JAKARTA – Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) baru-baru ini angkat bicara mengenai perannya dalam menanggapi rencana perubahan metodologi penghitungan free float oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang dijadwalkan berlaku pada tahun 2026. Perubahan ini menjadi sorotan utama di pasar modal Indonesia.
Sebagai informasi, MSCI saat ini tengah mengumpulkan masukan dari para pelaku pasar terkait usulan penggunaan Laporan Komposisi Kepemilikan Bulanan (Monthly Holding Composition Report) yang diterbitkan oleh KSEI. Laporan ini dipertimbangkan sebagai sumber data tambahan yang krusial untuk menghitung porsi free float saham-saham di Indonesia.
Direktur Utama KSEI, Samsul Hidayat, menjelaskan bahwa secara teknis, institusi yang memiliki wewenang penuh untuk mengeluarkan kalkulasi free float adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). KSEI, dalam hal ini, siap memberikan dukungan penuh dengan menyediakan data-data yang diperlukan agar BEI dapat melakukan perhitungan free float secara akurat di pasar modal Indonesia.
Samsul menegaskan kembali peran lembaganya dalam konteks free float. Pihaknya hanya bertindak sebagai penyalur data kepada BEI dan sama sekali tidak terlibat dalam aspek teknis penghitungannya. “Nantinya, SRO (Self-Regulatory Organization) akan berkomunikasi dengan MSCI, dan MSCI akan melihat data-data dari BEI,” ujarnya dalam acara media gathering KSEI pada Selasa (23/12).
Menyikapi wacana perubahan metodologi MSCI ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengambil langkah proaktif. Dalam catatan Kontan, BEI diketahui telah melakukan pertemuan langsung dengan pimpinan penyedia indeks global MSCI di New York, Amerika Serikat. Delegasi BEI diwakili oleh Direktur Utama BEI, Iman Rachman, yang didampingi jajaran Self-Regulatory Officer (SRO) lainnya.
Sebelum keberangkatan ke New York, BEI juga telah melayangkan surat resmi kepada MSCI. Surat tersebut berisi berbagai pertimbangan penting terkait usulan perubahan metodologi penghitungan free float tersebut. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, juga menambahkan bahwa banyak pelaku pasar dan asosiasi telah menyampaikan kekhawatiran serupa kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia pada Rabu (17/12/2025) lalu.
BEI menyatakan menghormati penuh kewenangan yang dimiliki oleh MSCI sebagai penyedia indeks global. Namun, BEI secara tegas meminta agar wacana perubahan metodologi ini tidak bersifat diskriminatif dan harus diberlakukan secara universal bagi sejumlah indeks global di negara lain. Selain itu, BEI juga ingin mendapatkan pemahaman mendalam mengenai pertimbangan MSCI terkait usulan ini, khususnya dalam kaitannya dengan free float emiten.
Jeffrey Hendrik menekankan bahwa Bursa Indonesia telah menerapkan kriteria free float yang jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan beberapa bursa negara lain. Sebagai contoh, di Indonesia, kepemilikan saham oleh satu pihak di atas 5% tidak lagi dihitung dalam formula free float. Ketentuan serupa juga berlaku di bursa-bursa seperti London Stock Exchange dan Stock Exchange of Thailand (SET).
Di sisi lain, Jeffrey membandingkan dengan sejumlah bursa lain seperti Bursa Malaysia, Filipina, dan Jepang yang menerapkan peraturan lebih longgar, di mana kepemilikan saham di atas 10% oleh satu pihak masih dapat masuk dalam penghitungan formula free float. “Kami belum tahu keputusannya. Kami juga menawarkan apa yang bisa kami sampaikan, data yang bisa kami berikan, supaya MSCI lebih percaya diri dengan data yang ada di Indonesia,” ungkapnya.
Adapun berdasarkan dokumen resmi MSCI, perusahaan-perusahaan di Indonesia umumnya melaporkan pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih dari total saham dalam laporan kepemilikan mereka. Sementara itu, data yang disajikan KSEI melaporkan kepemilikan di bawah 5% dan menyediakan klasifikasi pemegang saham, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai struktur kepemilikan saham.
Meskipun demikian, MSCI menegaskan bahwa laporan KSEI tidak dapat digunakan secara independen untuk memperkirakan free float. Hal ini disebabkan data KSEI tidak mengidentifikasi pemegang saham secara individual dalam setiap kategori. Sebagai ilustrasi, KSEI hanya menampilkan total kepemilikan di bawah kategori ‘Korporasi’ tanpa merinci nama-nama pemegang saham spesifik.
Selain mengusulkan Laporan Komposisi Kepemilikan KSEI sebagai referensi, MSCI juga mengajukan metode penghitungan free float untuk saham-saham Indonesia. Metode ini akan didasarkan pada nilai yang lebih rendah dari dua pendekatan, yaitu:
- Pendekatan pertama: Free float dihitung dari data kepemilikan yang dilaporkan dalam keterbukaan informasi, laporan, dan siaran pers, sesuai dengan metodologi MSCI Free Float Data.
- Pendekatan kedua: Free float diestimasi dari laporan KSEI, dengan mengklasifikasikan seluruh saham script atau tidak tercatat di data KSEI, kepemilikan korporasi (baik lokal maupun asing), serta kategori others (lokal dan asing) sebagai non-free float.
Sebagai alternatif lain, MSCI juga mengusulkan estimasi free float berdasarkan data KSEI, yaitu dengan mengklasifikasikan saham script dan kepemilikan ‘korporasi’ (tanpa menghitung kategori others) sebagai non-free float. Perkembangan ini akan terus dipantau oleh para pelaku pasar seiring dengan keputusan akhir dari MSCI.










