News Stream Pro
No Result
View All Result
Sunday, December 28, 2025
  • Login
  • Home
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Kesehatan
  • Keuangan
  • Traveling
Subscribe
News Stream Pro
  • Home
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Kesehatan
  • Keuangan
  • Traveling
No Result
View All Result
News Stream Pro
No Result
View All Result
Home Public Safety And Emergencies

Polemik bendera bulan bintang, korban bencana di Aceh minta fokus penyaluran bantuan – ‘Mohon menahan diri, kami sudah lelah’

by demo-nspro
December 28, 2025
in Public Safety And Emergencies
0
Polemik bendera bulan bintang, korban bencana di Aceh minta fokus penyaluran bantuan – ‘Mohon menahan diri, kami sudah lelah’
152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Sejumlah pihak mengecam aksi kekerasan anggota TNI terhadap peserta aksi unjuk rasa dan rombongan pembawa bantuan yang membawa bendera bulan bintang. Pihak TNI menyebut sempat terjadi “kesalahpahaman”.

Para korban bencana mengaku risau mendengar berita soal insiden tersebut seraya meminta semua pihak “menahan diri”, fokus menangani bencana, serta menyalurkan bantuan.

“Saya sangat khawatir bila isunya berubah ke politik murni. Siapa yang akan mengurus korban bencana? Saya dan keluarga, serta teman-teman yang lain sesama pengungsi, sudah lelah hidup di bawah tenda. Mohon hentikan pertikaian politik,” kata Muhammad, salah satu korban banjir di Bireuen.

Sejumlah video yang viral di media sosial memperlihatkan aparat berseragam TNI memukuli sejumlah orang yang disebut membawa bantuan untuk korban bencana serta mengibarkan bendera bulan bintang—bendera yang identik dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Di video lainnya, TNI disebut bentrok dengan warga di Aceh Utara saat membubarkan massa yang membawa bendera serupa.

Sejumlah organisasi hukum dan hak asasi manusia (HAM) ramai-ramai mengecam “tindakan represif” TNI yang sampai melukai warga.

Panglima TNI diminta melakukan tindakan tegas terhadap anggotanya karena tindakan mereka dinilai “melanggar HAM”.

Sementara itu Pusat Penerangan (Puspen) TNI mengklaim kejadian itu terjadi karena “salah paham” dan kondisi sudah kembali “damai”.

Apa yang terjadi dan mengapa pengibaran bendera Aceh menjadi isu yang sensitif?

Apa yang terjadi di lapangan?

Razia berujung kekerasan

Sejumlah video yang beredar di media sosial memperlihatkan aparat berseragam TNI memukuli sejumlah orang.

Kejadian yang sempat terekam kamera warga itu terjadi di daerah Krueng Mane, Kecamatan Muara Batu, di perbatasan Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara.

Pada Kamis (25/12) malam aparat gabungan TNI-Polri melakukan razia di Jembatan Krueng Mane. Dalam razia itu, sejumlah anggota TNI dan Polri terlihat membawa senjata laras panjang.

Beberapa warga dipukul hingga ditendang. Bahkan ada yang mengalami luka di kepala.

Kendaraan yang melintas diperiksa dan orang-orang di mobil bak terbuka diminta turun.

Menurut informasi yang beredar, warga sekitar menyebut aparat menurunkan bendera bulan bintang dari kendaraan-kendaraan itu.

Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda, Teuku Mustafa Kamal, menyatakan kejadian itu terjadi karena “salah paham”.

“Itu salah paham, saling memaafkan, sudah selesai dan damai,” kata Mustafa.

“TNI fokus membantu penanggulangan bencana alam.”

Mustafa juga meneruskan video pernyataan ketua rombongan konvoi, Azilul Nazirna Tiro, yang mengonfirmasi hal yang sama, menyebut kejadian itu “di luar dugaan”.

“Kita mengakui ini keteledoran kita bersama, kita anggap permasalahan ini selesai,” ujar Azizul.

Pembubaran konvoi bendera bulan bintang

Peristiwa pada Kamis (25/12) malam hingga Jumat (26/12) dini hari yang viral di dunia maya itu dibenarkan oleh TNI.

Namun, mereka menyayangkan video itu disertai narasi yang “tidak benar dan mendiskreditkan institusi TNI”.

Puspen TNI mengatakan razia dilakukan setelah pihaknya membubarkan massa peserta aksi konvoi di Simpang Kandang, yang juga membawa bendera bulan bintang.

“Sebagian mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol GAM, disertai teriakan yang dinilai berpotensi memancing reaksi publik dan mengganggu ketertiban umum, khususnya di tengah upaya pemulihan Aceh pascabencana”.

Saat dilakukan pemeriksaan, aparat juga menemukan satu orang yang membawa satu senjata api—beserta amunisinya—dan senjata tajam.

Orang tersebut kemudian diamankan dan diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

Pada Kamis (25/12) siang, sejumlah masyarakat dijadwalkan menggelar aksi damai solidaritas kemanusiaan di depan Kantor Bupati Aceh Utara, Kecamatan Lhoksukon.

Seruan terkait aksi itu dikeluarkan oleh masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Pase Bersatu (GRPB) Aceh Utara sekitar sepekan sebelumnya. Mereka mengajak mahasiswa dan masyarakat lainnya untuk bergabung.

Khussyairi, mahasiswa yang tergabung dalam GRPB, mengatakan peserta aksi diminta membawa bendera putih sebagai simbol untuk menuntut pemerintah pusat agar segera menetapkan status bencana nasional untuk Sumatra.

Tepat tanggal 25 Desember, selain masyarakat yang membawa bendera putih, rupanya ada juga masyarakat yang membawa bendera bulan bintang—bendera yang menjadi lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Itu spontanitas dan tidak ada perintah dari pihak manapun untuk mengibarkan,” kata Khussyairi yang merupakan koordinator lapangan perwakilan mahasiswa.

Puspen TNI menegaskan, pelarangan pengibaran bendera bulan bintang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007.

“Karena simbol tersebut diidentikkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan NKRI.”

Anggota TNI merampas ponsel wartawan

Muhammad Fazil, wartawan lokal yang sedang meliput aksi damai di depan kantor bupati, mengatakan TNI mengejar beberapa massa konvoi yang membawa bendera bulan bintang sampai ke lokasi aksi damai.

“Saat mengejar, lalu ada yang melarikan diri karena dibubarkan. Yang diamankan sama para TNI itu khusus yang mengibarkan bendera bulan bintang,” ujar Fazil, yang kemudian mengatakan ada juga “aksi pemukulan” oleh aparat terhadap beberapa peserta.

Ponsel milik Fazil juga sempat dirampas oleh salah satu anggota TNI ketika wartawan itu sedang mengambil video massa yang membawa bendera bulan bintang diamankan aparat. Dia diminta menghapus videonya.

“Saat saya mengambil video itu, ponsel di tangan saya itu ditampar dan terjatuh. Kemudian saya ambil lagi. Saat saya ambil ponsel itu dirampas lagi sama TNI,” Fazil menceritakan pengalamannya.

Dia sudah menunjukkan identitasnya sebagai wartawan, tetapi anggota TNI itu tidak mempercayainya.

Ponselnya baru dikembalikan setelah ada anggota kepolisian yang mengaku mengenal Fazil sebagai wartawan.

“Kami sebagai jurnalis sekarang jadi agak waspada juga untuk meliput hal-hal anarki seperti itu di lapangan. Harus menjaga jarak. Kemudian merasa ketakutan juga diintimidasi semacam itu,” kata Fazil.

Komandan Kodim 0103 Aceh Utara, Jamal Dani Arifin, mengonfirmasi bahwa personelnya merampas ponsel milik Fazil.

Dia menyatakan telah menghubungi Fazil untuk mengajak mediasi, tetapi belum terlaksana.

“Sejujurnya saya akui tindakan itu tidak bisa dibenarkan. Untuk anggota kami, tentu akan ada tindakan aturan yang berlaku di militer,” ujar Jamal, Jumat (26/12).

Dia menyebut insiden perampasan ponsel tersebut merupakan murni kesalahan teknis yang dipicu oleh dinamika situasi di lapangan saat aksi berlangsung.

Jamal juga menegaskan institusinya sangat menghargai profesi jurnalis dan karya-karya jurnalistik.

‘Panglima harus bertanggung jawab’

Dalam wawancara dengan sejumlah media lokal, Direktur LBH Banda Aceh, Aulianda Wafisa, menyebut penertiban yang dilakukan oleh aparat TNI berlangsung represif.

Mereka menggunakan senjata api laras panjang saat mencoba membubarkan massa konvoi.

Menurut Aulianda, aksi konvoi tersebut merupakan wujud kekecewaan sebagian rakyat Aceh atas lambannya negara dalam menangani bencana alam yang terjadi di Aceh.

Bendera yang mereka bawa juga tidak bisa diasosiasikan dalam bentuk sikap politik yang menentang pemerintah.

Senada, Amnesty International Indonesia menilai dalih penertiban bendera bulan bintang ataupun klaim gangguan lalu lintas sama sekali tidak sebanding dengan kekerasan berlebih yang ditampilkan oleh aparat TNI.

“Insiden kekerasan di Krueng Mane, Aceh Utara, bukan sekadar gesekan di lapangan, melainkan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan persnya, Jumat (26/12).

“Tindakan represif yang diduga dilakukan aparat gabungan TNI/Polri terhadap relawan yang hendak menyalurkan bantuan ke Aceh Tamiang mencerminkan arogansi kekuasaan. Inisiatif kemanusiaan warga direspons dengan razia, pelarangan ekspresi bendera, pukulan, tendangan, dan laras senjata,” dia menambahkan.

Pihaknya mendesak penyelidikan independen dan transparan yang melibatkan Komnas HAM untuk mengusut tuntas para pelaku kekerasan dalam peristiwa ini.

“Negara harus berhenti menggunakan pendekatan keamanan militeristik dalam merespons inisiatif warga sipil, apalagi di tengah bencana,” ujar Usman.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta panglima TNI bertanggung jawab terhadap situasi ini.

Ketua PBHI, Julius Ibrani, juga meminta Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin merespon tindakan anggotanya dengan tegas dan Presiden Prabowo Subianto melakukan evaluasi.

“Bertindaklah segera Presiden Prabowo, bertindaklah dengan tegas Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, tindaklah pasukan Anda, evaluasilah anggota Anda, Panglima TNI Agus Subianto, agar tetap menjaga situasi kondusif,” kata Julis.

Pengakuan pembawa bendera bulan bintang

BBC News Indonesia mewawancarai salah satu pembawa bendera bulan bintang untuk mengetahui maksud tindakan mereka.

Namanya Teuku Samsul Rizal. Dia merupakan eks kombatan GAM Wilayah Pase Aceh Utara, yang kini tergabung dalam Komite Peralihan Aceh (KPA).

Pada 25 Desember lalu, Samsul Rizal hanya ikut aksi damai, tidak termasuk ke dalam rombongan pembawa bantuan yang diadang TNI.

Namun, Samsul ikut konvoi bendera bersama massa lainnya menggunakan sepeda motor di depan kantor bupati Aceh Utara.

Dia mengaku tidak menyangka kalau konvoi bantuan dari organisasinya akan diadang oleh TNI.

Sebab, sejak awal niat mereka hanya ingin menyalurkan bantuan, dengan membawa bendera Aceh sebagai identitas pemberi bantuan.

Menurut Samsul, bendera itu adalah bendera Aceh, seperti yang tertuang Undang-undang Pemerintahan Aceh (UU PA) dan qanun.

“Kami lihat orang lain bawa logo, bawa bendera ataupun bawa simbol. Orang KPA pun kan enggak ada salahnya bawa bendera bintang bulan. Merujuk pada UU PA, qanun, ini sudah bendera Aceh gitu,” kata Samsul kepada wartawan Fazil yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (26/12)

Samsul mengklaim berulang kali mengatakan, “tidak ada rencana untuk memerdekakan Aceh dalam situasi bencana ini” dan pihaknya tidak mau “mengambil keuntungan” dari situasi ini.

“Sekarang ayo kita sama-sama atas nama kemanusiaan, apakah KPA, apakah GAM, apakah

TNI, apakah Polri, apakah instansi apapun, ayo kita bantu saudara-saudara kita yang lagi membutuhkan ini,” ujarnya.

Meski dia mengajak untuk fokus terhadap penanganan bencana, masih ada pertanyaan yang mengganjal di benak Samsul.

Dia jadi mempertanyakan, apa sebenarnya status bendera yang dia yakini sebagai bendera Aceh itu?

Samsul minta pemerintah daerah dan pemerintah pusat duduk bersama untuk membahasnya, agar tidak jatuh korban lagi.

“Tolong sampaikan kepada gubernur dan presiden supaya jangan ada permasalahan lagi tentang ini. Duduklah mereka berdua itu. Bagaimana solusinya yang terbaik untuk umat Aceh ini, untuk bangsa Aceh ini, jangan diadudombakan macam Belanda begitu,” kata dia.

Mengapa status bendera Aceh masih abu-abu?

Selang 20 tahun setelah kesepakatan damai GAM dan Indonesia di Helsinki, Finlandia, status bendera Aceh memang belum disepakati.

Itu terlihat jelas dari perbedaan acuan TNI dan para anggota KPA.

Dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UU PA) pasal 246 ayat (2) disebutkan, selain bendera Merah Putih, Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.

Ayat berikutnya menjelaskan, “Bendera daerah Aceh sebagai lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh.

Kemudian di ayat (4) disebutkan ketentuan lebih lanjut soal bendera harus itu diatur lebih lanjut dalam qanun yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Atas dasar itu, Pemerintah Provinsi Aceh lalu membuat Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.

Pada Bab II tentang Bendera Aceh dituliskan ciri-ciri bendera Aceh—berwarna merah dengan gambar bulan bintang di bagian tengah, serta garis hitam dan putih di bagian atas dan bawah.

Ciri-ciri itu identik dengan bendera yang digunakan GAM pada masanya. Dan ini yang menjadi permasalahan.

Pemerintah Indonesia menilai qanun tersebut bertentangan dengan hukum nasional, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah.

Dalam peraturan itu pemerintah daerah dilarang menggunakan simbol yang menyerupai simbol organisasi terlarang/separatis, mengandung unsur separatisme, dan menyerupai bendera negara lain atau simbol kedaulatan.

Pada 2013, menteri dalam negeri pada waktu itu sudah menyurati Pemerintah Aceh untuk meninjau ulang dan menyempurnakan qanun karena bendera dan lambang yang diatur dalam qanun itu memiliki kemiripan dengan simbol GAM.

Namun, pemerintah Provinsi Aceh tidak menindaklanjuti permintaan menteri itu.

Pada 2016, menteri dalam negeri saat itu—yang dijabat oleh (almarhum) Tjahjo Kumolo—mengeluarkan keputusan menteri yang membatalkan qanun tersebut.

Ketika pemerintah pusat menganggap bendera Aceh identik dengan bendera GAM sehingga harus diubah, suara dari Aceh menyebut identitas bendera itu prestise.

“Oleh orang Aceh itu satu prestise, dan itu adalah resolusi konflik. Dan harus dipenuhi,” kata Wali Nanggroe Aceh, Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar, dalam wawancara bersama BBC News Indonesia pada 2024 lalu.

Jusuf Kalla—sebagai salah satu orang yang berperan dalam perundingan damai GAM dan Indonesia—mengakui masalah bendera Aceh ini masih menjadi perdebatan.

“Saya bilang, dalam salah-satu pasal di perundingan itu bahwa lambang-lambang GAM tidak boleh dipakai. Karena bendera itu merupakan lambang, maka harus dibedakan,” kata Kalla.

Karena belum ada titik temu inilah, diperlukan satu forum yang bisa menjembatani, menurut Malik Mahmud. Dia mengusulkan agar dibentuk lagi tim desk Aceh.

Pada awal-awal perdamaian, desk Aceh ada dan perannya penting untuk mendiskusikan masalah-masalah yang masih mengganjal.

‘Semua pihak harus menahan diri’

Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Teungku Zakaria M. Yacob alias Jack Libya, memberikan keterangan pers setelah bentrokan terjadi.

Dia menegaskan organisasinya tidak pernah memberikan instruksi pengibaran bendera bintang bulan pada 25 Desember 2025.

Menurut Jack, semua pihak harus menahan diri dan memprioritaskan kemanusiaan karena Aceh sedang dalam keadaan berduka.

Karena bendera Aceh masih “menjadi polemik”, antropolog Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya, berpendapat sebaiknya simbol-simbol yang bisa mengarahkan kepada disintegrasi sosial di tingkat masyarakat tidak digunakan.

Menurut dia, kasus ini bisa “menjadi pelajaran” untuk semua pihak, terutama oleh kelompok yang masih mengusung bendera yang diasosiasikan sebagai bendera GAM, supaya mereka berpikir kembali sebelum melakukan aksi serupa.

Di sisi lain TNI juga “harus menjaga diri”, katanya.

“Mualem [Gubernur Muzakir Manaf] juga tidak bisa tinggal diam tentang ini, dia kan mantan panglima [GAM], yang menjadi korban itu kan juga masyarakat Aceh. Jangan diam saja, jangan enggak mau tahu,” ujar Kemal.

Dia mengimbau semua pihak hendaknya menjaga kondusivitas. Sebab, tahun ini memang tahun duka cita bagi Aceh, “dengan dampak bencana lebih luas dan tingkat penanganan lebih minimal dibandingkan masa gempa dan tsunami 2004”.

“Karena di tengah bencana ini kita tidak menginginkan ada hal-hal yang bisa menjadi noda kemanusiaan dengan adanya kekerasan dan lain-lain,” ucap Kemal.

Wakil gubernur Aceh, Fadhlullah, juga meminta semua pihak menjaga kekompakkan. Pihaknya menyayangkan peristiwa kekerasan yang dilakukan TNI dan berharap “TNI, Polri, menahan diri, menahan arogansi di lapangan”.

“Kami berharap TNI, Polri, GAM, masyarakat mari kita bersatu padu, mari kita jaga kekomapan dalam misi kemanusia, yaitu membantu [korban] bencana,” kata Fadhlullah, Jumat (26/12).

‘Nanti saja, kami sudah teramat lelah’

Peristiwa konvoi bendera bintang bulan yang ditanggapi TNI dengan kekerasan menjadi perhatian banyak pihak, termasuk relawan bencana dan korban banjir.

Seorang relawan yang tidak mau disebutkan namanya menyampaikan rasa khawatir di tengah situasi yang sempat “tidak kondusif”.

Mereka khawatir jika tidak menggunakan seragam sebagai relawan dari organisasi tertentu, misalnya, mereka akan terkena razia. Padahal niat mereka hanya ingin menyalurkan bantuan buat para korban banjir.

“Sebelum kondisi kondusif”, mereka tidak akan turun.

Selain relawan, korban banjir juga risau mendengar berita kericuhan itu.

“Saya takut, nanti Aceh terlihat seram di mata orang luar. Ini akan membuat semakin sedikit orang yang bersedia datang ke Aceh untuk membantu korban,” katanya Rina, korban banjir di Bireuen kepada wartawan Muhajir Juli yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (26/12).

Perempuan berusia 40 tahun itu telah hidup dalam perang Aceh ketika masih remaja. Dia lalu ikut menyaksikan tsunami, meski tak menjadi korban. Tapi kali ini dia menjadi korban langsung dari bencana alam.

“Susah sekali hidup tanpa kejelasan. Pemerintah lamban, kini timbul isu baru soal bentrokan itu. Saya melihat di media sosial, banyak komentar negatif untuk Aceh,” katanya.

Dia berharap “orang-orang besar”, fokus menanggulangi korban bencana alam, yang hingga saat ini masih terkatung-katung.

Korban banjir lainnya di Bireuen, Muhammad, berharap polemik politik tidak berlanjut. Jika masalah ini terus berlanjut, dia khawatir “korban bencana terlupakan”.

“Nanti saja dilanjutkan, setelah semua ini selesai. Kami yang jadi korban sudah teramat lelah. tak enak tidur di tenda. Ini sudah sebulan. Mohon semuanya bersabar, menahan diri,” kata pria berusia 42 tahun itu.

—

Wartawan Muhajir Juli di Bireuen dan Muhammad Fazil di Lhokseumawe berkontribusi dalam artikel ini.

Baca juga:

  • Bayang-bayang referendum dan konflik bersenjata di balik penanganan banjir di Aceh
  • Peringatan 20 tahun tsunami Aceh: ‘Hikmah terbesar dari tsunami adalah perdamaian Indonesia-GAM’
  • ‘Konflik berulang membuat masyarakat Aceh trauma’ – Mengapa Indonesia harus belajar dari penyelesaian damai konflik Aceh?

Baca juga:

  • Bendera putih di Aceh, ‘Kondisi Aceh begitu buruk, kami tidak baik-baik saja’ – Apa respons pemerintah pusat?
  • Demi misa Natal, satu keluarga di Aceh Tengah berjuang menembus titik longsor – Bagaimana para penyintas banjir-longsor Sumatra menjalani Natal?
  • Trauma korban banjir-longsor Aceh ‘lebih berat’ dari tsunami 2004, kata psikolog

Baca juga:

  • Setelah 17 tahun perdamaian di Aceh: ‘Jangankan pulih, diingat pun tidak’
  • ‘Saya mensyukuri perdamaian, tapi kemakmuran kurang’ – Cerita eks tentara GAM dan masalah kesejahteraan di Aceh
  • Rekonsiliasi pascakonflik di Bener Meriah – ‘Cukup sudah, jangan sampai terulang lagi’
  • Banjir Sumatra, Tsunami Aceh, dan Likuifaksi Palu – Apa perbedaan penanganannya?
  • Pemerintah percepat pembangunan hunian untuk pengungsi banjir dan longsor Sumatra – ‘Harus penuhi prinsip keberlanjutan’
  • Banjir dan tanah longsor membuka luka lama penyintas gempa di Aceh Tengah
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Adu Irit SUV: Xpander Cross vs XL7 vs BR-V, Mana Terbaik?

Adu Irit SUV: Xpander Cross vs XL7 vs BR-V, Mana Terbaik?

June 29, 2025
Trump Umumkan Gencatan Senjata Israel-Iran: Kejutan Dunia!

Trump Umumkan Gencatan Senjata Israel-Iran: Kejutan Dunia!

June 24, 2025
Rumput GBK Level Up Lapangan Kampung di Yogya! Hasilnya Bikin Melongo!

Rumput GBK Level Up Lapangan Kampung di Yogya! Hasilnya Bikin Melongo!

May 31, 2025
Gunung Kuda Longsor: Belasan Korban Diduga Tertimbun, Tim SAR Bergerak!

Gunung Kuda Longsor: Belasan Korban Diduga Tertimbun, Tim SAR Bergerak!

May 31, 2025
Harga iPhone 13 Pro & Pro Max Second Juni 2025: Worth It?

Harga iPhone 13 Pro & Pro Max Second Juni 2025: Worth It?

0
Rahasia Makeup Natural Flawless: 6 Tips Mudah untuk Pemula!

Rahasia Makeup Natural Flawless: 6 Tips Mudah untuk Pemula!

0
Deadline Dividen! 34 Emiten Cum Date Minggu Depan, Jangan Ketinggalan!

Deadline Dividen! 34 Emiten Cum Date Minggu Depan, Jangan Ketinggalan!

0
Terungkap! Alasan Malaysia Tolak Undangan Timnas Indonesia dari Erick Thohir

Terungkap! Alasan Malaysia Tolak Undangan Timnas Indonesia dari Erick Thohir

0

£step 3 Minimum mighty rex casino Deposit Casinos Gamble at the step 3 Pound Deposit Harbors & Score Incentive

December 28, 2025

Lobstermania Harbors, Real cash Slot machine game & Totally eye of ra $1 deposit free Enjoy Demonstration

December 28, 2025

Online casino Match Bonuses Set of Fits bonuses at the dragon king slot Award winning Casinos

December 28, 2025
Polemik bendera bulan bintang, korban bencana di Aceh minta fokus penyaluran bantuan – ‘Mohon menahan diri, kami sudah lelah’

Polemik bendera bulan bintang, korban bencana di Aceh minta fokus penyaluran bantuan – ‘Mohon menahan diri, kami sudah lelah’

December 28, 2025

Recent News

£step 3 Minimum mighty rex casino Deposit Casinos Gamble at the step 3 Pound Deposit Harbors & Score Incentive

December 28, 2025

Lobstermania Harbors, Real cash Slot machine game & Totally eye of ra $1 deposit free Enjoy Demonstration

December 28, 2025

Categories

  • Arts
  • autos
  • Careers
  • Crime
  • Education And Learning
  • entertainment
  • Family And Relationships
  • Fashion And Style
  • finance
  • Food And Drink
  • Gaming
  • General
  • health
  • Hobbies And Interests
  • Home And Garden
  • Personal Development
  • Pets And Animals
  • politics
  • Public Safety And Emergencies
  • Science
  • Shopping
  • Society Culture And History
  • sports
  • technology
  • travel
  • Uncategorized
  • Urban Infrastructure
  • War And Conflicts
  • Weather

Site Navigation

  • Home
  • Advertisement
  • Contact Us
  • Privacy & Policy
  • Other Links

We bring you the best Auto Generate Content News for WordPress Plugins that perfect for news, etc. Check our landing page for details.

© 2025

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Advertisement
  • Contact Us
  • Homepages
    • Home 1
    • Home 2
    • Home 3
    • Home 4
    • Home 5

© 2025