KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Terbaru, tiga nama baru ditetapkan sebagai tersangka, menambah panjang daftar pihak yang diduga terlibat dalam praktik rasuah ini. Dengan penambahan ini, total sudah delapan orang yang menyandang status tersangka dalam perkara yang merugikan negara tersebut.
“Benar, ada pengembangan penyidikan. KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka baru,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media pada Kamis, 6 November 2025. Meski demikian, Budi masih enggan membeberkan identitas para tersangka dengan alasan proses pemeriksaan saksi masih berlangsung. “Yang bisa kami sampaikan saat ini adalah adanya pengembangan penyidikan. Kami akan terus memberikan informasi terbaru terkait perkembangan perkara ini,” imbuhnya.
Informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan bahwa tiga tersangka baru tersebut terdiri dari berbagai latar belakang. Mereka adalah seorang staf Kementerian Kesehatan berinisial HP, seorang yang disebut sebagai orang kepercayaan Bupati Abdul Azis dengan inisial Y, serta seorang konsultan berinisial AGF yang bertindak sebagai penghubung antara kontraktor dan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Di hari yang sama, KPK juga memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, yang diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Selain Azhar, tiga saksi lainnya juga turut diperiksa, yaitu Feggy Istiana, seorang teller Bank Sultra cabang Jakarta; Hidayat, Komisaris PT Pilar Cerdas Putra; dan Nugroho Budiharto, Direktur PT Patroon Arsindo.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada awal Agustus 2025 di tiga lokasi berbeda: Jakarta, Kendari, dan Makassar. Dalam operasi senyap tersebut, tim KPK berhasil mengamankan 12 orang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Kasus korupsi ini diduga kuat berkaitan dengan praktik suap dalam proyek peningkatan fasilitas RSUD Kolaka Timur dari kelas D menjadi kelas C. Proyek ambisius ini menelan anggaran sebesar Rp 126,3 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kesehatan tahun anggaran 2025.
Penyidik menduga telah terjadi pengondisian lelang sejak Januari 2025, dengan tujuan memenangkan PT Pilar Cerdas Putra (PCP) dalam proyek tersebut. Sebagai imbalannya, pihak-pihak tertentu diduga meminta commitment fee sebesar 8 persen dari nilai proyek, yang setara dengan sekitar Rp 9 miliar.
“Dalam proses tangkap tangan, kami menurunkan tiga tim di tiga lokasi berbeda,” jelas Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih pada Sabtu dini hari, 9 Agustus 2025. Dari hasil OTT tersebut, KPK kemudian menetapkan lima tersangka awal.
Kelima tersangka tersebut adalah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis; penanggung jawab proyek dari Kementerian Kesehatan Andi Lukman Hakim; PPK proyek RSUD Kolaka Timur Ageng Dermanto; pihak PT PCP Deddy Karnady; dan pihak swasta rekanan KSO PT PCP Arif Rahman.
Asep menjelaskan peran masing-masing tersangka. Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim diduga berperan sebagai penerima suap. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11, serta Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman, yang berperan sebagai pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan pejabat daerah dan pihak swasta, menunjukkan betapa rentannya sektor kesehatan terhadap praktik korupsi.
Selain pengusutan kasus korupsi RSUD Kolaka Timur, KPK juga tengah menyoroti dugaan adanya pihak-pihak yang berupaya melindungi Bobby Nasution dalam kasus lain.
Ringkasan
KPK mengumumkan tiga tersangka baru dalam kasus korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur, sehingga total tersangka menjadi delapan orang. Ketiga tersangka baru tersebut berasal dari berbagai latar belakang, termasuk staf Kementerian Kesehatan, orang kepercayaan bupati, dan konsultan yang bertindak sebagai penghubung.
Kasus ini berawal dari OTT pada Agustus 2025 terkait dugaan suap dalam proyek peningkatan fasilitas RSUD Kolaka Timur senilai Rp 126,3 miliar. KPK menduga adanya pengondisian lelang untuk memenangkan PT Pilar Cerdas Putra, dengan imbalan commitment fee sebesar 8% dari nilai proyek.








