News Stream Pro JAKARTA. Kinerja PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mengalami penurunan signifikan sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.
SRTG mencatatkan kerugian neto atas investasi pada saham dan efek lainnya sebesar Rp 4,3 triliun hingga September 2025. Angka ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perusahaan membukukan keuntungan neto sebesar Rp 5,02 triliun pada September 2024. Penurunan ini tentu menjadi perhatian bagi para investor.
Selain itu, pos penghasilan dividen dan bunga juga mengalami penurunan. Pada periode ini, SRTG mencatatkan Rp 1,40 triliun, atau turun 15,33% secara tahunan (YoY) dari Rp 1,66 triliun.
Kinerja keuangan Charoen Pokphand (CPIN) justru menunjukkan tren positif dengan melonjaknya laba sebesar 41% menjadi Rp 3,36 Triliun per September 2025. Meskipun demikian, fokus utama tetap pada upaya SRTG untuk mengatasi tantangan yang ada.
Penghasilan lainnya yang dicatatkan SRTG juga mengalami penurunan, dari Rp 13,45 miliar pada September tahun lalu menjadi Rp 10,13 miliar per September 2025. Kerugian neto atas instrumen keuangan derivatif lainnya tercatat sebesar Rp 236 juta pada kuartal III 2025, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya, pos ini kosong.
Akibatnya, SRTG mencatatkan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik perusahaan, atau rugi bersih, sebesar Rp 2,43 triliun sepanjang Januari hingga September 2025. Kondisi ini sangat kontras dengan laba bersih sebesar Rp 5,21 triliun yang diraih pada September 2024.
Per 30 September 2025, total aset SRTG tercatat sebesar Rp 52,84 triliun, mengalami penurunan dibandingkan dengan Rp 57,84 triliun per 31 Desember 2024. Investasi pada saham SRTG juga mengalami penurunan dari Rp 51,91 triliun pada kuartal III 2024 menjadi Rp 48,21 triliun. Begitu pula dengan investasi pada efek lainnya yang turun dari Rp 3,63 triliun menjadi Rp 3,57 triliun per kuartal III 2025.
Jumlah nilai wajar investasi di saham blue chip tercatat sebesar Rp 41,48 triliun, termasuk Rp 15 triliun di PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan Rp 10,05 triliun di saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Sementara itu, jumlah nilai wajar investasi di perusahaan berkembang adalah Rp 6,67 triliun.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menjelaskan bahwa kerugian SRTG pada periode ini disebabkan oleh kinerja portofolio mereka di saham-saham bluechip.
Di sisi lain, Waskita Karya (WSKT) mencatatkan nilai kontrak baru Rp 5,6 Triliun per Oktober 2025, menunjukkan adanya dinamika yang beragam di pasar modal.
Berdasarkan Catatan Pada Laporan Keuangan bagian investasi pada saham & efek lainnya, kerugian terutama berasal dari investasi di saham bluechip sebesar Rp 4,03 triliun, perusahaan berkembang rugi Rp 124,5 miliar, dan teknologi digital rugi Rp 296,8 miliar.
Per September 2025, SRTG memegang saham emiten bluechip seperti ADRO, MDKA, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), dan ADMR. Sementara itu, saham emiten perusahaan berkembang yang dipegang SRTG antara lain PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) dan PT Samator Indo Gas Tbk (AGII).
Menurut Liza, kinerja harga saham-saham dalam portofolio SRTG memang menunjukkan performa yang kurang menggembirakan di kuartal III 2025 dibandingkan dengan kuartal III 2024. Hanya MDKA yang mencatatkan kinerja positif di tahun 2025, sementara saham lainnya mengalami penurunan.
“ADRO menjadi saham bluechips yang mungkin paling bikin boncos SRTG, dengan penurunan 30,45% sepanjang kuartal III 2025 dibandingkan lonjakan 60,08% pada periode sama tahun lalu,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (4/11/2025). Namun, Liza menekankan bahwa SRTG tidak memberikan informasi mengenai seberapa besar porsi ADRO dalam portofolio investasi SRTG secara keseluruhan.
Terlepas dari tantangan yang dihadapi, Leyand International (LAPD) mencatatkan pendapatan yang tumbuh, dan rugi bersih yang terus terkikis, menunjukkan adanya potensi perbaikan di sektor lain.
“Dengan demikian, wajar saja jika investment loss di saham-saham bluechips tersebut jadi pemberat kinerja kuartal III 2025 SRTG sebagai holding secara keseluruhan,” ungkap Liza.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menambahkan bahwa kerugian SRTG pada periode ini juga terkait dengan divestasi saham MDKA. Perlu diketahui, pada tanggal 26 Agustus 2025, SRTG melepas 211.103.896 atau 211,20 juta saham MDKA dengan harga penjualan sebesar Rp 1.925 per saham.
“Di tahun ini kinerja SRTG kemungkinan juga tidak akan mengalami kenaikan signifikan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (4/11). Namun, Nafan menambahkan, kinerja SRTG di tahun 2026 berpotensi membaik jika portofolio investasi juga menunjukkan performa positif. “Investasi memang sifatnya jangka panjang, asalkan kuncinya prudent,” ungkapnya.
(Grafik SRTG oleh TradingView)
Secara valuasi, saham SRTG memiliki price to book value (PBV) 0,47x dan price to earning ratio (PER) -7,16x.
Sayangnya, baik Nafan maupun Liza belum memberikan rekomendasi saham untuk SRTG.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, melihat pergerakan saham SRTG berada di level support Rp 1.680 per saham dan resistance Rp 1.765 per saham. Herditya merekomendasikan trading buy dengan target harga Rp 1.800 – Rp 1.845 per saham.
Ringkasan
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mencatatkan kerugian neto sebesar Rp 4,3 triliun pada sembilan bulan pertama tahun 2025, berbanding terbalik dengan keuntungan Rp 5,02 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh kinerja portofolio saham bluechip yang kurang baik, terutama saham ADRO yang mengalami penurunan signifikan. Dividen dan bunga juga mengalami penurunan sebesar 15,33% secara tahunan.
Kerugian SRTG juga terkait dengan divestasi saham MDKA. Akibatnya, SRTG mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 2,43 triliun, kontras dengan laba bersih Rp 5,21 triliun tahun sebelumnya. Meskipun demikian, kinerja SRTG di tahun 2026 berpotensi membaik jika portofolio investasi menunjukkan performa positif dan investasi dilakukan secara prudent.








