Kabar mengenai rencana penawaran umum saham perdana (IPO) Anugrah Neo Energy Materials, atau yang dikenal sebagai Neo Energy, semakin santer terdengar. Spekulasi yang beredar menyebutkan bahwa nilai IPO perusahaan ini berpotensi menembus angka lebih dari Rp 5 triliun, menandakan potensi salah satu pencatatan saham terbesar dalam waktu dekat.
Potensi valuasi jumbo ini tidak lepas dari aset strategis yang dimiliki Neo Energy. Berdasarkan informasi dari laman resminya pada Jumat (10/10), perusahaan ini mengelola dua tambang nikel raksasa, yaitu TAS dan MDK. Masing-masing tambang diperkirakan membentang di area seluas lebih dari 10.000 hektare, dengan total cadangan sumber daya yang fantastis, mencapai ratusan juta WMT (Wet Metric Ton).
Selain sumber daya tambang yang melimpah, Neo Energy juga gencar mengembangkan fasilitas kunci berupa High Pressure Acid Leach (HPAL). Fasilitas ini dirancang untuk mengaplikasikan teknologi hidrometalurgi generasi terbaru, sebuah inovasi penting dalam pengolahan bijih nikel untuk kebutuhan masa depan.
Pergerakan Neo Energy ini menambah daftar panjang perusahaan yang berpotensi menarik perhatian investor di tengah dinamika pasar modal Indonesia. Banyak entitas, termasuk dari sektor lain seperti perusahaan kripto, juga sedang dalam proses untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), menunjukkan geliat IPO yang signifikan.
Fasilitas HPAL yang sedang dibangun Neo Energy memiliki kapasitas produksi yang ambisius, ditargetkan mampu menghasilkan ratusan ribu ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) setiap tahun. MHP sendiri merupakan komponen krusial dan bahan utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik (EV), menempatkan Neo Energy pada posisi strategis di rantai pasok global untuk energi bersih.
Yang menarik, fasilitas HPAL Neo Energy dikabarkan mampu beroperasi dengan biaya produksi yang sangat kompetitif. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa estimasi biaya produksinya jauh di bawah rata-rata industri global, berada di kisaran US$11.000 hingga US$16.000 per ton. Keunggulan biaya ini bisa menjadi daya tarik utama bagi calon investor.
Secara operasional, Neo Energy memusatkan kegiatan utamanya di dua kawasan industri hijau yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Kedua lokasi tersebut adalah Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE) dan Neo Energy Parimo Industrial Estate (NEPIE), yang mencerminkan komitmen perusahaan terhadap pengembangan industri berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dalam iklim pasar modal yang aktif, di mana beberapa perusahaan lain seperti EMAS baru saja menuntaskan masa penawaran umum dan memasuki tahap penjatahan, langkah IPO Neo Energy tentu sangat dinanti. Hal ini menunjukkan bahwa investor memiliki banyak pilihan di pasar, namun proyeksi Neo Energy tetap menonjol dengan potensi besarnya.
Informasi terkini mengindikasikan bahwa Neo Energy telah merampungkan tahap registrasi awal untuk IPO-nya. Kini, perusahaan dikabarkan sedang bersiap untuk memasuki fase edukasi investor dalam waktu dekat, sebuah langkah penting sebelum penawaran resmi kepada publik.
Apabila rencana besar ini berhasil diwujudkan, Neo Energy berpotensi besar menjadi salah satu IPO skala jumbo yang menutup tahun 2025. Keberhasilan ini tidak hanya akan memberikan dorongan signifikan bagi perusahaan, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam peta industri nikel hijau dan baterai global yang terus berkembang. Meskipun demikian, upaya konfirmasi resmi dari pihak Neo Energy hingga berita ini diturunkan belum membuahkan hasil. Sementara itu, data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa masih ada setidaknya 11 perusahaan lain yang berada dalam antrean panjang untuk menggelar IPO.









