News Stream Pro – JAKARTA. Kinerja berbagai valuta asing (valas) utama global menunjukkan pergerakan yang beragam di pasar. Sentimen seputar kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), diperkirakan akan menjadi faktor penentu utama arah pergerakan mata uang ini ke depan.
Menurut data dari Trading Economics pada Selasa (23/12/2025) pukul 16.41 WIB, pasangan valas EUR/USD terpantau di level 1,1789, menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 13,76% secara year to date (ytd). Demikian pula, GBP/USD menguat ke 1,3508 dengan kenaikan 7,84% ytd, dan AUD/USD naik 8,08% ytd ke level 0,6691. Namun, tidak semua mata uang mencatatkan penguatan; USD/JPY terkoreksi 0,89% menjadi 155,89, sementara USD/CHF melemah 13,14% ytd ke level 0,7883.
Memasuki awal tahun depan, perhatian para pelaku pasar valuta asing akan kembali terfokus pada dinamika perbedaan arah kebijakan moneter bank sentral global. Taufan Dimas Hareva, Research and Development ICDX, menjelaskan bahwa setelah periode suku bunga tinggi yang relatif panjang, pasar mulai mengalihkan fokus dari isu inflasi dan pengetatan kebijakan menuju pembahasan mengenai waktu dan kedalaman pelonggaran kebijakan, khususnya oleh The Federal Reserve.
“Pergeseran fase ini berpotensi meningkatkan volatilitas pasar valuta asing secara signifikan, sekaligus membuka peluang menarik pada sejumlah pasangan mata uang utama,” ujar Taufan kepada Kontan, Selasa (23/12/2025).
Dari deretan valas utama, pasangan EUR/USD menjadi salah satu yang paling menarik untuk dicermati. Ekspektasi akan penurunan suku bunga The Fed dipercaya akan membuka ruang pelemahan bagi dolar AS. Di sisi lain, Euro masih mendapatkan dukungan dari stabilisasi inflasi di kawasan Eropa serta adanya stimulus fiskal yang terbatas. Dengan asumsi tidak ada guncangan geopolitik besar, EUR/USD diperkirakan akan bergerak di kisaran 1,15-1,19 pada awal tahun depan. Namun, penguatan Euro tetap akan dibatasi oleh pertumbuhan ekonomi kawasan yang relatif moderat.
Sementara itu, GBP/USD cenderung menunjukkan pergerakan yang lebih volatil. Pound Sterling masih terus dibayangi oleh perlambatan ekonomi Inggris dan sikap Bank of England yang cenderung lebih berhati-hati dalam memangkas suku bunga. Meskipun demikian, jika dolar AS mengalami pelemahan struktural, GBP/USD berpeluang bergerak di rentang 1,32-1,38 pada awal tahun depan, meskipun pergerakannya diperkirakan tidak akan sehalus Euro.
Di tengah analisis pergerakan mata uang utama, pasar komoditas global juga menunjukkan dinamika menarik. Harga CPO, misalnya, kembali melonjak di atas RM 4.000, didorong oleh sentimen positif dari biodiesel dan penguatan Ringgit. Perkembangan di sektor komoditas ini tentu turut memengaruhi prospek beberapa mata uang terkait.
Untuk kawasan Asia Pasifik, AUD/USD tetap menjadi sorotan sebagai proksi sentimen risiko global dan komoditas. Mata uang Australia ini berpotensi mendapatkan dukungan dari stabilnya permintaan komoditas serta membaiknya risk appetite global. Kendati demikian, AUD/USD masih rentan terhadap perlambatan ekonomi Tiongkok. Pada awal tahun depan, AUD/USD diperkirakan bergerak di kisaran 0,66-0,70, dengan kecenderungan mengikuti dinamika pasar global daripada faktor domestik semata.
Di sisi lain, USD/JPY menjadi pasangan yang paling sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter. Normalisasi kebijakan Bank of Japan (BoJ) secara bertahap berpotensi memperkuat Yen. Namun, disparitas suku bunga yang masih lebar dengan AS membuat Yen rentan terhadap tekanan carry trade. Oleh karena itu, USD/JPY diperkirakan bergerak fluktuatif di kisaran 150–160 pada awal tahun depan, dengan volatilitas tinggi terutama di sekitar pertemuan BoJ dan rilis data ekonomi AS.
Adapun USD/CHF cenderung menunjukkan pergerakan yang lebih stabil. Franc Swiss tetap berfungsi sebagai aset lindung nilai (safe haven) di tengah ketidakpastian global. Dengan asumsi sentimen risiko relatif terjaga, USD/CHF diperkirakan berada di kisaran 0,75–0,80, dengan potensi penguatan Franc jika ketegangan geopolitik meningkat.
Dinamika pasar valuta asing tidak hanya terbatas pada mata uang utama dunia. Di pasar domestik, rupiah juga menunjukkan pergerakan signifikan, bahkan sempat melemah selama tujuh hari beruntun. Proyeksi untuk pergerakan rupiah ke depan pun menjadi perhatian serius bagi pelaku pasar dan investor.
Menanggapi prospek valuta asing, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan prediksinya untuk kuartal I 2026. Menurut Ibrahim, pasangan valas EUR/USD berpotensi terkoreksi akibat sentimen ketegangan geopolitik, diperkirakan akan mencapai level 1,1146.
Senada, pasangan valas GBP/USD juga diproyeksikan terkoreksi karena sentimen geopolitik, menuju level 1,2901. Sementara itu, pasangan USD/JPY kemungkinan akan bergerak di kisaran 160. Sebaliknya, pasangan valas AUD/USD diperkirakan mengalami penguatan signifikan di level 0,68, didorong oleh stabilnya permintaan komoditas global. Adapun pasangan valas USD/CHF diprediksi akan berada di level 0,8478.
“Saya melihat sentimen geopolitik yang meningkat berarti harga komoditas juga akan naik. Jika harga komoditas naik, itu menjadikan valas AUD/USD sangat menarik untuk dicermati,” ucap Ibrahim.
Selain pergerakan di pasar valuta asing dan komoditas, pasar saham juga menghadirkan tren tersendiri. Sebagai contoh, saham Mora Telematika (MORA) belakangan ini terpantau dalam tren melemah, menunjukkan bahwa para investor juga mencermati rekomendasi dan analisis untuk sektor saham di tengah dinamika ekonomi yang kompleks.










