1945 dan UU Perlindungan Konsumen.
Danone Indonesia membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa air Aqua berasal dari 19 sumber air pegunungan yang berasal dari akuifer dalam pada kedalaman 60-140 meter, terlindungi secara alami. Mereka juga mengklaim telah memiliki kebijakan perlindungan air tanah, kajian ilmiah oleh UGM dan Unpad, serta izin dan pengawasan dari pemerintah untuk memastikan keberlanjutan sumber daya air dan dampaknya bagi masyarakat.








