News Stream Pro JAKARTA. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) membuka secercah harapan bagi perbankan untuk meningkatkan margin keuntungan mereka. Hal ini menjadi krusial mengingat tren penurunan yang sedang dialami oleh Net Interest Margin (NIM) perbankan.
Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa NIM perbankan pada April 2025 berada di angka 4,45%, mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 4,51%. Bahkan, angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan April 2024 yang masih mampu mencatatkan NIM sebesar 4,56%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menginterpretasikan penurunan NIM ini sebagai indikasi kompetisi yang semakin ketat dalam perebutan dana, tidak hanya antar bank, tetapi juga dengan berbagai instrumen investasi lainnya.
Margin Bunga Bersih (NIM) Perbankan Terus Menurun, Apa Penyebabnya?
Menanggapi penurunan BI rate, Dian melihat adanya potensi perbaikan margin bagi perbankan. Secara teoritis, penurunan suku bunga acuan membuka ruang bagi bank untuk menurunkan cost of fund mereka.
“Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada seberapa cepat bank dapat menyesuaikan suku bunga simpanan dan kredit,” jelasnya.
Dian memproyeksikan bahwa NIM perbankan ke depannya akan cenderung stabil dan moderat, asalkan transmisi suku bunga berjalan efektif dan pertumbuhan kredit juga mengalami peningkatan.
Lebih lanjut, OJK mendorong bank untuk fokus pada efisiensi operasional dan pengelolaan risiko kredit yang baik sebagai strategi berkelanjutan untuk menjaga profitabilitas. “Tidak hanya semata-mata mengandalkan spread,” tegas Dian.
NIM Perbankan Masih Dalam Tren Menurun
Senada dengan pandangan tersebut, EVP Corporate and Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, berpendapat bahwa pergerakan NIM ke depan akan sangat dipengaruhi oleh permintaan kredit di pasar, fluktuasi suku bunga, dan kondisi likuiditas secara keseluruhan.
Di BCA sendiri, NIM juga mengalami penurunan pada April 2025 menjadi 5,56%, dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di level 5,89%.
“Pada umumnya, kinerja perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian secara umum,” ungkap Hera.
Hera menambahkan bahwa BCA telah melakukan perbaikan komposisi aset produktif, yang didorong oleh peningkatan volume kredit. Selain itu, cost of fund BCA relatif terjaga berkat keunggulan yang dimiliki BCA dalam perbankan transaksi.
Margin Bunga Bersih (NIM) Perbankan Menyusut di Tengah Ketatnya Likuiditas
“BCA senantiasa mempertahankan posisi permodalan dan likuiditas yang solid guna menghadapi dinamika makroekonomi yang ada,” lanjut Hera.
Sementara itu, Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, mengungkapkan bahwa NIM di bank yang dipimpinnya mengalami penurunan secara tahunan. Meskipun demikian, jika dilihat secara kuartalan, NIM di CIMB Niaga mulai menunjukkan tanda-tanda stabil.
Sebagai gambaran, Lani merinci bahwa NIM CIMB Niaga tahun ini berada di kisaran 3,9% hingga 4%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang masih berada di level 4,4%.
Lani melihat bahwa tren stabilisasi NIM ini akan berlanjut di tahun ini. Ia berpendapat bahwa penurunan BI rate tidak memberikan dampak signifikan karena kondisi likuiditas yang masih ketat.
“Kami terus berupaya fokus pada CASA (Current Account Savings Account) yang walaupun masih mahal, tetapi tetap lebih murah dibandingkan deposito berjangka,” pungkas Lani. Strategi ini diharapkan dapat membantu menstabilkan NIM di tengah kondisi pasar yang menantang.
Ringkasan
Penurunan BI Rate membuka peluang bagi bank untuk meningkatkan Net Interest Margin (NIM) yang sedang menurun. Data OJK menunjukkan NIM perbankan terus menurun, mengindikasikan kompetisi ketat dalam perebutan dana. Penurunan BI Rate diharapkan dapat menurunkan cost of fund bank, namun efektivitasnya tergantung pada kecepatan penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit.
OJK mendorong bank untuk fokus pada efisiensi operasional dan pengelolaan risiko kredit. Beberapa bank, seperti BCA dan CIMB Niaga, mengakui penurunan NIM namun berupaya menstabilkannya melalui peningkatan volume kredit, pengelolaan cost of fund, dan fokus pada CASA. Kondisi likuiditas yang ketat menjadi tantangan dalam memaksimalkan dampak positif penurunan BI Rate terhadap NIM.








