News Stream Pro JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menutup perdagangan pada zona hijau, Rabu (12/11/2025), setelah Amerika Serikat (AS) mengakhiri penutupan pemerintahan (government shutdown) terlama dalam sejarahnya.
Sebagai informasi, Senat AS telah menyetujui rancangan undang-undang kompromi pada Senin (10/11/2025) waktu AS, yang bertujuan untuk mengakhiri government shutdown yang telah berlangsung selama 41 hari.
Pada Rabu (12/11/2025), IHSG bertengger di level 8.388, mengalami kenaikan sebesar 0,26% dibandingkan penutupan hari sebelumnya (11/11). Arus modal asing tercatat masuk sebesar Rp 337,06 miliar di pasar reguler dan mencapai Rp 1,23 triliun di seluruh pasar.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menjelaskan bahwa penguatan IHSG ini didorong oleh sentimen positif global, menyusul sinyal berakhirnya government shutdown di AS. Hal ini diungkapkannya kepada Kontan, Rabu (12/11/2025).
Kondisi ini, lanjut Harry, menurunkan risiko eksternal dan memicu aliran dana asing ke pasar berkembang, termasuk Indonesia. “Namun, dampaknya bersifat jangka pendek, bukan fundamental,” tegasnya.
Lantas, bagaimana kinerja indeks saham sektoral di Bursa Efek Indonesia? Berakhirnya shutdown di AS ternyata membawa dampak positif bagi sektor-sektor tertentu.
Riset BRI Danareksa Sekuritas mengungkapkan bahwa berakhirnya shutdown AS mengurangi ketidakpastian dan memungkinkan pemulihan rilis data ekonomi AS.
Hal ini membuat investor global kembali berani mengambil risiko dengan masuk ke aset-aset berisiko, seperti saham di Bursa Asia. Kondisi ini berpotensi mendorong arus dana asing masuk ke IHSG.
“Ekspektasi pemulihan ekonomi dunia pun memberikan dorongan pada sektor-sektor berorientasi ekspor dan komoditas,” demikian pernyataan dalam riset yang diterbitkan pada 12 November 2025.
Pengamat Pasar Modal, Reydi Octa, menambahkan bahwa berakhirnya government shutdown AS memang mampu menenangkan pasar secara global. Hal ini dikarenakan berkurangnya kekhawatiran investor terhadap potensi perlambatan ekonomi.
Bagi IHSG, dampak positifnya adalah potensi kembalinya arus dana asing ke pasar saham.
“Dampak berakhirnya shutdown mungkin hanya bersifat temporer, tidak mengubah prospek ekonomi dan kinerja emiten Indonesia secara langsung, sehingga sentimen ini bisa bersifat jangka pendek,” ujar Reydi kepada Kontan, Rabu (12/11/2025).
Akibatnya, aliran dana asing masih berpotensi keluar dari pasar saham Indonesia dalam waktu dekat. Apalagi, terdapat sentimen pelemahan rupiah yang turun 0,14% ke level Rp 16.717 per dolar AS pada hari yang sama.
Namun, porsi kepemilikan domestik di IHSG yang masih cukup dominan dapat menopang potensi penurunan indeks di masa depan.
“Level price to earning ratio (PER) IHSG juga sedang di atas rata-rata 10 tahun terakhir, jadi memang potensi IHSG terkoreksi ada,” jelasnya.
Prospek Kinerja IHSG
BRI Danareksa Sekuritas mencatat, masih ada aksi beli asing dalam sepekan terakhir sebesar Rp 1,46 triliun di pasar reguler yang berpotensi menjadi sentimen positif. Investor asing pun tercatat fokus melakukan pembelian pada saham-saham defensif dan berlikuiditas tinggi.
Berdasarkan data RTI, BREN menjadi saham yang paling banyak diakumulasi oleh investor asing dalam sepekan, dengan nilai mencapai Rp 705,4 miliar. Diikuti oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan nilai Rp 520,2 miliar.
Selain itu, terdapat pula PT Astra International Tbk (ASII) yang mengakumulasi Rp 440,6 miliar dalam sepekan, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) Rp 314,9 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 278,5 miliar.
Berakhirnya government shutdown di AS menimbulkan pertanyaan, bagaimana dampaknya secara lebih spesifik terhadap IHSG?
Kondisi ini mencerminkan keyakinan terhadap stabilitas sektor keuangan dan prospek pertumbuhan domestik, terutama ketika kondisi global mulai mereda.
“Investor pun bisa memerhatikan sektor perbankan dan keuangan, sektor komoditas dan ekspor, serta sektor siklikal dan infrastruktur,” tulis riset tersebut.
Di sisi lain, kenaikan IHSG di level saat ini masih ditopang oleh sentimen dan belum sepenuhnya berasal dari kinerja fundamental. Sebagai gambaran, IHSG telah naik 18,48% secara year-to-date (YTD).
Harry menargetkan IHSG berada di level 8.120 pada akhir tahun 2025, dengan asumsi PER 13x.
“Kinerja IHSG pun relatif sejalan dengan tren penguatan indeks regional lain, seperti Nikkei dan Kospi,” ungkapnya.
Harry memberikan rekomendasi beli untuk saham TLKM, ICBP, dan BBCA dengan target harga masing-masing Rp 3.900 per saham, Rp 12.800 per saham, dan Rp 9.600 per saham.
Reydi menambahkan, IHSG saat ini memiliki PER di kisaran 15x, yang berada di atas rata-rata historis 10 tahun yang berada di kisaran 14x. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar sudah priced in di IHSG, sehingga menyebabkan kenaikan IHSG lebih cepat mendahului kinerja riil.
Kinerja IHSG secara YTD juga tampak kuat dibandingkan indeks regional lainnya. Berdasarkan data BEI, indeks Bursa Malaysia turun 0,65% YTD, Singapura naik 20,63% YTD, Filipina turun 12,48% YTD, Thailand turun 8,24% YTD, dan Vietnam naik 26,23% YTD.
Meskipun demikian, investor domestik tetap menjadi penopang utama IHSG.
Ekspektasi pemulihan laba emiten di tahun 2026, potensi penurunan suku bunga domestik di akhir tahun 2025, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang stabil, serta komposisi investor domestik yang dominan dinilai akan mampu menopang IHSG.
“Bukan tidak mungkin jika IHSG dapat naik hingga melebihi level 9.000 dalam waktu dekat,” pungkas Reydi.
Reydi pun menyarankan investor untuk memilih sektor perbankan, infrastruktur, telekomunikasi, energi, dan pertambangan.
Ringkasan
IHSG ditutup di zona hijau setelah AS mengakhiri government shutdown terlama. Penguatan ini didorong sentimen positif global dan memicu aliran dana asing ke pasar berkembang, termasuk Indonesia, meski dampaknya diperkirakan jangka pendek. Sektor-sektor berorientasi ekspor dan komoditas mendapat dorongan dari ekspektasi pemulihan ekonomi dunia.
Meski berakhirnya shutdown menenangkan pasar global, dampaknya terhadap IHSG mungkin temporer. Investor asing tercatat fokus pada saham-saham defensif dan berlikuiditas tinggi. Prospek IHSG ditopang oleh investor domestik yang dominan, ekspektasi pemulihan laba emiten, dan potensi penurunan suku bunga domestik.









