PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) tengah berupaya keras mengejar target tahunannya dengan membidik sejumlah kontrak besar. Langkah ini diambil mengingat perolehan kontrak baru hingga pertengahan Oktober 2025 masih jauh dari harapan.
Tercatat, emiten konstruksi pelat merah ini baru berhasil mengamankan kontrak baru senilai Rp 116 miliar, atau sekitar 6% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1,9 triliun. Direktur Pemasaran & QHSE WEGE, Tomo Dwihasputro, menjelaskan bahwa perubahan fokus pemerintahan baru dan kebijakan efisiensi anggaran menjadi faktor utama yang memengaruhi capaian kontrak perseroan.
Meski demikian, WEGE tetap optimis target akhir tahun dapat tercapai. Optimisme ini didasari oleh sejumlah proyek besar yang saat ini tengah dalam proses tender. “Saat ini ada enam proyek yang sedang berproses dan ditargetkan bisa dikantongi di kuartal terakhir tahun ini,” ungkap Tomo dalam acara Media Gathering WEGE, Rabu (15/10).
Salah satu proyek yang paling diincar WEGE adalah pembangunan gedung lembaga legislatif dan yudikatif di Ibu Kota Nusantara (IKN), dengan nilai total sekitar Rp 8 triliun. Proyek ambisius ini berada di bawah naungan Otorita IKN (OIKN), dan WEGE berencana mengikuti tender melalui skema kerja sama operasional (KSO) dengan kontraktor lain.
Selain IKN, WEGE juga menantikan hasil tender proyek rumah susun di Provinsi DKI Jakarta yang terbagi menjadi dua paket pekerjaan, masing-masing senilai Rp 250 miliar. Proyek lain yang menjadi incaran berlokasi di Kota Medan, meliputi pembangunan gedung lembaga jasa keuangan dan perusahaan BUMN sektor keuangan.
“Untuk dua proyek itu kami belum ditetapkan sebagai pemenang, tetapi dalam proses tender kami menempati peringkat pertama,” jelas Tomo, memberikan sedikit harapan akan hasil positif.
WEGE juga tengah mengikuti beauty contest untuk proyek pembangunan gedung BUMN di sektor kesehatan dengan nilai sekitar Rp 1 triliun. Sama seperti proyek IKN, WEGE akan menggandeng kontraktor EPCC mengingat besarnya nilai proyek tersebut.
Proyek-proyek lain yang sedang ditunggu pengumumannya termasuk proyek Kementerian Perhubungan di Medan, serta sejumlah proyek pendidikan seperti program Sekolah Rakyat (SR), gedung Universitas Brawijaya (UB), dan beberapa proyek di Bogor.
Selain mengandalkan tender reguler, WEGE kini menerapkan strategi pemasaran non-konvensional dengan menggandeng investor dan institusi pendidikan dalam mengembangkan proyek. “Kami sebagai integrator harus bisa menjalin kerja sama dengan universitas agar bisa menciptakan proyek melalui pola kemitraan di luar tender konvensional,” jelas Tomo. Strategi ini diharapkan dapat membuka peluang baru dan mempercepat pencapaian target.
Di tengah upaya WEGE mengejar target, kinerja perusahaan tahun ini dinilai masih di bawah ekspektasi. Analis menyoroti penurunan pendapatan dan laba bersih WEGE pada semester I 2025. Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyebutkan bahwa kinerja WEGE belum pulih setelah mencatatkan pendapatan Rp 907,81 miliar, turun 34,23% secara tahunan (YoY). Laba bersih pun anjlok 97,84% menjadi Rp 400,19 juta. “Penurunan itu disebabkan oleh kenaikan biaya operasional,” kata Nafan.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, memperkirakan kinerja WEGE di kuartal III hanya membaik tipis dibandingkan kuartal sebelumnya. Ia menyebut, realisasi backlog sebesar Rp 4,12 triliun menjadi penopang, meski margin masih tertekan dan risiko keterlambatan proyek tetap tinggi. Namun, potensi perbaikan bisa terjadi di kuartal IV seiring percepatan proyek. “Prospek di 2026 akan lebih positif jika bisnis modular dan precast mendapatkan momentum serta restrukturisasi induk, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), berjalan baik,” ujarnya.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Nafan menilai bahwa permintaan terhadap produk modular WEGE masih lemah dan restrukturisasi induk WIKA berpotensi menekan kinerja anak usahanya. Ia pun menyarankan investor untuk bersikap wait and see mengingat likuiditas saham WEGE masih terbatas.
Sementara itu, Sukarno menilai rencana merger BUMN Karya bisa menjadi peluang jangka menengah bagi WEGE karena membuka akses ke pipeline proyek yang lebih besar. Namun, ia mengingatkan bahwa transisi awal merger bisa menimbulkan ketidakpastian alokasi proyek. Keberhasilan restrukturisasi WIKA akan menjadi faktor kunci. “Jika restrukturisasi berhasil, dukungan induk bisa memperkuat order dan likuiditas anak usaha. Tapi kalau gagal, justru bisa jadi tekanan tambahan bagi WEGE,” jelas Sukarno.
Dari sisi valuasi, saham WEGE masih tergolong murah dengan price to book value (PBV) 0,24x, di bawah rata-rata lima tahun yang sebesar 0,6x. Namun, rerating baru mungkin terjadi bila realisasi backlog mampu memperbaiki laba serta ada kepastian restrukturisasi dan merger BUMN Karya. “Dengan kondisi sekarang, saham WEGE lebih cocok diposisikan sebagai turnaround play,” kata Nafan. Sukarno pun merekomendasikan akumulasi terbatas di level rendah dengan target harga di kisaran Rp 90–Rp 110 per saham.
Ringkasan
PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) tengah berupaya mengejar target kontrak tahunan sebesar Rp 1,9 triliun, setelah hingga pertengahan Oktober 2025 baru mencapai Rp 116 miliar. Perusahaan mengincar beberapa proyek besar, termasuk pembangunan gedung lembaga legislatif dan yudikatif di IKN senilai Rp 8 triliun, dan proyek rumah susun di DKI Jakarta senilai Rp 250 miliar per paket. WEGE juga menerapkan strategi pemasaran non-konvensional dengan menggandeng investor dan institusi pendidikan.
Meskipun demikian, kinerja WEGE dinilai masih di bawah ekspektasi dengan penurunan pendapatan dan laba bersih pada semester I 2025. Analis merekomendasikan sikap wait and see atau akumulasi terbatas pada saham WEGE, menilai potensi perbaikan di kuartal IV seiring percepatan proyek serta prospek yang lebih positif di 2026 jika restrukturisasi induk dan bisnis modular berjalan baik. Keberhasilan restrukturisasi WIKA menjadi faktor kunci bagi kinerja WEGE.








