News Stream Pro JAKARTA – Kabar baik datang dari pasar valuta asing. Nilai tukar rupiah menunjukkan performa yang solid dan berhasil menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini. Rupiah pun berhasil kembali bertengger di bawah level Rp 16.600 per dolar AS, memberikan angin segar bagi perekonomian.
Menurut data Bloomberg, Jumat (3 Oktober 2025), rupiah ditutup menguat 0,21% ke level Rp 16.563 per dolar AS. Secara akumulatif dalam sepekan, mata uang Garuda ini telah menguat 1,05% dari posisi Rp 16.738 pada pekan sebelumnya.
Senada dengan data Bloomberg, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) juga mencatat penguatan rupiah. Rupiah menguat tipis 0,0060% ke posisi Rp 16.611 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah Jisdor telah menguat 0,98% dari Rp 16.775 pada pekan lalu. Penguatan ini tentu menjadi sinyal positif bagi stabilitas ekonomi Indonesia.
Lantas, sentimen apa saja yang mendorong penguatan rupiah dalam sepekan terakhir?
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa penguatan rupiah didukung oleh serangkaian data ekonomi domestik yang menggembirakan. Beberapa di antaranya adalah surplus neraca perdagangan Agustus dan inflasi yang meningkat menjadi 2,65% pada bulan September. Data-data ini memberikan keyakinan kepada investor terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang solid.
Selain itu, pernyataan Menteri Purbaya yang menegaskan komitmen untuk terus berkoordinasi dengan BI dalam menjaga stabilitas rupiah juga menjadi katalis positif bagi pergerakan mata uang ini. Koordinasi yang baik antara pemerintah dan bank sentral sangat penting dalam menjaga kepercayaan pasar.
“Sentimen risk-on di pasar ekuitas juga turut mendukung penguatan rupiah pada pekan ini,” jelas Lukman kepada Kontan, Jumat (3 Oktober 2025). Menguatnya pasar saham menunjukkan meningkatnya selera risiko investor terhadap aset-aset Indonesia.
Di sisi lain, indeks dolar AS justru tengah mengalami tekanan, terutama akibat data Laporan Perubahan Tenaga Kerja Non-Pertanian ADP (ADP Nonfarm Employment Change) yang menunjukkan pelemahan. Hal ini memberikan ruang bagi mata uang lain, termasuk rupiah, untuk menguat.
Namun, bagaimana prospek rupiah pada pekan depan?
Lukman memperkirakan bahwa rupiah akan bergerak fluktuatif sejalan dengan rilis risalah pertemuan FOMC The Fed. Pasar menantikan pidato dari Ketua The Fed, Jerome Powell, yang diperkirakan akan memberikan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter bank sentral AS tersebut. Pidato dengan nada hawkish berpotensi memberikan tekanan pada rupiah.
Selain itu, dari dalam negeri, rilis data cadangan devisa yang diproyeksikan meningkat menjadi US$ 159 miliar juga akan memengaruhi pergerakan rupiah pada pekan depan. Peningkatan cadangan devisa akan memberikan amunisi bagi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Meskipun demikian, Lukman mengingatkan bahwa perkembangan sentimen domestik secara umum belum sepenuhnya positif. Menurutnya, penguatan rupiah belakangan ini yang hanya didasari oleh pernyataan-pernyataan pemerintah mungkin tidak akan bertahan lama. Fundamental ekonomi yang kuat dan berkelanjutan tetap menjadi kunci utama untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka panjang.
Ringkasan
Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS pada pekan ini, berhasil kembali di bawah level Rp 16.600. Penguatan ini didukung oleh data ekonomi domestik yang positif seperti surplus neraca perdagangan dan inflasi yang meningkat, serta komitmen pemerintah dan BI untuk menjaga stabilitas rupiah. Sentimen risk-on di pasar ekuitas dan melemahnya indeks dolar AS juga turut berkontribusi.
Prospek rupiah pekan depan diperkirakan fluktuatif, dipengaruhi oleh rilis risalah pertemuan FOMC The Fed dan pidato Ketua The Fed. Rilis data cadangan devisa yang diproyeksikan meningkat juga akan memengaruhi pergerakan rupiah. Meskipun demikian, penguatan rupiah yang didasari pernyataan pemerintah mungkin tidak bertahan lama, sehingga fundamental ekonomi yang kuat tetap menjadi kunci stabilitas jangka panjang.








