JAKARTA, KOMPAS.com – UBS Group AG kembali mengurangi kepemilikan sahamnya di PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Informasi ini terungkap dalam keterbukaan informasi yang dirilis Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (24 November 2025). Dalam laporan tersebut, UBS mengumumkan penjualan besar-besaran sejumlah 3,57 miliar saham dalam satu kali transaksi.
Sebelum transaksi ini, UBS memegang 29.891.179.063 saham BUMI, setara dengan 8,05% kepemilikan. Namun, setelah aksi jual yang dilakukan pada 17 November 2025, porsi kepemilikan mereka menyusut menjadi 26.319.836.763 saham, atau 7,09%.
Aksi divestasi ini melibatkan saham biasa (common stock) dengan harga transaksi Rp 226,5891 per saham. UBS menjelaskan bahwa penjualan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas lindung nilai (hedging) derivatif klien.
Dalam catatan kepemilikan, UBS AG London Branch terdaftar sebagai pemilik manfaat langsung. Sementara itu, kepemilikan tidak langsung tercatat berasal dari sejumlah entitas UBS lainnya, termasuk UBS AG Singapore Branch, UBS Switzerland AG, UBS AG Hong Kong Branch, serta UBS Fund Management (Switzerland) AG dan MultiConcept Fund Management S.A. yang bertindak sebagai manajer dana.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai prospek saham BUMI, perlu diketahui bahwa perseroan juga baru saja mengumumkan susunan direksi dan komisaris terbarunya setelah RUPSLB. Hal ini tentu menjadi salah satu faktor yang diperhatikan investor.
Prospek Saham BUMI Setelah Aksi Jual UBS
Bagaimana pengaruh penjualan saham oleh UBS terhadap pergerakan saham BUMI? Analis Teknikal MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menilai bahwa saham BUMI saat ini masih berada dalam fase tren naik (uptrend) dan didukung oleh dominasi volume pembelian.
Meskipun indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) menunjukkan adanya pelemahan, posisinya yang masih berada di area positif menandakan bahwa momentum kenaikan masih terjaga.
Di sisi lain, indikator Stochastic sudah berada di area overbought, yang mengindikasikan bahwa harga berada di level tinggi dan berpotensi mengalami koreksi jangka pendek. Namun, Herditya berpendapat bahwa peluang penguatan harga tetap terbuka, asalkan BUMI mampu menembus level kunci di sekitar Rp 230, dengan area resistansi di 244 dan potensi target penguatan menuju 252-266.
“Secara teknikal BUMI masih berada di fase uptrend-nya dan masih didominasi oleh volume pembelian. MACD sudah melandai di area positif dengan Stochastic yang berada di area overbought. Buy if break – S230 R 244 – TP 252-266,” ujar Herditya.
Senada dengan Herditya, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, juga melihat adanya potensi penguatan pada saham BUMI, meskipun ruangnya mulai terbatas. Ia memperkirakan area pergerakan harga saham akan berada di kisaran Rp 232 – Rp 250.
“Saat ini masih memiliki ruang untuk mengalami kenaikkan, meskipun mulai terbatas. Area bermain akan berada di kisaran 232-250,” kata Nico.
Perlu diketahui, pada perdagangan sesi pertama hari Rabu ini, saham BUMI kembali melesat. Data perdagangan Stockbit menunjukkan bahwa harga BUMI menguat 9,32% ke level Rp 258 per saham. Bahkan, sepanjang sesi tersebut, saham emiten batu bara ini sempat menyentuh level tertingginya di Rp 260, setelah bergerak stabil di kisaran Rp 236 di awal perdagangan.
Selain dinamika perdagangan saham, BUMI juga terus berupaya memperluas dampak positifnya melalui program ESG, salah satunya melalui budidaya mangrove dan penguatan usaha mikro.
Dinamika Sektor Batu Bara dan Sentimen Pasar
Di sisi fundamental, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, berpendapat bahwa pergerakan saham BUMI juga dipengaruhi oleh dinamika sektor batu bara, yang saat ini tengah menghadapi tekanan dari sisi permintaan global.
Nafan menjelaskan bahwa aksi korporasi dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) UBS Group AG, terkait dengan pengurangan porsi kepemilikan saham, menjadi salah satu faktor yang memengaruhi sentimen pasar terhadap BUMI. Namun, ia menyoroti bahwa prospek sektor batu bara secara keseluruhan masih berada dalam tren melemah.
Menurutnya, penurunan permintaan dunia terhadap batu bara disebabkan oleh dua faktor utama: perlambatan ekonomi global yang menekan kebutuhan energi berbasis batu bara, dan dorongan kuat menuju transisi energi bersih di berbagai negara, termasuk peningkatan penggunaan energi hijau.
“Jadi sebenarnya permintaan untuk energi bersih ya, yang lagi hijau ya, secara global pun juga melalui kenaikannya sehingga mengurangi permintaan daripada penggunaan batu bara untuk energi listrik misalnya,” jelas Nafan.
Kondisi ini membuat prospek emiten batu bara, termasuk BUMI, menjadi lebih menantang, meskipun pergerakan harga sahamnya masih berfluktuasi mengikuti dinamika pasar. Terlepas dari tantangan tersebut, BUMI baru-baru ini berhasil meningkatkan kepemilikannya menjadi 100% saham Wolfram Limited, menunjukkan langkah ekspansi yang patut diperhatikan.
Disclaimer: Artikel ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Semua rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis sekuritas yang bersangkutan, dan Kompas.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor. Pastikan untuk melakukan riset menyeluruh sebelum membuat keputusan investasi.
Ringkasan
UBS Group AG kembali mengurangi kepemilikan sahamnya di PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan menjual 3,57 miliar saham. Akibatnya, kepemilikan UBS menyusut dari 8,05% menjadi 7,09%. Penjualan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas lindung nilai derivatif klien dengan harga transaksi Rp 226,5891 per saham.
Analis menilai saham BUMI masih berada dalam fase tren naik meskipun ada indikasi pelemahan. Potensi penguatan harga masih terbuka jika mampu menembus level kunci Rp 230, dengan target resistansi di 244-266. Namun, perlu diperhatikan bahwa dinamika sektor batu bara yang tengah menghadapi tekanan permintaan global juga memengaruhi sentimen pasar terhadap BUMI.
