News Stream Pro – JAKARTA. Harga batu bara dunia kembali menunjukkan tren penguatan. Namun, kenaikan ini diprediksi tidak akan berlangsung lama, menimbulkan pertanyaan tentang stabilitas pasar komoditas energi ini.
Mengutip data dari Trading Economics, pada penutupan perdagangan Jumat (31 Oktober 2025), harga batu bara berhasil menguat tipis sebesar 0,32% dan berada di level US$ 109,25 per ton. Kenaikan ini memicu berbagai analisis mengenai arah pergerakan harga batu bara ke depan.
Pengamat Komoditas, Ibrahim Assuaibi, memiliki pandangan bahwa harga batu bara berpotensi untuk melanjutkan tren penurunan hingga akhir tahun. Prediksi ini didasarkan pada beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika pasar batu bara global.
“Untuk harga batu bara terus mengalami penurunan. Penurunan ini mungkin akibat dari sanksi ekonomi Amerika yang setengah-setengah terhadap Rusia,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (2 November 2025).
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi harga batu bara, penting untuk dicatat bahwa PTBA (PT Bukit Asam Tbk) mencatatkan kenaikan produksi batu bara sebesar 9% pada Kuartal III-2025. Hal ini menjadi indikasi kuatnya aktivitas produksi di dalam negeri.
Menurut Ibrahim, rencana Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi penuh terhadap ekspor energi Rusia belum sepenuhnya terealisasi. Akibatnya, dampaknya terhadap pasokan batu bara global menjadi relatif terbatas. Di sisi lain, penurunan produksi batu bara di Tiongkok justru mengindikasikan kondisi oversupply, yang semakin menekan harga batu bara di pasar global.
Lebih lanjut, Ibrahim menambahkan bahwa transisi energi di Eropa menjadi faktor lain yang memberikan tekanan pada harga batu bara dalam jangka panjang. Pergeseran menuju sumber energi yang lebih bersih secara bertahap mengurangi ketergantungan pada batu bara.
“Sebagian negara Eropa sudah menggunakan tenaga listrik dari air, cahaya, dan angin. Ini yang menakjubkan,” kata Ibrahim, menyoroti kemajuan signifikan dalam adopsi energi terbarukan.
Saat ini, harga batu bara yang sempat menyentuh US$108 per ton telah kembali terkoreksi ke kisaran US$100 per ton. Ibrahim memprediksi tren penurunan ini masih akan berlanjut, dengan level wajar di sekitar US$98 per ton hingga akhir tahun. Meski demikian, ia tidak menutup kemungkinan adanya rebound harga di tahun mendatang.
Selain dinamika harga, penting juga untuk melihat bagaimana emiten batu bara melakukan diversifikasi bisnis.
“Ada kemungkinan besar harga batu bara akan kembali di atas US$100, bahkan bisa saja ke US$110 per ton,” jelasnya, memberikan sedikit harapan bagi para pelaku industri.
Kendati demikian, Ibrahim menegaskan bahwa dalam jangka panjang, arah harga batu bara tetap cenderung menurun seiring dengan peralihan global menuju energi bersih yang semakin gencar.
“Negara-negara sudah beralih ke energi terbarukan seperti gas alam, angin, tenaga surya, dan air. Itu yang membuat harga batu bara akan mengalami penurunan,” pungkasnya, menggarisbawahi tren jangka panjang yang tidak bisa dihindari.
Ringkasan
Harga batu bara dunia sempat menguat tipis, namun diprediksi akan kembali mengalami penurunan hingga akhir tahun. Pengamat komoditas Ibrahim Assuaibi berpendapat bahwa sanksi ekonomi AS yang tidak penuh terhadap Rusia, penurunan produksi di Tiongkok yang menyebabkan oversupply, dan transisi energi di Eropa menjadi faktor penekan harga.
Meskipun PTBA mencatatkan kenaikan produksi batu bara, Ibrahim memperkirakan harga batu bara akan terus terkoreksi dan mencapai level wajar sekitar US$98 per ton. Ia juga menyoroti bahwa peralihan global menuju energi bersih seperti gas alam, angin, tenaga surya, dan air akan menekan harga batu bara dalam jangka panjang, meskipun potensi rebound harga tetap ada.








