JAKARTA – Kabar kurang menggembirakan datang dari Bank Indonesia (BI) Perwakilan Jawa Barat. Mereka mencatat sebuah anomali ekonomi di provinsi tersebut. Meskipun pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka positif, justru diiringi dengan peningkatan angka pengangguran, terutama akibat tekanan yang dialami sektor tekstil dan produk tekstil.
Kepala BI Jawa Barat, Muhammad Nur, menjelaskan bahwa ekonomi Jawa Barat mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,20 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal III 2025. Angka ini menunjukkan geliat ekonomi yang cukup baik.
Namun, di balik pertumbuhan tersebut, terdapat ironi. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Barat justru mengalami peningkatan signifikan. Pada Agustus 2025, TPT mencapai 6,77 persen, atau setara dengan sekitar 1,78 juta orang. Peningkatan ini dipicu oleh gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda industri tekstil sepanjang tahun terakhir.
“Tekstil merupakan industri padat karya. Ketika sektor ini mengalami tekanan dan terjadi PHK, dampaknya langsung terasa pada angka pengangguran,” ungkap Nur saat ditemui di Gedung BI Jawa Barat, Bandung, Senin (10/11/2025). Hal ini menyoroti betapa rentannya perekonomian Jawa Barat terhadap fluktuasi di sektor tekstil.
Situasi ini, menurut Nur, menggarisbawahi pentingnya diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan yang terlalu besar pada satu sektor padat karya dapat menjadi bumerang ketika sektor tersebut mengalami masalah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengembangkan sektor-sektor lain yang lebih stabil dan mampu menyerap tenaga kerja.
Sebagai solusi, BI Jawa Barat mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat sektor-sektor lain yang memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Sektor-sektor tersebut antara lain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pertanian, serta perkebunan.
“Banyak negara tertarik dengan produk UMKM Indonesia. Ini merupakan peluang besar untuk memperluas produksi sekaligus membuka lapangan kerja baru,” jelasnya. Peningkatan daya saing dan akses pasar bagi UMKM menjadi kunci untuk menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan.
Selain UMKM, sektor pertanian dan perkebunan juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Dengan modernisasi pertanian dan peningkatan nilai tambah produk perkebunan, sektor ini dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru sekaligus menyerap tenaga kerja di pedesaan.
Lebih lanjut, BI menilai penguatan pelatihan vokasi menjadi langkah strategis untuk membekali tenaga kerja dengan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri yang terus berubah. Hal ini penting agar angkatan kerja Jawa Barat siap menghadapi tantangan di era digital dan globalisasi.
“Investasi kendaraan listrik sedang meningkat pesat. Karena itu, pelatihan di SMK dan lembaga vokasi perlu diarahkan agar lulusannya siap masuk ke industri tersebut,” tambahnya. Dengan mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten, Jawa Barat dapat menarik investasi di sektor-sektor baru dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas.
Menanggapi situasi ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, mengakui adanya kenaikan angka pengangguran yang sejalan dengan perlambatan industri tekstil. Banyak perusahaan tekstil terpaksa merumahkan pekerja sebagai dampak dari kondisi pasar yang kurang baik.
Namun, Herman tetap optimistis bahwa tren ini akan membaik seiring dengan kebijakan pemerintah pusat yang menyesuaikan tarif impor dan memperkuat perlindungan industri dalam negeri. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi industri tekstil Jawa Barat.
“Ini menjadi angin segar agar tidak terjadi lagi PHK besar-besaran,” katanya. Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) berharap kebijakan ini dapat menstabilkan industri tekstil dan mencegah terjadinya gelombang PHK selanjutnya.
Sebagai langkah antisipasi, Pemprov Jabar kini fokus mendorong investasi di sektor-sektor baru seperti industri kendaraan listrik dan pengembangan kawasan pesisir. Selain itu, Pemprov juga terus berupaya memperluas pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri.
“Kami targetkan tingkat pengangguran turun ke 6,75 persen pada akhir tahun ini,” ujar Herman. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, Pemprov Jabar optimis dapat menekan angka pengangguran dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak bagi masyarakat.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) Jawa Barat menyoroti anomali ekonomi di provinsi tersebut, yaitu pertumbuhan ekonomi yang positif sebesar 5,20% pada kuartal III 2025 yang diiringi dengan peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 6,77%. Peningkatan pengangguran ini disebabkan oleh gelombang PHK di industri tekstil yang merupakan sektor padat karya. BI menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi agar tidak terlalu bergantung pada satu sektor saja.
Sebagai solusi, BI Jabar mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat sektor UMKM, pertanian, dan perkebunan yang memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menanggapi dengan fokus mendorong investasi di sektor baru seperti kendaraan listrik dan pengembangan kawasan pesisir, serta memperluas pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri. Pemprov Jabar menargetkan penurunan tingkat pengangguran menjadi 6,75% pada akhir tahun.








