Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menyerukan kolaborasi erat antar stakeholders untuk membangun ekosistem digital yang kokoh. Tujuannya adalah mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia, yang diprediksi akan mencapai angka fantastis US$ 109 miliar (setara Rp 1,08 kuadriliun) pada tahun 2025.
Menyadari potensi besar ini, Kartika menekankan bahwa Indonesia merupakan salah satu komunitas digital terbesar di dunia. Namun, ia juga mengingatkan akan pentingnya kewaspadaan terhadap berbagai risiko yang mengintai, terutama ancaman serangan siber yang berpotensi menargetkan sektor-sektor strategis. “Kita harus lebih siap menghadapi tantangan ini bersama-sama,” tegas Kartika dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu, 13 September 2025.
Apresiasi tinggi diberikan kepada Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum PERURI) atas inisiatifnya menyelenggarakan Digital Resilience Summit 2025. Acara ini menjadi wadah penting yang mempertemukan para pemimpin industri, regulator, akademisi, dan komunitas teknologi untuk berdiskusi mengenai isu-isu krusial dalam membangun ketahanan digital di Indonesia.
Summit yang mengusung tema “Integrating Cybersecurity, AI, Quantum & Privacy for Enterprise Resilience” ini terlaksana berkat kolaborasi dengan PT Xynexis International. Sinergi lintas sektor ini menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat ketahanan digital nasional.
Direktur Utama PERURI, Dwina Septiani Wijaya, menyatakan bahwa acara ini merupakan momentum strategis untuk memperkuat kontribusi PERURI dalam membangun ekosistem teknologi dan keamanan digital di Indonesia. “Di era disrupsi yang penuh risiko, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci agar kedaulatan digital Indonesia tetap terjaga,” ungkapnya.
Senada dengan Dwina, Direktur Digital Business PERURI, Farah Fitria Rahmayanti, menyoroti pentingnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi. Hal ini diperlukan untuk menghadapi ancaman serangan siber dan deepfake. Farah menekankan perlunya integrasi antara cyber security (keamanan siber), artificial intelligence (kecerdasan buatan), dan teknologi kuantum dalam menjaga data privacy (privasi data) yang dikelola perusahaan.
Lebih lanjut, Farah menyoroti peran krusial regulator dalam menetapkan standar tata kelola dan etika penggunaan teknologi. Menurutnya, setiap inovasi teknologi selalu memiliki dua sisi mata uang: potensi ancaman sekaligus peluang. “Regulator perlu menetapkan standar-standar bagaimana governance (tata kelola) dan etika bisa dilaksanakan,” jelas Farah.
Sejalan dengan pandangan para narasumber lainnya, CEO PT Xynexis International, Eva Noor, menekankan pentingnya sinergi dalam menyelesaikan isu-isu keamanan siber, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan privasi data. “Forum ini menjadi ruang bersama bagi pemerintah, industri, dan akademisi untuk mencari solusi konkret agar Indonesia benar-benar siap menghadapi masa depan digital,” pungkasnya.
Perlambatan ekonomi global menjadi tantangan tersendiri, namun sinergi dan inovasi di sektor digital memberikan secercah harapan.
Pilihan Editor: Setitik Harapan di Tengah Perlambatan
Ringkasan
Ekonomi digital Indonesia diprediksi mencapai US$ 109 miliar pada tahun 2025. Wakil Menteri BUMN menekankan pentingnya kolaborasi antar stakeholders untuk membangun ekosistem digital yang kokoh dan mewaspadai ancaman serangan siber yang mungkin terjadi.
Perum PERURI menyelenggarakan Digital Resilience Summit 2025 sebagai wadah diskusi para pemimpin industri, regulator, akademisi, dan komunitas teknologi. Inisiatif ini bertujuan memperkuat ketahanan digital nasional melalui integrasi cyber security, artificial intelligence, teknologi kuantum, dan data privacy, serta menekankan peran regulator dalam menetapkan standar tata kelola dan etika penggunaan teknologi.








