Pagu anggaran Kemendikdasmen untuk tahun 2026 telah disepakati sebesar Rp 55,4 triliun oleh Kemendikdasmen dan Komisi X DPR RI. Namun, di balik kesepakatan tersebut, Kemendikdasmen masih merasa bahwa jumlah alokasi dana ini jauh dari kata cukup untuk menjalankan berbagai program pendidikan nasional yang vital.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti secara tegas meminta tambahan anggaran sebesar Rp 52,9 triliun kepada Komisi X DPR RI. Permintaan ini muncul setelah rapat panitia kerja belanja pemerintah pusat pada 11 September 2025, di mana Kemendikdasmen hanya mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 400 miliar. Angka ini membawa total pagu anggaran menjadi Rp 55,4 triliun, meninggalkan kesenjangan sebesar Rp 52,5 triliun dari total kebutuhan yang diajukan. “Berdasarkan rapat panja belanja pemerintah pusat pada 11 September 2025 Kemendikdasmen mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 400 M, sehingga total anggaran Kemendikdasmen menjadi Rp 55,4 triliun,” terang Mu’ti dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (15/9). Ia melanjutkan, “Dengan demikian, dari usulan tambahan anggaran yang kami sampaikan pada raker lalu sebesar Rp 52,9 triliun, dengan dipenuhi sebanyak Rp 400 miliar, kami masih memerlukan tambahan sebesar Rp 52,5 triliun.”
Mu’ti membeberkan bahwa banyak program krusial terancam kekurangan dana karena usulan tambahan anggaran yang signifikan tidak terpenuhi. Di antara program-program tersebut adalah perluasan jangkauan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk jenjang taman kanak-kanak (TK) serta penyesuaian biaya untuk jenjang SD dan SMP. Selain itu, kesejahteraan guru juga menjadi sorotan, dengan kebutuhan tambahan tunjangan profesi dan insentif bagi guru non-ASN yang belum terakomodasi. Program pembangunan dan revitalisasi satuan pendidikan, pemenuhan peralatan pendidikan, pelatihan dan uji kompetensi guru, serta program kebahasaan dan kesastraan juga turut terdampak. Bahkan, penanganan anak tidak sekolah, penguatan pendidikan dan pelatihan vokasi, pendidikan khusus, penjaminan mutu talenta, hingga pendidikan karakter, semua menghadapi tantangan pendanaan.
Meskipun demikian, dalam rapat tersebut, Komisi X DPR RI telah menyetujui pagu anggaran definitif Kemendikdasmen tahun anggaran 2026 sebesar Rp 55,4 triliun. Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengonfirmasi persetujuan ini, seraya menyampaikan pemahaman atas tantangan anggaran yang dihadapi Kemendikdasmen.
Namun, persetujuan tersebut tidak menghentikan Komisi X untuk terus berjuang. Hetifah menegaskan komitmen Komisi X untuk memperjuangkan kekurangan dana bagi program-program strategis yang belum teralokasi. “Kami tentunya akan terus berjuang bersama-sama untuk memastikan hal-hal yang strategis yang belum teralokasi pada anggaran 2026 ini untuk bisa mendapatkan dukungan pembiayaan,” ujar Hetifah usai rapat. Hetifah menyoroti beberapa program yang sama dengan yang disebutkan oleh Mu’ti, namun ia secara khusus menekankan program revitalisasi sekolah. Ia menjelaskan bahwa target untuk menyelesaikan perbaikan infrastruktur sekolah yang rusak berat dalam tiga tahun, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), terancam karena anggaran yang dialokasikan untuk 2026 hanya Rp 11 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan anggaran tahun 2025 yang mencapai hampir Rp 17 triliun. Oleh karena itu, Komisi X akan terus berupaya agar tujuan penting Presiden Republik Indonesia melalui Kemendikdasmen dapat terwujud melalui alokasi anggaran yang memadai.
Ringkasan
Anggaran Kemendikbudristek untuk tahun 2026 disepakati sebesar Rp 55,4 triliun, meskipun Kemendikbudristek sebelumnya mengajukan tambahan Rp 52,9 triliun. Hanya Rp 400 miliar dari usulan tersebut yang disetujui, menyisakan kekurangan dana sebesar Rp 52,5 triliun. Kekurangan ini berdampak pada berbagai program penting, termasuk Program Indonesia Pintar (PIP), kesejahteraan guru non-ASN, dan revitalisasi sekolah.
Program-program krusial seperti perluasan PIP ke TK, penyesuaian biaya SD/SMP, pembangunan sekolah, serta pelatihan guru terancam. Komisi X DPR RI, meski telah menyetujui pagu anggaran Rp 55,4 triliun, berkomitmen untuk memperjuangkan tambahan dana, terutama untuk revitalisasi sekolah di daerah 3T, mengingat anggaran yang tersedia jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Target perbaikan infrastruktur sekolah pun terancam.








