DIREKTORAT Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus pembobolan rekening BNI senilai Rp 204 miliar. Saat ini, polisi tengah memburu satu pelaku lain berinisial D, yang diduga menjadi otak dari kejahatan yang menyasar rekening dorman BNI di wilayah Jawa Barat.
“Inisial D masih dalam proses pencarian intensif,” tegas Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Kamis, 25 September 2025.
Menurut Brigjen. Helfi, D berperan penting dalam memberikan informasi mengenai rekening-rekening dorman yang menjadi sasaran empuk komplotan ini. Ia diduga kuat sebagai dalang utama yang mengendalikan operasi pembobolan tersebut.
Penyidikan kasus ini terus dikembangkan oleh pihak kepolisian untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan pembobolan bank yang mengincar rekening dorman. Bareskrim juga tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus serupa yang mungkin terjadi di bank-bank lain.
Modus operandi yang digunakan dalam pembobolan ini terungkap. Pada akhir Juni 2025, para tersangka berhasil memindahkan dana sebesar Rp 204 miliar dari satu rekening dorman ke lima rekening penampungan. Aksi ini dilakukan melalui 42 kali transaksi dalam waktu singkat, hanya 17 menit.
Para pelaku memaksa Kepala Cabang Pembantu Bank BNI di Jawa Barat, Andi Pribadi (AP), untuk memberikan akses ke aplikasi *core banking system*. Akses ini kemudian digunakan untuk membobol rekening dorman milik nasabah. Seorang mantan *teller* BNI juga turut membantu dalam proses pemindahan dana ilegal ini.
Dalam menjalankan aksinya, sembilan tersangka dibagi menjadi tiga kelompok dengan peran masing-masing. Kelompok pertama terdiri dari karyawan bank BNI, yaitu AP selaku Kacab dan Galih Rahadyan Hanarusumo (GRH) selaku *Consumer Relations Manager* KCP BNI.
Kelompok kedua bertindak sebagai eksekutor pembobolan. Anggota kelompok ini adalah Candy alias Ken (C) yang mengaku sebagai anggota Satgas Perampasan Aset dan bertindak sebagai otak pembobolan, Dana Rinaldy (DR) yang berperan sebagai konsultan hukum bagi para pelaku, Nida Ardiani Thaher (NAT) yang merupakan mantan karyawan atau *teller* BNI, Raharjo (R) yang menjadi mediator dalam tindakan kriminal ini, serta Tony Tjoa (TT) yang berperan sebagai fasilitator keuangan ilegal.
Kelompok ketiga bertugas melakukan pencucian uang hasil kejahatan. Anggotanya adalah Dwi Hartono (DH) dan Ipin Suryana (IS). Kedua tersangka ini bertugas memindahkan dana dan menyiapkan rekening-rekening penampungan.
Fakta mengejutkan terungkap bahwa dua dari sembilan tersangka, yaitu Candy alias Ken dan Dwi Hartono, juga terlibat dalam kasus pembunuhan Kepala Cabang Pembantu BRI Cempaka Putih, Muhammad Ilham Pradipta. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut oleh Polda Metro Jaya.
Kasus ini bermula dari Laporan Polisi Nomor: LP/B/311/VII/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 2 Juli 2025. Menurut Brigjen. Helfi, kasus penculikan dan pembunuhan Ilham Pradipta terjadi saat Bareskrim tengah melakukan pendalaman terkait pembobolan rekening dorman BNI.
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal berlapis, antara lain Pasal 49 ayat 1 huruf a dan ayat 2 UU No 4 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar. Selain itu, mereka juga dijerat dengan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1 UU Nomor 1 2024 perubahan kedua atas perubahan UU tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Tidak hanya itu, para tersangka juga dijerat dengan tindak pidana transfer dana Pasal 82 dan Pasal 85 UU Nomor 3 2011 tentang Transfer Dana dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar. Penyidik juga menjerat para tersangka dengan Pasal 4, Pasal 5 UU Nomor 8 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Seiring dengan pengungkapan kasus ini, publik juga menyoroti kasus korupsi lain yang melibatkan figur publik. Kasus bapak dan anak dalam dugaan korupsi katalis Pertamina menjadi perhatian, menimbulkan pertanyaan tentang siapa sebenarnya mereka dan bagaimana peran mereka dalam kasus tersebut.
Ringkasan
Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus pembobolan rekening BNI senilai Rp 204 miliar dan tengah memburu satu pelaku berinisial D yang diduga sebagai otak kejahatan. D berperan memberikan informasi rekening dorman yang menjadi sasaran, dan penyidikan terus dikembangkan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Modus operandi melibatkan pemindahan dana dari satu rekening dorman ke lima rekening penampungan melalui 42 transaksi dalam waktu 17 menit, dengan memaksa Kepala Cabang Pembantu BNI untuk memberikan akses ke *core banking system*.
Para tersangka dibagi menjadi tiga kelompok dengan peran berbeda, termasuk karyawan BNI, eksekutor, dan pihak yang bertugas mencuci uang hasil kejahatan. Dua dari sembilan tersangka juga terlibat dalam kasus pembunuhan Kepala Cabang Pembantu BRI Cempaka Putih. Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal berlapis, termasuk UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, ITE, Transfer Dana, dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.








