News Stream Pro JAKARTA. Di penghujung Oktober 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan koreksi mingguan sebesar 1,3% ke level 8.163. Meskipun demikian, secara bulanan, IHSG masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 1,28%, mengisyaratkan potensi pemulihan di tengah gejolak pasar global.
Menurut Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, kebangkitan IHSG didorong oleh kebijakan The Federal Reserve (The Fed), bank sentral Amerika Serikat, yang menurunkan suku bunga acuannya.
Selain itu, sentimen pasar juga terangkat oleh kesepakatan dagang berdurasi satu tahun antara Amerika Serikat dan China. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed lebih lanjut pada bulan Desember juga turut memberikan angin segar bagi pasar saham domestik.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, berpendapat bahwa optimisme investor turut dipicu oleh potensi terjadinya aksi window dressing menjelang akhir tahun. Rotasi portofolio dan harapan akan pelonggaran moneter global dapat menjadi pendorong utama bagi penguatan IHSG di pengujung tahun.
Namun demikian, Reza menekankan bahwa arah pergerakan IHSG ke depan akan sangat bergantung pada kondisi eksternal. “Jika ketiga faktor tersebut mereda, peluang IHSG untuk rebound akan semakin besar,” ujar Reza saat dihubungi Kontan, Jumat (31/10/2025).
Sentimen Domestik dan Global Jadi Penentu
Lantas, faktor apa saja yang akan memengaruhi pergerakan pasar saham ke depan? Reza menilai bahwa rilis kinerja kuartal III-2025 emiten, data neraca perdagangan, inflasi, serta angka Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan menjadi penentu arah pasar.
Selain itu, pengumuman rebalancing Morgan Stanley Capital International (MSCI) juga layak untuk dicermati, mengingat dampaknya terhadap aliran dana asing ke pasar saham Indonesia. Hal ini bisa menjadi momentum penting yang perlu diperhatikan oleh para investor.
Dari sisi global, Nico menambahkan bahwa investor akan menantikan rilis serangkaian data ekonomi penting dari Amerika Serikat, termasuk ISM Manufacturing, JOLTS data pekerjaan, ADP Employment Change, dan ISM Services Index.
Sementara itu, dari Eropa, data Producer Price Index (PPI) dan retail sales akan menjadi sorotan utama. Dari Tiongkok, publikasi data ekspor-impor dan neraca perdagangan (trade balance) berpotensi menimbulkan efek lanjutan terhadap pergerakan IHSG. Implikasinya terhadap pasar saham domestik tidak bisa diabaikan.
Proyeksi IHSG dan Sektor Unggulan
Dengan mempertimbangkan berbagai sentimen yang ada, Nico memperkirakan bahwa dalam jangka pendek, IHSG berpotensi bergerak di antara level support 8.022 dan resistance 8.200.
“Dan akhir tahun dengan tingkat probabilitas sebesar 57%, masih berpotensi untuk mencapai 8.430,” taksirnya. Optimisme ini didasarkan pada keyakinan bahwa sentimen positif akan terus berlanjut hingga akhir tahun.
Adapun Reza memproyeksikan bahwa IHSG berpotensi menguat menuju area 8.500–8.600 hingga akhir tahun, dengan level support di 7.900–8.000 dan resistance psikologis di 8.300.
Dari perspektif sektoral, baik Nico maupun Reza sepakat bahwa sektor perbankan, properti, dan konsumer akan menjadi yang paling diuntungkan oleh tren penurunan suku bunga dan sentimen optimis pasar. Sementara itu, kinerja komoditas emas, CPO, konsumer, dan perbankan akan lebih dipengaruhi oleh rilis kinerja keuangan emiten.
Untuk merancang strategi investasi di akhir tahun, Reza menyarankan agar investor mulai mempertimbangkan saham berbasis komoditas batubara, yang diperkirakan akan menguat seiring dengan meningkatnya permintaan musiman.
Sementara itu, Nico merekomendasikan beberapa sektor yang menarik untuk dicermati, antara lain properti, perbankan, consumer nonsiklikal, energi, dan komoditas. Sektor-sektor ini dinilai memiliki potensi pertumbuhan yang menjanjikan di tengah kondisi pasar yang dinamis.
Ringkasan
Pada akhir Oktober 2025, IHSG mengalami koreksi mingguan namun masih mencatatkan pertumbuhan bulanan. Kebangkitan IHSG didorong oleh kebijakan The Fed yang menurunkan suku bunga acuan, serta sentimen positif dari kesepakatan dagang AS-China dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed lebih lanjut. Analis memprediksi potensi aksi window dressing juga dapat mendorong penguatan IHSG di akhir tahun.
Pergerakan IHSG ke depan akan dipengaruhi oleh sentimen domestik seperti kinerja kuartal III emiten, data neraca perdagangan, inflasi, dan PDB Indonesia, serta pengumuman rebalancing MSCI. Nico memperkirakan IHSG berpotensi mencapai 8.430, sementara Reza memproyeksikan IHSG menguat ke area 8.500–8.600. Sektor perbankan, properti, dan konsumer diperkirakan akan diuntungkan.








