Penayangan video yang mengulas pencapaian program pemerintahan Prabowo Subianto di bioskop-bioskop seluruh Indonesia menuai sorotan tajam dari warganet. Banyak yang berpendapat bahwa pemutaran video tersebut terasa kurang tepat, mengingat situasi dan konteks saat ini.
Salah seorang pengguna Instagram dengan akun @mont**** bahkan mengajak para pengikutnya untuk datang ke bioskop 15 menit setelah jadwal penayangan film dimulai. Tujuannya? Agar mereka tidak perlu menyaksikan tayangan video tersebut yang biasanya diputar sebelum film utama diputar.
Asep Suryana, seorang dosen Ilmu Sosiologi dari Universitas Negeri Jakarta, menilai bahwa reaksi penolakan dan protes dari warganet terhadap penayangan video pencapaian pemerintah di bioskop adalah hal yang wajar. “Bioskop seharusnya menjadi ruang hiburan publik, namun justru diintervensi dengan propaganda pemerintah,” ujarnya saat dihubungi pada hari Minggu, 14 September 2025.
Asep menjelaskan lebih lanjut, bahwa praktik pemerintah menyisipkan propaganda di ruang publik seperti bioskop bukanlah fenomena baru di Indonesia. Pada tahun 2018 lalu, mantan Presiden Joko Widodo juga pernah melakukan hal serupa dengan menayangkan iklan yang menampilkan capaian pemerintahannya sebelum pemutaran film utama.
“Perbedaannya kali ini adalah, Prabowo dinilai tidak memiliki cara pencitraan yang sekuat yang dilakukan Jokowi. Hal ini yang kemudian memicu protes yang lebih keras,” imbuhnya.
Asep menyarankan agar pemerintah tidak serta merta melakukan propaganda di ruang publik. Menurutnya, pencapaian program pemerintahan memiliki saluran komunikasi tersendiri dan tidak harus disisipkan di bioskop.
“Prabowo sebaiknya meninjau ulang strategi propaganda ini karena akan berdampak pada citranya di masa depan. Bahkan, jika diperlukan, penayangan video ini sebaiknya dihentikan untuk meredam sorotan publik,” tegas Asep.
Sebagai informasi, video yang menampilkan Prabowo sebelum pemutaran film utama di bioskop memang tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial, khususnya di platform X (dulu Twitter). Video tersebut menampilkan klaim dan capaian Prabowo atas berbagai program pemerintahannya.
Dalam video tersebut, Presiden Prabowo menyatakan komitmennya untuk menghapuskan kemiskinan di Indonesia. Ia juga mengklaim keberhasilan program makan bergizi gratis (MBG) yang telah dijalankan sejak awal tahun 2025.
Selain menampilkan sosok Prabowo, video tersebut juga menyajikan sejumlah data. Di antaranya, capaian program MBG yang telah menjangkau 20 juta penerima manfaat, pembukaan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih, serta pengoperasian 5.800 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut, video tersebut juga menyajikan data produksi beras nasional yang mencapai 21.760.000 ton hingga Agustus 2025, keberhasilan cetak sawah seluas 225 ribu hektare, serta keberhasilan ekspor jagung sebanyak 1.200 ton pada awal tahun.
Menanggapi hal ini, Menteri Sekretaris Negara sekaligus Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi, berpendapat bahwa penggunaan media publik sebagai alat penyampaian pesan bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan. “Selama tidak melanggar aturan dan tidak mengganggu kenyamanan serta keindahan, hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah,” kata Prasetyo dalam keterangan tertulisnya pada hari Minggu, 14 September 2025.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mendesak agar pemerintah menghentikan penayangan video tersebut di ruang publik. “Daripada memaksakan kehendak, lebih baik pemerintah mengevaluasi program secara jujur dan mendengarkan suara publik untuk memperbaiki kesalahan yang ada,” ujar Usman.
Sorotan terhadap penayangan video Prabowo di bioskop ini juga memicu respons dari Istana Negara, yang menganggapnya sebagai hal yang wajar selama tidak melanggar aturan dan mengganggu kenyamanan publik.
Ringkasan
Penayangan video pencapaian pemerintahan Prabowo Subianto di bioskop memicu kritik dari warganet yang menilai tindakan tersebut kurang tepat. Dosen Sosiologi UNJ, Asep Suryana, berpendapat bahwa bioskop seharusnya menjadi ruang hiburan, bukan tempat propaganda pemerintah, meskipun praktik serupa pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
Berbagai pihak menanggapi kontroversi ini; juru bicara presiden menilai penayangan tersebut lumrah selama tidak melanggar aturan, sementara Amnesty Internasional Indonesia mendesak pemerintah untuk menghentikan penayangan video tersebut dan mengevaluasi program secara jujur. Asep Suryana juga menyarankan agar Prabowo meninjau ulang strategi propaganda ini agar tidak berdampak negatif pada citranya.









