Pada September 2025, Nina Kutina dan kedua putrinya kembali ke Moskow, Rusia, setelah sembilan bulan tinggal di sebuah gua di Hutan Gokarna, India. Kisah ini bermula ketika mereka ditemukan pada 9 Juli lalu, dan mengundang rasa ingin tahu tentang alasan di balik pilihan hidup ekstrem tersebut. Kepada BBC, Nina membuka diri dan menceritakan kisah pilu yang membawanya ke gua itu.
Alasan terbesarnya adalah duka mendalam atas kehilangan putra sulungnya, Dmitry. Dmitry tewas dalam kecelakaan lalu lintas tragis di Negara Bagian Goa pada September 2024, tak jauh dari gua yang kemudian menjadi tempat tinggal sementara bagi Nina dan kedua putrinya. “Kami belum pernah tinggal di gua sebelumnya. Kami datang untuk menjelajah. Kami mencintai alam dan telah tinggal di berbagai tempat di seluruh dunia, termasuk hutan belantara. Tapi tinggal di gua adalah pengalaman baru,” ungkap Nina.
Selain berjuang dengan kesedihan, Nina merasa bahwa hidup sederhana di tengah alam adalah lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan kedua putrinya, Ama dan Prema, yang saat itu berusia lima dan enam tahun. “Saya tidak ingin tinggal di apartemen panel di Moskow. Saya ingin tinggal di tepi laut agar anak-anak saya bisa berlari di pasir dan melihat dunia. Saya ingin mereka bisa memiliki kehidupan yang lebih menarik dan sehat,” jelasnya. Putra Nina yang lain, Luchezar, tidak ikut serta karena ia tinggal dan bersekolah di Arambol, India, yang berjarak beberapa jam dari gua tersebut.
Namun, kehidupan di gua itu tidak bisa selamanya. Polisi India menemukan mereka setelah menerima laporan tentang anak-anak berambut pirang yang berjalan tanpa alas kaki di area ziarah yang ramai. Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa dokumen imigrasi Nina telah kedaluwarsa. Nina mengaku bahwa setelah kematian Dmitry, ia kehilangan kekuatan untuk mengurus dokumen-dokumen penting tersebut.
Polisi akhirnya membujuk Nina untuk pindah ke kantor imigrasi, dengan alasan keamanan. Mereka khawatir tentang potensi bahaya seperti ular, hewan liar, dan risiko longsor selama musim hujan. Menariknya, Nina justru merasa lebih aman di alam liar. “Tidak ada ular yang pernah menyakiti kami. Tidak ada hewan yang menyerang kami. Selama bertahun-tahun, kami hanya takut pada manusia,” tulisnya di saluran Telegram pribadinya.
Lantas, apa saja yang dilakukan Nina dan kedua putrinya selama tinggal di alam terbuka? Nina menceritakan bahwa ia menghias gua dengan kerajinan tangan buatannya sendiri. Ia juga membuat tempat tidur dari papan dan memasang tikar di lantai gua. Polisi yang menemukan keluarga itu bahkan menggambarkan bahwa mereka “tampak nyaman” di dalam gua tersebut.
Vasily Kondrashov, seorang teman Nina di India, menggambarkan Nina sebagai sosok yang “legendaris”. Menurutnya, Nina dan anak-anaknya pertama kali tinggal di hutan bagian utara Goa sekitar 10 tahun lalu, sebelum akhirnya pindah ke dalam gua. “Di antara akar-akar raksasa pohon tropis, Nina menciptakan dua ruangan yang ditutupi kain. Satu sisi jadi ruang tamu dengan altar, yang lain kamar tidur,” kata Vasily. Ia menambahkan, “Di bawah pohon, mengalir sebuah sungai yang membentuk kolam alami kecil. Area sekitarnya dilapisi tanah liat dengan kursi buatan tangan, tempat api unggun, perkakas, dan mainan anak-anak.” Ketika ditanya tentang ular, Nina menjawab santai, “Ada dua ular yang tinggal dekat rumah kami, dan kami sudah saling mengenal dengan baik.”
Lalu, bagaimana mereka memenuhi kebutuhan pangan? Nina menjelaskan bahwa lokasi gua tersebut cukup dekat dengan Gokarna sehingga mereka bisa membeli buah-buahan. Mereka juga tidak mengonsumsi daging, karena kedua putrinya adalah vegetarian sejak lahir. Nina percaya bahwa gaya hidup alami ini membuat mereka tidak pernah sakit.
Nina sendiri lahir di Leningrad (sekarang St. Petersburg). Ia dikenal sebagai seorang pengembara yang gemar menjelajahi berbagai negara. Selain Rusia, ia pernah tinggal di Ukraina, Thailand, Malaysia, Indonesia, Sri Lanka, Kosta Rika, Nepal, dan terakhir, India. Di luar negeri, ia melahirkan Luchezar dan kedua putrinya, Ama dan Prema. Ia mengatakan bahwa anak-anaknya lahir di rumah tanpa bantuan medis dan menggambarkan hubungan keluarganya sangat erat. “Saya menghabiskan 24 jam sehari bersama anak-anak saya. Saya memiliki gelar dalam pendidikan, latar belakang seni, dan saya seorang musisi,” ujarnya. Nina memang memiliki latar belakang pendidikan yang kuat. Ia mengenyam pendidikan di kota Krasnoyarsk di Siberia selama sekitar delapan tahun dan memperoleh gelar di bidang pendidikan. Namun, ia kemudian bekerja sebagai desainer interior di Moskow sebelum akhirnya meninggalkan Rusia 15 tahun lalu bersama putra sulungnya, Dmitry. Nina mengaku bahwa ia merasa lebih nyaman hidup “di bawah langit terbuka, dalam harmoni dengan alam” selama bertahun-tahun.
Di saluran Telegramnya, PecheRNaYa ZhizN (yang berarti “Kehidupan Gua”), Nina mempromosikan pelajaran merajut. Ia bahkan berbagi ilmu menggambar dan memahat, termasuk selama ia berada di pusat penahanan.
Ironisnya, Nina merasa bahwa “penahanan lebih buruk daripada di gua”. Setelah menolak untuk dipindahkan, Nina mencoba bernegosiasi dengan pihak berwenang agar ia dibebaskan dengan jaminan dan diizinkan menyewa rumah. Namun, ia justru ditempatkan di pusat penahanan wanita di dekat Bangalore bersama kedua putrinya. Sementara itu, putranya ditempatkan di panti asuhan terdekat, yang menurutnya sangat menyedihkan. Kondisi di pusat penahanan tersebut, kata Nina, jauh lebih buruk daripada di gua. Ia mengklaim bahwa staf mencuri makanan dan barang-barangnya, serta menyita abu jenazah putranya yang disimpan di gua. “Mereka (polisi) katanya melindungi kami dari hewan liar. Pada kenyataannya, dengan menempatkan kami di pusat penahanan itu, mereka membuat kami terpapar kecoak raksasa yang berlari di atas kepala orang pada malam hari dan tidak bisa dihindari,” keluhnya. “Mereka berpikir menyelamatkan anak-anak dari kelaparan dan kedinginan. Di gua, saya memasak makanan lezat untuk mereka. Di pusat penahanan, anak-anak saya menderita kelaparan dan kekurangan vitamin.”
BBC telah meminta tanggapan dari pihak berwenang di India terkait tuduhan tersebut. P. Manivannan, Sekretaris Utama Departemen Kesejahteraan Sosial Pemerintah Negara Bagian Karnataka, mengatakan kepada BBC Hindi bahwa “Tuduhan warga negara Rusia tersebut telah dicatat dengan serius. Kami telah meminta Wakil Komisaris dan Asisten Komisaris Distrik Tumakuru (keduanya merupakan pejabat tinggi pemerintahan di distrik tersebut) untuk menyelidiki tuduhan tersebut dan mengirimkan laporan kepada kami.” Ia menambahkan, “Jika tuduhan tersebut terbukti benar, kami akan mengambil tindakan segera untuk memperbaikinya.” Secara terpisah, seorang pejabat lain yang meminta identitasnya dirahasiakan berkata kepada BBC, “Penyelidikan awal menunjukkan bahwa tuduhan tentang pencurian barang-barang sangat dibesar-besarkan. Kami akan menunggu laporan dari pejabat distrik tingkat atas.”
Menurut seorang pejabat India yang berbicara dengan BBC, Nina Kutina menghubungi Kedutaan Besar Rusia untuk meminta bantuan agar dapat kembali ke Rusia. Namun, proses tersebut tertunda karena Dror Shlomo Goldstein, seorang pengusaha Israel yang tinggal di Negara Bagian Goa, mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan hak asuh atas Ama dan Prema. Goldstein mengklaim bahwa ia adalah ayah kedua anak perempuan itu dan meminta agar mereka tidak dikirim ke Rusia. “Dalam beberapa tahun terakhir, semakin sulit untuk tetap berhubungan dengan mereka. Bahkan ketika saya menemukan mereka, mereka tampak jauh dan menganggap saya telah meninggalkan mereka sebelum lahir. Padahal saya tidak pernah berhenti mencintai mereka,” tulis Goldstein di media sosial. Goldstein menginginkan hak asuh bersama atas anak-anak tersebut, tetapi pengadilan mengharuskan tes DNA. Nina Kutina enggan berkomentar mengenai Goldstein dan mengatakan bahwa ia sudah putus kontak dengan “orang itu”.
Kisah Nina Kutina ini mengingatkan kita pada berbagai kisah tentang manusia yang memilih hidup di alam liar, seperti kisah empat bocah yang berhasil bertahan hidup selama 40 hari di Hutan Amazon setelah pesawat yang mereka tumpangi jatuh, atau kisah perempuan satu-satunya korban selamat kecelakaan pesawat yang bertahan delapan hari sendirian di hutan. Kisah-kisah ini menunjukkan ketahanan dan kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan kondisi ekstrem.
Kini, Nina tinggal bersama kerabatnya di Moskow. Ia tidak berencana mengirim anak-anaknya ke sekolah, tetapi akan mendidik mereka di rumah. Ia juga ingin menikmati berkembara di hutan bersama putrinya dan mencari petualangan baru di berbagai tempat di masa depan. Namun, saat ini, ia masih harus berjuang dengan pengurusan dokumen baru.
Reportase tambahan oleh Imran Qureshi.
Kisah tentang Nina Kutina dan keluarganya ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga alam dan lingkungan hidup. Seperti yang dilakukan oleh Sri Hartini, perempuan penjaga ‘hutan adat satu-satunya di Yogyakarta’ yang berjuang ‘demi mata air, bukan air mata’, atau kisah pertobatan pembalak kayu di Amazon yang mempelajari nilai kehidupan dari pohon, serta kisah para perempuan penjaga hutan Aceh yang merasa ‘lebih didengar oleh para pembalak liar’. Kisah-kisah ini memberikan inspirasi tentang bagaimana manusia dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan alam.








