JAKARTA, KOMPAS.com – Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret artis Nikita Mirzani kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025). Persidangan yang dimulai sejak pukul 11.00 WIB dan berlangsung hingga pukul 17.30 WIB ini menghadirkan dua saksi ahli, yakni Andi Widiatno, ahli hukum UU ITE, dan Beniharmoni Harefa, ahli hukum pidana. Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli, agenda dilanjutkan dengan pemeriksaan Nikita Mirzani sebagai terdakwa.
Namun, di tengah proses tanya jawab antara Jaksa Penuntut Umum dan Nikita Mirzani, Ketua Majelis Hakim Khairul Soleh memutuskan untuk menunda sementara persidangan karena memasuki waktu azan Magrib. “Tadi begini, ini kan sudah mau masuk adzan ya. Mungkin kita pending. Kita lanjutkan, tolong jangan dibuat tidak kondusif ya. Siap, siap. Silakan,” kata Khairul di PN Jakarta Selatan.
Seiring dengan penundaan sidang, terungkap kondisi kesehatan Nikita Mirzani yang kurang baik. Usai skors, Usman Lawara, kuasa hukum Nikita, menyampaikan bahwa kliennya sedang tidak sehat. “Ini kondisi terdakwa memang dari kemarin kan saya mengajukan untuk berobat. Nah sekarang berdampak ini terdakwa agak sakit panas di bagian belakang (leher),” jelas Usman.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim meminta pihak terdakwa untuk melampirkan surat resmi dari rumah sakit sebagai bukti kondisi kesehatan. “Permohonan silakan diajukan yang mengantar. Tetapi yang ada hanya permohonan, tidak dilengkapi dengan surat dari rumah sakit kan begitu. Kita tunggu memang mana surat dari rumah sakit yang memang dari hasil lab di luar itu memang perlu untuk pengobatan di luar,” tegas Majelis Hakim.
Nikita kemudian menjelaskan bahwa dokter rutan sebenarnya sudah mengetahui kondisinya dan merekomendasikan terapi leher dua kali seminggu. “Izin Yang Mulia bukannya rutan tidak mau mengeluarkan, tapi rutan sudah tahu bahwasanya dari dokter itu saya harus terapi seminggu dua kali,” ucap Nikita.
Namun, Hakim tetap menekankan pentingnya dokumen formal agar izin berobat dapat diberikan. “Kalau tidak ada surat dari rumah sakit, apa dasar saya keluarkan penetapan? Tentunya nanti juga ditolak oleh jaksa. Tolong, kalau memang sakit, ada surat sakit dari rutan. Kita tidak pernah menolak, begitu ya terdakwa,” ucap Khairul. Majelis Hakim kemudian memutuskan untuk kembali menunda sidang.
Sebelumnya, dalam persidangan terungkap bahwa Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki, didakwa atas dugaan pemerasan terhadap dr. Reza Gladys, pemilik produk Glafidsya. Jaksa menuduh Nikita mengancam Reza melalui media sosial dan meminta uang sebesar Rp 5 miliar agar berhenti membuat konten negatif yang merugikan. Meskipun Reza sempat menyanggupi membayar Rp 4 miliar, ia justru melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya. Akibatnya, Nikita kini dijerat Pasal 27B Ayat (2) UU ITE, Pasal 369 KUHP tentang pemerasan, serta Pasal 3, 4, dan 5 UU TPPU.
Kasus ini menambah panjang daftar kontroversi yang melibatkan Nikita Mirzani, dan publik akan terus mengikuti perkembangan persidangan ini. Perlu diingat, dalam kasus lain yang melibatkan orang terdekatnya, Vadel Badjideh, Nikita Mirzani pernah mengungkapkan kekecewaannya atas vonis yang dijatuhkan. Ia merasa vonis tersebut tidak dapat mengembalikan masa depan anak yang bersangkutan. Selain itu, Nikita juga pernah menyampaikan keberatan atas anggapan bahwa dirinya memiliki status sosial yang berbeda dengan Reza Gladys, menunjukkan bahwa perseteruan ini melibatkan berbagai aspek di luar hukum semata.
Ringkasan
Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan TPPU Nikita Mirzani di PN Jakarta Selatan menghadirkan saksi ahli dan pemeriksaan terdakwa. Sidang sempat ditunda karena azan Magrib dan kondisi kesehatan Nikita yang kurang baik.
Kuasa hukum Nikita menyebut kliennya sakit, namun hakim meminta surat resmi dari rumah sakit sebagai bukti agar izin berobat dapat diberikan. Nikita didakwa atas dugaan pemerasan terhadap dr. Reza Gladys melalui media sosial dengan ancaman konten negatif dan permintaan uang.
