KEMENTERIAN Perindustrian (Kemenperin) mencatat pertumbuhan investasi Rusia di Indonesia yang signifikan. Data menunjukkan bahwa nilai investasi Rusia mencapai US$ 147,2 juta atau setara sekitar Rp 2,46 triliun dari Januari hingga September 2025. Angka ini melanjutkan tren positif setelah sepanjang tahun 2024 investasi Rusia tercatat sebesar US$ 262,7 juta.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa angka-angka tersebut mencerminkan tingginya kepercayaan investor asal Rusia terhadap stabilitas ekonomi dan potensi besar pengembangan industri di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam keterangan tertulis pada Jumat, 12 Desember 2025, yang menggarisbawahi daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi.
Lebih lanjut, Agus Gumiwang mengungkapkan bahwa perkembangan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Rusia terus menunjukkan tren positif. Total perdagangan bilateral nonmigas pada tahun 2024 mencapai US$ 3,9 miliar, sebuah peningkatan impresif sebesar 18,69 persen sejak tahun 2020. Momentum positif ini berlanjut hingga Januari-Oktober 2025, dengan nilai perdagangan kedua negara yang menembus US$ 4,04 miliar.
Peningkatan kerja sama perdagangan ini didukung oleh penyelesaian sejumlah nota kesepahaman (MoU) penting. Di antaranya adalah Cooperation in the Field of Shipbuilding dan Cooperation in the Field of Scientific Research on the Safe Use of Chrysotile Asbestos. Salah satu MoU kunci yang telah ditandatangani oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Federasi Rusia Anton Alikhanov adalah mengenai riset keselamatan penggunaan asbes krisotil, yang berlangsung di Moskow pada 8 Desember 2025.
Agus Gumiwang berharap MoU lainnya dapat segera diselesaikan, guna menciptakan kerangka kolaborasi yang jelas dan kokoh, baik bagi industri besar maupun industri kecil menengah (IKM) di kedua negara. Komitmen ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dan membuka peluang baru bagi sektor industri Indonesia.
Indonesia juga menunjukkan dukungan penuh terhadap percepatan penyelesaian dan penandatanganan Indonesia–Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I–EAEU FTA). Perjanjian ini dipandang krusial karena akan membuka akses pasar yang lebih luas bagi pelaku industri Indonesia. Manfaat utama yang diharapkan meliputi peningkatan daya saing tarif dan pengurangan hambatan non-tarif, sehingga mempermudah produk Indonesia bersaing di pasar global.
Sebagai anggota kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa), Indonesia aktif berpartisipasi dalam BRICS Centre for Industrial Competences (BCIC). Kerja sama dalam platform ini akan difokuskan pada pengembangan berbagai sektor strategis, termasuk digitalisasi industri, teknologi mobilitas baru, transportasi tanpa awak, pengembangan sumber daya manusia industri, pemberdayaan IKM, transformasi digital, kecerdasan buatan, dan bioindustri.
Agus Gumiwang menilai BCIC sebagai platform strategis untuk transfer teknologi dan percepatan modernisasi industri nasional. Ini adalah langkah penting menuju terwujudnya industri yang cerdas, hijau, dan inklusif, selaras dengan visi pembangunan industri berkelanjutan Indonesia. Kerja sama internasional, termasuk dengan Rusia dan melalui forum seperti BRICS, menjadi vital dalam menghadapi berbagai dinamika dan tantangan global yang dihadapi industri nasional, seperti isu persaingan produk impor yang kerap menekan sektor-sektor tertentu.









